Top Banner
TEMA “ Meningkatkan Peran dan Profesionalisme Dosen Pendidikan Kewarganegaraan yang Berbasis Karakter Bangsa untuk Mencegah Disintegrasi Bangsa ” PENATARAN DAN LOKAKARYA DOSEN PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN TAHUN 2010
70

1 Buku Materi Pentaloka 25-26 Nov Di Unmer Pasuruan

Oct 23, 2015

Download

Documents

Hukum
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: 1 Buku Materi Pentaloka 25-26 Nov Di Unmer Pasuruan

TEMA

“ Meningkatkan Peran dan Profesionalisme Dosen Pendidikan Kewarganegaraan yang Berbasis Karakter Bangsa untuk

Mencegah Disintegrasi Bangsa ”

UNIVERSITAS MERDEKA PASURUANJl. Ir. H. Juanda No. 68 Telp. (0343) 421783 Fax. (0343) 413619 Pasuruan 67129

PENATARAN DAN LOKAKARYADOSEN PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN

TAHUN 2010

Page 2: 1 Buku Materi Pentaloka 25-26 Nov Di Unmer Pasuruan

SAMBUTAN PANGLIMA KODAM V/ BRAWIJAYA

Pasuruan, 25 November 2010Panglima Kodam V/ Brawijaya,

Gatot NurmantyoMayor Jendral TNI

i

Page 3: 1 Buku Materi Pentaloka 25-26 Nov Di Unmer Pasuruan

KATA PENGANTAR

Berbekal Surat Perintah Panglima Kodam V/Brawijaya Nomor: Sprin/ 1392/ IX/ 2010

tentang rencana dan penyelenggaraan Pentaloka Dosdikwar Daerah Jawa Timur TA 2010

yang dilaksanakan pada tanggal 25-26 November 2010 bertempat di Universitas Merdeka

Pasuruan dengan jumlah peserta 70 orang Dosen Kewarganegaraan PTN/PTS se Jatim

plus peserta khusus 6 orang tokoh masyarakat dari Ormas NU dan Muhammadiyah serta

MUI di kota dan kabupaten Pasuruan. Kami selaku Pembantu Pelaksana Teknis kegiatan

tersebut mengucapkan rasa syukur atas limpahan amanat dan berusaha secara maksimal

terlaksananya kegiatan pentaloka dosdikwar secara baik dan memenuhi harapan semua

pihak.

Buku materi Pentaloka Dosdikwar TA 2010 disusun guna sebagai sarana untuk

memudahkan peserta dalam mengikuti kegiatan pentaloka dosdikwar dilangsungkan.

Buku ini berisi sambutan Pangdam V/ Brawijaya, Kata pengantar Rektor Unmer

Pasuruan, Jadwal Kegiatan, Materi Pentaloka dan beberapa lampiran terkait kegiatan

tersebut.

Adapun Pelaksanaan Pentaloka Dosdikwar TA 2010 diharapkan dapat menjadi

pemicu bagi pengembangan pembinaan berkelanjutan terhadap seluruh Dosen

Pendidikan Kewarganegaraan sehingga mampu menanamkan nilai-nilai bela negara

dalam proses belajar mengajar sesuai dengan perkembangan dinamika kehidupan

bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.

Kepada semua pihak yang telah membantu terselenggaranya pentaloka dosdikwar

kami sampaikan ucapan terima kasih. Semoga buku ini dapat memenuhi fungsinya dan

bermanfaat ditangan saudara.

Pasuruan, 25 November 2010Rektor,

Prof. Dr. Misranto, S.H., M.Hum.NIP. 195608231990031001

ii

Page 4: 1 Buku Materi Pentaloka 25-26 Nov Di Unmer Pasuruan

DAFTAR ISI

HalamanSambutan Pangdam V/ Brawijaya ............................................................................ i

Kata Pengantar .......................................................................................................... ii

Daftar Isi .................................................................................................................... iii

Jadwal Kegiatan Pentaloka .................................................................................... iv

MATERI I : Membangun Kesadaran Bela Negara Dalam Upaya Mencegah Disintegrasi Bangsa di Era Global disampaikan oleh Danrindam V/ Brawijaya (Kolonel Inf Suparno) .................................................... 1

MATERI II : Pendidikan Kewarganegaraan Berbasis Pada Pendidikan Karakter disampaikan oleh Ketua ADPK Pusat (Mayor TNI Purn. Drs. H. Warsito, S.H., M.M.) ............................................................ 11

MATERI III : Aktualisasi Peran Dosen Pendidikan Kewarganegaraan Dalam Membangun Karakter Bangsa disampaikan oleh Rektor Unmer Pasuruan (Prof. Dr. Misranto, S.H., M.Hum.) .................................. 21

LAMPIRAN 1. Daftar Nama Peserta Pentaloka Dosdikwar TA. 2010 Jawa Timur.

LAMPIRAN 2. Denah Lokasi Kegiatan Pentaloka Dosdikwar TA. 2010 Jawa Timur.

iii

Page 5: 1 Buku Materi Pentaloka 25-26 Nov Di Unmer Pasuruan

Jadwal Kegiatan Pentaloka Dosdikwar Tahun 2010Jawa Timur

Unmer PasuruanNo Waktu Uraian Kegiatan

Hari Kamis, 25 November 2010

1) 12.00 - 12.05 WIB Pembukaan

2) 12.05 – 12.30 WIB Sambutan Ketua Panitia

3) 12.30 – 13.00 WIB Sambutan Pangdam V/ Brawijaya dilanjutkan dengan Pernyataan

4) 13.00 – 14.00 WIB Istirahat Sholat & Makan (Ishoma)

5) 14.00 – 14.45 WIB Pengarahan Dirjen Pothan Kemhan RI

6) 14.45 – 15.45 WIB Materi “Pendidikan kewarganegaraan berbasis pada pendidikan berkarakter” oleh Ketua ADPK pusat (Mayor TNI Purn. Drs. H. Warsito, S.H., M.M.)

7) 15.45 – 16.45 WIB Materi “Membangun kesadaran bela Negara dalam upaya mencegah disintegrasi bangsa di era global” oleh Danrindam V/Brawijaya (Kolonel Inf Suparno)

8) 16.45 – 18.45 WIB Ishoma

9) 18.45 – 20.00 WIB Materi ”Aktualisasi peran dosen pendidikan kewarganegaraan dalam membangun karakter bangsa” oleh Rektor Unmer Pasuruan (Prof. Dr. Misranto, S.H., M.Hum.)

10) 20.00 – WIB Istirahat malam

Hari Jum’at, 26 November 2010

1) 08.00 - 09.30 WIB Diskusi Kelompok

2) 09.30 – 10.30 WIB Pelaporan Hasil Diskusi Kelompok

3) 10.30 – 11.00 WIB Penutupan oleh Ketua ADPK pusat (Mayjen TNI Purn. Drs. H. Warsito, S.H., M.M.)

4) 11.00 WIB – selesai IshomaKeterangan:

1. Jadwal Sewaktu-waktu dapat berubah sesuai dengan situasi dan kondisi tanpa mengubah maksud dari kegiatan pentaloka.

2. Peserta dimohon mengikuti kegiatan pentaloka dari awal hingga akhir.

iv

Page 6: 1 Buku Materi Pentaloka 25-26 Nov Di Unmer Pasuruan

Membangun Kesadaran Bela Negara

Dalam Upaya Mencegah Disintegrasi Bangsa di Era Global

oleh: Kolonel Inf Suparno NRP 30423

(Danrindam V/ Brawijaya)

Indonesia sebagai negara yang memiliki ribuan pulau (Archipelagic State) dengan

keanekaragaman ras, agama, bahasa, suku bangsa dan adat istiadat, menempatkan

Indonesia sebagai negara besar di dunia dengan tingkat multikultural yang tinggi. Kondisi

faktual ini merupakan potensi kekayaan yang sangat besar sebagai modal dasar

pembangunan namun disisi lain mengandung juga potensi konflik sosial yang jika tidak

dikelola dengan baik dapat mengancam keutuhan, persatuan dan kesatuan bangsa.

Ancaman disintegrasi bangsa sekarang ini sudah berkembang sedemikian kuat. Hal ini

ditandai dengan berbagai konflik yang muncul di beberapa daerah seperti Poso, Maluku,

Papua dan konflik-konflik sosial lainnya yang awalnya karena faktor psikologis

ketidakadilan ekonomi dibungkus menjadi disharmoni SARA.

Demikian juga dengan diberlakukannya otonomi daerah dan perkembangan

demokratisasi yang belum matang cenderung menumbuhkan sikap fanatisme kedaerahan

sempit dan mengarah pada sikap kolektif yang tidak produktif untuk memenuhi

kepentingan-kepentingan pribadi dan golongan tertentu yang pada akhirnya menimbulkan

konflik sosial bernuansa SARA. Disamping itu tuntutan pemekaran wilayah menjadi trend

baru di daerah tanpa mempertimbangkan kemampuan daerah tersebut sehingga muncul

konflik vertikal antara daerah dan pusat. Kondisi nyata ini tentunya menjadi ancaman

yang kompleks bagi terciptanya integrasi bangsa ditambah lagi dengan pengaruh

lingkungan global dan regional yang mampu mengubah dan menggeser tata nilai dan tata

laku sosial budaya masyarakat Indonesia.

Melihat kondisi tersebut diatas dan untuk mencegah penyebaran virus pola

pandang primordial berkembang menjadi “program” yang dapat memecah keutuhan NKRI

maka diperlukan kesatuan pandangan bagi Bangsa Indonesia bahwa saatnya melakukan

upaya nyata yang terintegrasi, terorganisir, terencana secara sistematis dan terukur,

untuk memantapkan kembali kesadaran bela negara dan nilai‐nilai kebangsaan yang

sudah semakin terkikis, disertai dengan semangat optimisme dan kesadaran penuh

bahwa kita perlu mengangkat kembali nilai-nilai kebangsaan yang terkandung didalam

konsensus dasar nasional, yaitu falsafah bangsa Pancasila, Undang‐Undang Dasar

Negara Republik Indonesia Tahun 1945, semboyan bangsa Bhinneka Tunggal Ika, serta

1

Page 7: 1 Buku Materi Pentaloka 25-26 Nov Di Unmer Pasuruan

prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia demi meneguhkan kembali jati diri bangsa

dan menjaga keutuhan Bangsa Indonesia.

Dalam rangka membangun nilai-nilai bela negara, sangat penting untuk

menyamakan pandangan tentang landasan pemikiran pentingnya membangun

kesadaran bela negara khususnya terkait dengan kondisi lingkungan strategis yang

menjadi potensi ancaman negara, persepsi tentang bela negara serta landasan hukum

pelaksanaannya. Landasan pemikiran tentang pentingnya pembangunan bela negara ke

depan berpijak pada kesadaran bahwa dalam kehidupan bernegara aspek pertahanan

merupakan faktor yang sangat hakiki dalam menjamin kelangsungan hidup negara.

Tanpa mampu mempertahankan diri terhadap ancaman dari luar negeri dan/atau dari

dalam negeri, suatu negara tidak akan dapat mempertahankan keberadaannya.  Pada era

globalisasi ini telah terjadi sebuah perubahan paradigma ancaman terhadap

kelangsungan hidup negara.  Ancaman yang semula bersifat fisik/militer konvensional,

yang juga harus dihadapi dengan kekuatan fisik (hard power), kini telah berkembang

menjadi multidimensional (fisik dan non fisik) dengan dominasi ancaman yang bersifat

non fisik (nir militer), serta dapat berasal dari luar dan dari dalam negeri. Sebuah bentuk

peperangan baru yang bersifat maya dan diperkuat dengan memanfaatkan

perkembangan pesat teknologi informasi. Kecenderungan tersebut tentunya

mempengaruhi karakteristik ancaman dengan munculnya isu-isu keamanan baru

beraspek maya yang dikenal dengan cyber-war dan the brain war, perang daya cipta

dalam percaturan ekonomi serta teknologi dan ilmu pengetahuan. Searah dengan itu,

perang juga diawali dengan merubah paradigma berpikir dan selanjutnya dapat

berdampak pada aspek lainnya dengan memanfaatkan kelemahan dan celah rentannya

kehidupan berbangsa dan bernegara yang dapat berpengaruh pada memudarnya energi

kolektif bangsa bahkan dapat membahayakan kelangsungan hidup bangsa dan negara. 

Dampaknya adalah timbulnya perang informasi, ekonomi, budaya, politik bahkan perang

ideologi.  Disinilah peranan smart power sebagai upaya untuk memperkuat soft power

suatu negara menjadi sangat penting dan mengemuka dalam menghadapi ancaman

perang modern ini. Kekuatan tersebut adalah berupa kualitas SDM yang memiliki

kemampuan intelektual yang baik dan dilandasi dengan kesadaran bela negara sebagai

upaya dalam menjamin eksistensi  dan kelangsungan hidup NKRI. Adapun kriteria atau

ciri SDM/warga negara yang memiliki kesadaran bela negara adalah mereka yang 

bersikap dan bertindak senantiasa berorientasi pada nilai-nilai kenegaraan dengan

mengembangkan lima nilai dasar bela negara yaitu cinta tanah air, sadar berbangsa dan

2

Page 8: 1 Buku Materi Pentaloka 25-26 Nov Di Unmer Pasuruan

bernegara, yakin  pada Pancasila sebagai ideologi negara, rela berkorban untuk bangsa

dan negara, serta memiliki kesiapan psikis dan fisik untuk melakukan upaya bela negara. 

Terkait dengan kesadaran bela negara, masih sering kita temui bahwa

kecenderungan sebagian masyarakat masih saja mempersepsikan bahwa bela negara

hanya menjadi  urusan TNI. Kesalahan interpretasi dalam memahami sebuah

konsep/kebijakan seringkali menjadi salah satu kendala bagi dikeluarkannya bahkan

terlaksananya sebuah kebijakan. Hal yang sama bisa saja terjadi dalam memaknai bela

negara. Pada dasarnya kesadaran membela negara adalah sebuah keniscayaan dan

konsekuensi logis sebagai warga negara yang berhubungan dengan sesuatu yang harus

dibela dari negara yakni segala permasalahan yang menyangkut kedaulatan negara,

keutuhan wilayah dan keselamatan bangsanya serta hak dan kewajiban untuk membela

atau melindungi negaranya dari segala macam bentuk  ancaman, tantangan, hambatan

dan gangguan.

Dengan demikian pengertian bela negara diformulasikan sebagai ”sikap dan dan

perilaku warga negara yang dijiwai oleh kecintaannya kepada Negara Kesatuan Republik

Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 dalam menjamin

kelangsungan hidup bangsa dan negara. Upaya bela negara selain sebagai kewajiban

dasar manusia juga merupakan kehormatan bagi setiap warga negara yang dilaksanakan

dengan penuh kesadaran, tanggung jawab, dan rela berkorban dalam pengabdian

kepada negara dan bangsa. Selanjutnya nilai-nilai bela negara tersebut harus diwujudkan

dalam tindakan nyata.  Nilai-nilai bela negara apabila diterapkan akan berimplikasi  pada

daya  penangkalan (deterrence effect) terhadap bangsa lain yang ingin menghancurkan

atau menyerang negara.

Hak dan kewajiban warga negara dalam upaya bela negara memiliki landasan

hukum kuat yang diatur dalam Undang-Undang Dasar 1945 Bab X tentang Warga Negara

dan Penduduk, pasal 27 ayat (3) menyatakan bahwa  “setiap warga negara berhak dan

wajib ikut serta dalam upaya pembelaan negara”. Dalam  batang tubuh UUD 1945,

pengaturan hak dan kewajiban tersebut ditempatkan pada Bab Warga Negara dan

Penduduk, yang mengandung makna bahwa pembelaan negara mengandung asas

demokrasi  dimana setiap warga negara dengan tidak memandang suku, agama, ras,

gender maupun kepentingan golongan, memiliki hak dan kewajiban yang sama dalam

upaya pembelaan negara. Di sisi lain  bahwa pembelaan negara tidak hanya

diperuntukkan untuk kepentingan pertahanan keamanan saja, akan tetapi untuk

kepentingan semua aspek kehidupan.

3

Page 9: 1 Buku Materi Pentaloka 25-26 Nov Di Unmer Pasuruan

Berikutnya adalah Undang-undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Azasi

Manusia, perihal bela negara diatur pada Bab IV tentang Kewajiban Dasar Manusia, pasal

68 bahwa “setiap warga negara wajib ikut serta dalam upaya pembelaan negara sesuai

ketentuan peraturan perundang-undangan”. Lebih lanjut, perihal bela negara juga diatur

dalam Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2002 tentang Pertahanan Negara Bab III tentang

Penyelenggaraan Pertahanan Negara, pasal 9 bahwa “Setiap warga negara berhak dan

wajib ikut serta dalam upaya bela negara yang diwujudkan dalam penyelenggaraan

pertahanan negara.

Mengacu pada dasar tersebut di atas, dapat dipahami bahwa keikutsertaan dalam

upaya bela negara merupakan tanggung jawab dan kehormatan setiap warga negara.

Sehingga tidak seorangpun warga negara boleh dihindarkan dari kewajiban ikut serta

dalam pembelaan negara kecuali ditentukan dengan Undang-Undang.  Pengaturan hak

dan kewajiban warga negara dalam bela negara ini masih diperkuat lagi dengan lahirnya

Keputusan Presiden RI Nomor 28 Tahun 2006 tentang Penetapan tanggal 19 Desember

sebagai Hari Bela Negara.

Dalam implementasinya sikap dan perilaku bela  negara merupakan sebuah

kesadaran yang tidak bersifat taken for granted (seketika terwujud), akan tetapi

merupakan sesuatu yang harus diupayakan terus menerus  dan berkelanjutan (never

ending procces) untuk menyesuaikan dengan tuntutan perubahan jaman. Karena bangsa

yang tidak mampu merespon perkembangan jaman, lambat laun bangsa itu akan

kehilangan identitas nasionalnya. Bangsa yang kehilangan jati dirinya niscaya akan

menjadi budak bangsa  lain. Bangsa tersebut akan terpinggir dari parameter peradaban

sejarah dan selanjutnya kemungkinan bangsa itu akan punah. Hal seperti ini bukanlah

yang kita harapkan, karena sebagai bangsa yang pernah berjuang mati-matian untuk

kemerdekaan Indonesia, sudah pasti tidak akan pernah rela menjadi bangsa yang terjajah

kembali atau bahkan menjadi musnah.  Oleh karena itu peningkatan kesadaran bela

negara sebagai bagian dari upaya membangun kesadaran bela negara merupakan salah

satu upaya pembangunan karakter bangsa dalam menjaga dan mempertahankan

kedaulatan dan keutuhan wilayah serta kelangsungan hidup bangsa dan negara

Indonesia serta merupakan long life education bagi bangsa Indonesia. Selama bangsa

dan negara Kesatuan Republik Indonesia ini masih kita inginkan keberadaannya maka

selama itu pula pembinaan kesadaran bela negara tetap dibutuhkan bagi Bangsa

Indonesia. Apabila  hal tersebut telah menjadi kesadaran setiap warga negara Indonesia,

maka integrasi bangsa terjaga, kedaulatan dan keutuhan wilayah terjamin, kemandirian

dan kesejahteraan bangsa dapat terbangun, sehingga bangsa Indonesia mampu

4

Page 10: 1 Buku Materi Pentaloka 25-26 Nov Di Unmer Pasuruan

mewujudkan kehidupannya sejajar dan sederajat dengan bangsa lain serta mampu

berkompetisi di kancah global dengan prinsip “think globally but act locally”.

Dalam rangka pembentukan watak, karakter dan jati diri bangsa,  kiranya upaya

membangun kesadaran dan aktualisasi nilai-nilai bela negara dalam kehidupan

bermasyarakat, berbangsa dan bernegara merupakan hal yang penting dan mendesak

untuk dikedepankan. Nilai-nilai bela negara hendaknya menjadi landasan sikap dan

perilaku sekaligus menjadi  kultur dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Konsepsi

bela negara tidak hanya sekedar rumusan ide yang berfungsi sebagai slogan atau jargon

belaka, melainkan harus dituangkan, dimaknai dan diimplementasikan dalam interaksi

sosial di masyarakat. Hendaknya disadari pula bahwa pembangunan watak (character

building) merupakan suatu runtutan perubahan yang tanpa henti (never ending process),

sebuah upaya yang harus dilakukan secara terus menerus dan berkelanjutan.

Dengan demikian, sebagai wujud upaya turut menjamin kelangsungan hidup

bangsa dan negara khususnya menghadapi kompleksitas ancaman nir militer di era

global ini, maka pertahanan negara tidak cukup didekati dari aspek militer semata.

Pendekatan pertahanan negara ke depan memerlukan pendekatan secara nirmiliter yang

terpadu dengan pendekatan secara militer sehingga pembangunan pertahanan militer

dan nirmiliter harus dilaksanakan secara bersama-sama sehingga menghasilkan suatu

kekuatan dan kemampuan pertahanan negara yang memiliki efek penangkalan dalam

menjaga eksistensi dan keutuhan NKRI. Disamping itu kesadaran setiap warga negara

dalam bela negara menjadi hal yang sangat penting mengingat kesadaran bela negara

merupakan soft power bagi bangsa dan negara sekaligus dapat menjadi bargaining

position bangsa dan negara di mata dunia. Dalam rangka pembangunan kesadaran bela

negara sebagai upaya mencegah disintegrasi bangsa maka penting terlebih dahulu untuk

memahami spektrum dan karakteristik ancaman yang mungkin timbul sehingga adanya

kesamaam pandangan tentang bentuk, macam serta perkembangan lingkungan strategis

yang dapat mengancam kedaulatan negara serta ditentukannya langkah-langkah

antisipatif yang cepat, tepat dan efektif khususnya dalam pembangunan kesadaran bela

negara.

Untuk memberikan gambaran yang jelas tentang karakteristik ancaman

disintegrasi bangsa perlu diketahui bahwa bangsa Indonesia memiliki potensi

disintegrasi sangat besar, hal ini dapat dilihat dari banyaknya permasalahan kompleks

yang terjadi dan apabila tidak dicari solusi pemecahannya akan berdampak pada

meningkatnya eskalasi konflik menjadi upaya memisahkan diri dari NKRI. Kondisi ini

5

Page 11: 1 Buku Materi Pentaloka 25-26 Nov Di Unmer Pasuruan

dipengaruhi pula dengan menurunnya rasa nasionalisme yang ada didalam masyarakat

dan dapat berkembang menjadi konflik yang berkepanjangan yang akhirnya mengarah

kepada disintegrasi bangsa, apabila tidak cepat dilakukan tindakan-tindakan yang

bijaksana untuk mencegah dan menanggulanginya sampai pada akar permasalahannya

maka akan menjadi bom waktu yang berbahaya bagi keutuhan negara di masa

mendatang. Beberapa ancaman integrasi dapat bersumber dari lingkungan strategis baik

global, regional maupun nasional.

Pertama, Perkembangan Global; Pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan dan

teknologi, khususnya di bidang komunikasi, transportasi dan informasi, telah merubah

tatanan kehidupan masyarakat dunia. Batas‐batas pergaulan antar masyarakat dunia

menjadi semakin tak terbatas (borderless), batas antar negara seakan‐akan menjadi

“kabur” dan informasi dapat dengan cepat merebak ke seluruh dunia serta seluruh lapisan

masyarakat. Pada tataran hubungan antar bangsa telah terjadi perubahan yang cukup

fundamental, yang ditandai dengan perubahan suasana lingkungan strategis yakni

dengan adanya perkembangan tata nilai universal yang tidak bisa ditawar‐tawar seperti

Demokratisasi, Hak Asasi Manusia dan Lingkungan Hidup, juga adanya ancaman faham

radikalisme dan terorisme. Perubahan yang sama juga terjadi pada bidang sosial

budaya,Iptek, Ideologi, Politik, Ekonomi dan Pertahanan Keamanan yang tidak mungkin

untuk dihindari.

Sejalan dengan perkembangan tersebut, kecenderungan lain yang mungkin

berkembang adalah pergeseran pertumbuhan ekonomi dari kawasan Amerika dan Eropa

yang telah mengalami titik jenuh ke wilayah Asia. Perkembangan tersebut akan

menimbulkan implikasi pada seluruh aspek kehidupan yang pada akhirnya akan

mempengaruhi sistem nilai bangsa‐bangsa yang ada di Asia termasuk Indonesia.

Sebagai negara yang memiliki letak di posisi strategis dengan jumlah penduduk yang

cukup besar dan sumber kekayaan alam yang masih banyak, Indonesia termasuk salah

satu negara didunia yang menjadi sasaran ideologi-ideologi besar dunia, oleh sebab itu

apabila Indonesia tidak waspada terhadap pengaruh tersebut dapat berkembang menjadi

masalah bangsa yang pada akhirnya akan mendorong pada kehancuran negara.

Disamping masalah ideologi tersebut, arus globalisasi juga mendorong demokratisasi

yang cukup kuat. Nilai demokrasi yang dirasakan cukup berkembang adalah kebebasan,

keadilan dan kesetaraan. Akan tetapi karena globalisasi sangat didominasi oleh negara‐

negara barat yang dimotori oleh negara yang memiliki faham liberalisme, nilai kebebasan

sangat menonjol sebagai konsekuensi dari ideologi leberal yang lebih mengedepankan

nilai kebebasan individu. Sehubungan dengan itu dengan alasan demokrasi dan demi

6

Page 12: 1 Buku Materi Pentaloka 25-26 Nov Di Unmer Pasuruan

keadilan, dibeberapa negara didunia telah muncul dan berkembang ide separatisme yang

kadang‐kadang punya kaitan atau benang merah dengan negara tertentu didunia yang

memiliki ideologi liberal.

Isu lain yang sedang melanda dunia adalah isu ekonomi khususnya terkait dengan

krisis energi, krisis pangan dan krisis keuangan global. Krisis ekonomi dunia diperkirakan

akan berdampak negatif terhadap perekonomian disemua negara didunia. Krisis

keuangan dunia yang diperkirakan masih terus berlanjut akan mempengaruhi

perkembangan industri yang langsung akan menimbulkan permasalahan disektor lainnya

seperti bahan baku dan tenaga kerja. Kondisi tersebut akan menurunkan daya beli

masyarakat khususnya yang berpenghasilan rendah. Hal ini dapat memicu ketimpangan

psikologis khususnya mengenai perasaan keadilan dan kelayakan penghidupan dan

dapat memicu ketidakpuasan, konflik dan kerawanan sosial.

Dari kondisi tersebut diatas secara langsung maupun tidak langsung akan

mempengaruhi perikehidupan masyarakat Indonesia yang dapat menjadi ancaman

keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia apabila perubahan lingkungan strategis

ini tidak diikuti perkembangannya dan diantisipasi dengan jalan keluar yang tepat.

Kedua, Perkembangan Regional; Globalisasi yang terus berkembang akan

mempengaruhi kondisi regional. Salah satu respon yang muncul adalah penguatan

regional diberbagai bidang seperti yang terjadi di kawasan Asia Tenggara. Negara‐negara

yang tergabung dalam Piagam ASEAN masing-masing mengharapkan dapat memperoleh

manfaat untuk memajukan negaranya melalui pelaksanaan Piagam ASEAN maka

hubungan antar negara anggota termasuk hubungan masyarakatnya akan semakin

berkembang dan terbuka luas diberbagai aspek kehidupan terutama dibidang ekonomi

dan sosial budaya. Interaksi kehidupan masyarakat akan semakin kuat sehingga akan

terjadi perubahan kultur sesuai intensitas kehidupan dimana pengaruh negara‐negara

yang lebih maju akan lebih kuat. Sejalan dengan perkembangan tersebut maka mobilitas

masyarakat akan semakin tinggi sehingga batas‐batas negara anggota akan semakin

kabur. Dalam kondisi semacam ini akan sangat mungkin terjadi kegiatan‐kegiatan yang

bersifat ilegal yang dilakukan oleh oknum/kelompok tertentu untuk tujuan tertentu

sehingga dapat merugikan bangsa dan negara.

Ketiga, Kondisi Nasional; Indonesia sebagai negara kepulauan terbesar di

dunia yang didiami oleh lebih dari 300 suku bangsa membentuk kondisi yang sangat

majemuk. Kondisi yang heterogen tersebut berimplikasi pula terhadap kategorisasi isu-isu

7

Page 13: 1 Buku Materi Pentaloka 25-26 Nov Di Unmer Pasuruan

keamanan sesuai dengan besarannya untuk dikelompokkan dalam isu keamanan yang

berskala nasional, provinsial atau lokal. Situasi dan kondisi nasional yang berkembang,

disamping dipengaruhi oleh perkembangan secara global maupun regional, pada

kenyataannya nampak pada segenap aspek/gatra kehidupan bangsa, baik dalam gatra

alamiah maupun gatra sosial. Dari Aspek Geografi; Indonesia yang terletak pada posisi

silang dunia merupakan letak yang sangat strategis untuk kepentingan lalu lintas

perekonomian dunia selain itu juga  memiliki berbagai permasalahan yang sangat rawan

terhadap timbulnya disintegrasi bangsa. Dari ribuan pulau yang dihubungkan oleh laut

memiliki karakteristik yang berbeda-beda dengan kondisi alamnya yang juga sangat

berbeda-beda pula menyebabkan munculnya kerawanan sosial yang disebabkan oleh

perbedaan daerah misalnya daerah yang kaya akan sumber kekayaan alamnya dengan

daerah yang kering tidak memiliki kekayaan alam dimana sumber kehidupan sehari-hari

hanya disubsidi dari pemerintah dan daerah lain atau tergantung dari daerah lain. Daerah

yang berpotensi untuk memisahkan diri adalah daerah yang paling jauh dari ibu kota, atau

daerah yang besar pengaruhnya dari negara tetangga atau daerah perbatasan, daerah

yang mempunyai pengaruh global yang besar, seperti daerah wisata, atau daerah yang

memiliki kakayaan alam yang berlimpah.

Kemudian Aspek Demografi; Jumlah penduduk yang besar, penyebaran yang

tidak merata, sempitnya lahan pertanian, kualitas SDM yang rendah berkurangnya

lapangan pekerjaan, telah mengakibatkan semakin tingginya tingkat kemiskinan karena

rendahnya tingkat pendapatan, ditambah lagi mutu pendidikan yang masih rendah

menyebabkan sulitnya kemampuan bersaing dan dapat dengan mudah dipengaruhi oleh

tokoh elit politik/intelektual untuk mendukung kepentingan pribadi atau golongan.

Dilihat dari Aspek Kekayaan Alam; Kekayaan alam Indonesia yang melimpah

baik hayati maupun non hayati akan tetap menjadi daya tarik tersendiri bagi negara

Industri, walaupun belum secara keseluruhan dapat digali dan di kembangkan secara

optimal namun  potensi ini perlu didayagunakan dan dipelihara sebaik-baiknya untuk

kepentingan pemberdayaan masyarakat dalam peran sertanya secara berkeadilan guna

mendukung kepentingan perekonomian nasional. Kekayaan alam Indonesia yang sangat

beragam dan berlimpah dan penyebarannya yang tidak merata dapat menyebabkan

kemungkinan terjadinya disintegrasi bangsa, karena hal ini meliputi hal-hal seperti

pengelolaan, pembagian hasil, pembinaan apabila terjadi kerusakan  akibat dari

pengelolaan.

8

Page 14: 1 Buku Materi Pentaloka 25-26 Nov Di Unmer Pasuruan

Dari Aspek Ideologi; Pancasila merupakan alat pemersatu bangsa Indonesia

dalam penghayatan dan pengamalannya masih belum sepenuhnya sesuai dengan nilai-

nilai dasar Pancasila, bahkan saat ini sering diperdebatkan.  Ideologi Pancasila

cenderung tergugah dengan adanya kelompok-kelompok tertentu yang mengedepankan

faham liberal atau kebebasan tanpa batas, demikian pula faham keagamaan yang bersifat

ekstrim baik kiri maupun kanan. Gerakan-gerakan kelompok radikal merupakan salah

satu ancaman nyata. Motif yang melatarbelakangi gerakan-gerakan tersebut dapat

berupa dalih agama, etnik, atau kepentingan rakyat. Pada saat ini masih terdapat anasir-

anasir radikalisme yang menggunakan atribut keagamaan berusaha mendirikan negara

dengan ideologi lain. Apabila kondisi ini tidak ditangani dengan bijaksana pada akhirnya

dapat menimbulkan kemungkinan disintegrasi bangsa.

Ditinjau dari Aspek Politik; Ancaman berdimensi politik dapat bersumber dari luar

negeri maupun dari dalam negeri. Dari luar negeri, ancaman berdimensi politik dilakukan

oleh suatu negara dengan melakukan tekanan politik terhadap Indonesia. Intimidasi,

provokasi, atau blokade politik merupakan bentuk-bentuk ancaman nirmiliter berdimensi

politik yang sering kali digunakan oleh pihak-pihak lain untuk menekan negara lain.

Ancaman berdimensi politik yang berasal dari luar dapat dilakukan oleh aktor negara dan

aktor yang bukan negara dengan menggunakan isu-isu global sebagai kendaraan untuk

menyerang atau menekan Indonesia. Pelaksanaan penegakan HAM, demokratisasi,

penanganan lingkungan hidup, serta penyelenggaraan pemerintahan yang bersih dan

akuntabel selalu menjadi komoditas politik bagi masyarakat internasional untuk

mengintervensi suatu negara.

Ancaman yang berdimensi politik yang bersumber dari dalam negeri dapat berupa

penggunaan kekuatan berupa mobilisasi massa untuk menumbangkan suatu

pemerintahan yang berkuasa, atau menggalang kekuatan politik untuk melemahkan

kekuasaan pemerintah. Ancaman separatisme juga merupakan bentuk ancaman politik

yang timbul di dalam negeri. Hal lain yang juga menonjol adalah timbulnya penguatan

identitas lokal sebagai respons masyarakat dalam menyikapi pemberlakuan Otonomi

Daerah. Penguatan identitas lokal banyak dimunculkan dalam kemasan isu putra daerah,

hak adat, dan hak ulayat. Kondisi yang berkembang seperti ini sangat kontraproduktif

dengan prinsip bangsa Indonesia, yaitu Bhinneka Tunggal Ika. Penguatan identitas lokal

yang tidak terkelola dengan baik berpotensi menyulut konflik horizontal yang berdimensi

suku, agama, ras dan antargolongan, serta antar kepentingan.

9

Page 15: 1 Buku Materi Pentaloka 25-26 Nov Di Unmer Pasuruan

Selanjutnya dari Aspek Ekonomi; Ekonomi tidak saja menjadi alat stabilitas

dalam negeri, tetapi juga merupakan salah satu alat penentu posisi tawar setiap negara

dalam hubungan antarnegara atau pergaulan internasional. Negara-negara dengan

kondisi perekonomian yang lemah sering menghadapi kesulitan dalam berhubungan

dengan negara lain yang posisi ekonominya lebih kuat. Ekonomi yang kuat biasanya

diikuti pula dengan politik dan militer yang kuat. Ancaman berdimensi ekonomi berpotensi

menghancurkan pertahanan sebuah negara. Pada dasarnya ancaman berdimensi

ekonomi dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu internal dan eksternal. Dalam konteks

Indonesia, ancaman internal dapat berupa inflasi dan pengangguran yang tinggi,

infrastruktur yang tidak memadai, penetapan sistem ekonomi yang belum jelas,

ketimpangan distribusi pendapatan dan ekonomi biaya tinggi, sedangkan secara

eksternal, dapat berbentuk indikator kinerja ekonomi yang buruk, daya saing rendah,

ketidaksiapan menghadapi era globalisasi, dan tingkat dependensi yang cukup tinggi

terhadap asing.

Dari tinjauan Aspek Sosial Budaya; Ancaman yang berdimensi sosial budaya

dapat dibedakan atas ancaman dari dalam, dan ancaman dari luar. Ancaman dari dalam

didorong oleh isu-isu kemiskinan, kebodohan, keterbelakangan, dan ketidakadilan. Isu

tersebut menjadi titik pangkal timbulnya permasalahan, seperti separatisme, terorisme,

kekerasan yang melekat-berurat berakar, dan bencana akibat perbuatan manusia. Isu

tersebut lama kelamaan menjadi “kuman penyakit” yang mengancam persatuan dan

kesatuan bangsa, nasionalisme, dan patriotisme. Watak kekerasan yang melekat dan

berurat berakar berkembang, seperti api dalam sekam di kalangan masyarakat yang

menjadi pendorong konflik-konflik antar masyarakat atau konflik vertikal antara

pemerintah pusat dan daerah. Pertumbuhan penduduk yang terus berlangsung telah

mengakibatkan daya dukung dan kondisi lingkungan hidup yang terus menurun.

Bersamaan dengan itu merebaknya wabah penyakit pandemi, seperti flu burung, demam

berdarah, HIV/AIDS, dan malaria merupakan tantangan serius yang dihadapi di masa

datang.

Ancaman dari luar timbul bersamaan dengan dinamika yang terjadi dalam format

globalisasi dengan penetrasi nilai-nilai budaya dari luar negeri sulit dibendung yang

mempengaruhi nilai-nilai di Indonesia. Kemajuan teknologi informasi mengakibatkan

dunia menjadi kampung global yang interaksi antar masyarakat berlangsung dalam waktu

yang aktual. Yang terjadi tidak hanya transfer informasi, tetapi juga transformasi dan

sublimasi nilai-nilai luar secara serta merta dan sulit dikontrol. Sebagai akibatnya, terjadi

benturan peradaban, lambat-laun nilai-nilai persatuan dan kesatuan bangsa semakin

10

Page 16: 1 Buku Materi Pentaloka 25-26 Nov Di Unmer Pasuruan

terdesak oleh nilai-nilai individualisme. Fenomena lain yang juga terjadi adalah konflik

berdimensi vertikal antara pemerintah pusat dan daerah, disamping konflik horizontal

yang berdimensi etnoreligius masih menunjukkan potensi yang patut diperhitungkan.

Bentuk-bentuk ancaman sosial budaya tersebut apabila tidak dapat ditangani secara tepat

dapat membahayakan sendi-sendi kehidupan bermasyarakat dan berbangsa.

Kemudian yang terakhir dari Aspek Pertahanan dan Keamanan; Bentuk

ancaman terhadap kedaulatan negara yang terjadi saat ini menjadi bersifat multi

dimensional yang berasal dari dalam negeri maupun dari luar negeri, hal ini seiring

dengan perkembangan  kemajuan  ilmu  pengetahuan   dan   teknologi,   informasi dan

komunikasi. Demikian pula sarana dan prasarana pendukung didalam pengamanan  

bentuk ancaman yang bersifat multi dimensional yang bersumber dari permasalahan

ideologi, politik, ekonomi, sosial budaya. Adanya ketidaksamaan persepsi tentang

ancaman pertahanan dan keamanan ini dapat menimbulkan ketidakefektifan penanganan

ancaman yang muncul sehingga cenderung dapat mengganggu stabilitas nasional.

Dari uraian di atas nampak bahwa spektrum bahaya yang akan dihadapi bangsa

di masa depan bersifat komprehensif (Comprehensive Security Threat). Disamping

bahaya militeristik antar negara yang disebut bahaya simetrik, juga berkembang bahaya

asimetrik aktor‐aktor non‐negara terhadap “human security” baik yang bersifat bencana

alam baik natural maupun “man mad” seperti “global warming”; bahaya sosial ekonomi

berupa kemiskinan, pengangguran, penyakit menular, gobalisasi yang tak terkendali

sehingga menimbulkan “global injustice”, kerusakan lingkungan hidup juga bahaya sosial

politik dalam bentuk terorisme, radikalisme, perasaan ketidakadilan, konflik horizontal,

separatisme, kejahatan transnasional terorganisasi dan sebagainya.  Kondisi ini

dipengaruhi pula dengan menurunnya rasa nasionalisme yang ada didalam masyarakat

sehingga semakin memperberat usaha-usaha pemerintah dalam rangka menumbuhkan

kesadaran bela negara. Dengan demikian urgensi internalisasi nilai-nilai bela negara

menjadi sangat vital dan mendesak harus dilakukan dengan lebih kuat, intensif dan

komprehensif.

Terkait dengan uraian diatas maka bagaimana konsep bela negara yang harus

dipahami serta nilai-nilai apa yang harus dibangun perlu dijelaskan lebih lanjut. Konsep

bela negara dapat diartikan secara fisik dan non-fisik, secara fisik dengan mengangkat

senjata menghadapi serangan atau agresi musuh, secara non-fisik dapat didefinisikan

sebagai segala upaya untuk mempertahankan negara dengan cara meningkatkan rasa

nasionalisme, yakni kesadaran berbangsa dan bernegara, menanamkan kecintaan

11

Page 17: 1 Buku Materi Pentaloka 25-26 Nov Di Unmer Pasuruan

terhadap tanah air, serta berperan aktif dalam memajukan bangsa dan negara. Bela

negara adalah sikap dan perilaku warga negara yang dijiwai oleh kecintaannya kepada

Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang

Dasar 1945 dalam menjalin kelangsungan hidup bangsa dan negara yang seutuhnya.

Kementerian Pertahanan mengembangkan lima nilai dasar bela negara, yaitu cinta tanah

air, sadar berbangsa dan bernegara, yakin  pada Pancasila sebagai ideologi negara, rela

berkorban untuk bangsa dan negara, serta memiliki kesiapan psikis dan fisik untuk

melakukan upaya bela negara. Selanjutnya nilai-nilai bela negara inilah yang harus

diwujudkan dalam tindakan nyata.  Nilai-nilai bela negara apabila diterapkan akan

berimplikasi  pada daya  penangkalan (deterrence effect) terhadap bangsa lain yang ingin

menghancurkan atau menyerang negara kita ataupun ancaman yang datang dari dalam

negeri. Implementasi nilai dasar tersebut antara lain, Pertama, Cinta tanah air, yang

penjabarannya adalah menjadi warga Negara Indonesia yang bangga sebagai bangsa

Indonesia, yang mana memiliki rasa percaya diri, tanggung jawab, dan kemandirian moral

serta keberanan moral. Selain itu seorang warga negara dapat memberikan kontribusi

pada kemajuan bangsa dan negara disegala aspek kehidupan sesuai dengan

kemampuan, profesi serta jangkauan kewenangannya serta seorang warga negara harus

mengenal, memahami dan mencintai wilayah nasional dengan cara menjaga nama baik

bangsa dan  negara, menjaga tanah dan pekarangan serta seluruh ruang wilayah

Indonesia.

Kedua, Memiliki kesadaran berbangsa dan bernegara, yaitu warga negara yang

mampu menjalankan hidup dan mampu berinteraksi  dalam kehidupan bermasyarakat,

berbangsa dan bernegara, dengan ciri-ciri mencintai persatuan dan kesatuan, dimulai dari

lingkungan yang  terkecil, yakni keluarga, kemudian lingkungan sekitar tempat tinggal

(RT/RW), kelurahan, camat, kabupaten/kota, provinsi hingga negara, menjaga nilai-nilai

budaya bangsa, taat  pada aturan hukum, dan berbagai norma yang telah disepakati

bersama, seperti norma sopan santun, norma hukum dan norma moral, mengakui,

menghargai dan menghormati bendera merah putih, Lambang negara  dan lagu

kebangsaan Indonesia Raya, menjalankan hak dan kewajiban  sesuai dengan peraturan

perundang-undangan yang berlaku dan mengutamakan  kepentingan bangsa diatas

kepentingan pribadi,  keluarga & golongan.

Ketiga, Yakin pada Pancasila sebagai ideologi negara, yang memiliki beberapa

makna, diantaranya memahami nilai-nilai dalam Pancasila disertai dengan melaksanakan

nilai-nilai  tersebut dalam kehidupan sehari-hari, menjadikan Pancasila sebagai

pemersatu bangsa dan  negara atau dapat dijadikan kerangka acuan dalam interaksi dan

12

Page 18: 1 Buku Materi Pentaloka 25-26 Nov Di Unmer Pasuruan

komunikasi serta landasan bertindak, Pancasila sebagai falsafah dan ideologi negara RI,

dalam hal ini nilai-nilai Pancasila sebagai sumber inspirasi  dan pedoman dalam menata

kehidupan bermasyarakat berbangsa dan bernegara.  

Keempat, Rela berkorban untuk bangsa dan negara, yang memiliki makna dalam

kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara, kita dituntut untuk rela berkorban,

baik itu pikiran, waktu, tenaga, dan bahkan nyawa sekalipun.  Rela  berkorban untuk

bangsa dan negara, bukanlah tindakan yang sia-sia, sebab dengan rela berkorban, berarti

akan  menyangkut harkat dan martabat diri pribadi. Ini mengandung arti dengan

berkorban untuk orang lain, terlebih lagi untuk bangsa dan negara akan menjadikan diri

kita orang yang dipercaya, dengan catatan apa yang kita lakukan harus dapat

dipertanggung jawabkan  dan direncanakan dengan matang, bukan asal berkorban atau

berkorban secara asal-asalan.

Kelima, Memiliki kemampuan awal bela negara.  Kemampuan awal disini

menyangkut kemampuan psikis (jiwa) atau kemampuan warga negara untuk bersikap dan

berprilaku disiplin, ulet, kerja keras, percaya akan kemampuan diri (kemandirian moral

dan keberanian moral), tahan uji dan pantang  menyerah.  Jika warga negara tidak

memiliki kemampuan psikis, sulit bagi sebuah bangsa untuk mencapai cita-cita dan tujuan

nasional, bahkan mungkin akan membawa kepada jurang kehancuran. Dan selanjutnya

adalah kemampuan fisik, dimana setiap warga negara harus sehat, tangkas, memiliki

tubuh yang proporsional sehingga akan mendukung kondisi kejiwaan (psikis).

Apabila ditelaah, dapat ditemukan bahwa nilai‐nilai bela negara ini adalah nilai-

nilai kebangsaan yang mengacu pada konsensus dasar bangsa yang unsur‐unsurnya

terdiri dari falsafah bangsa Pancasila, konstitusi negara Undang‐Undang Dasar Negara

Republik Indonesia Tahun 1945, dan bentuk Negara Kesatuan Republik Indonesia serta

semboyan bangsa Bhinneka Tunggal Ika, dengan tetap menjaga keseimbangan antara

moralitas institusional/kelembagaan negara, moralitas sosial yang menyangkut

kepentingan umum dan masyarakat (social morality) dan moralitas sipil (civil morality)

serta moralitas global (global morality). Dengan demikian nilai-nilai bela negara inilah

yang sebenarnya menjadi tonggak dan landasan ketahanan nasional Indonesia. Sehingga

mengingat nilai strategis pemantapan nilai‐nilai bela negara inilah maka

pembangunannya harus dilaksanakan secara teratur, terarah dan berkesinambungan di

lintas profesi, multi sektoral, lintas budaya dan agama.

13

Page 19: 1 Buku Materi Pentaloka 25-26 Nov Di Unmer Pasuruan

Setelah adanya pemahaman pada tingkat kognitif tentang konsep dan nilai yang

dikembangkan, implementasi pembangunan nilai-nilai bela negara tersebut harus

dijabarkan dalam bentuk upaya yang nyata. Dari uraian diatas kita sudah memiliki

pemahaman bahwa kesadaran bela negara merupakan satu hal yang esensial dan harus

dimiliki oleh setiap warga negara, sebagai wujud penunaian hak dan kewajibannya dalam

upaya bela negara. Kesadaran ini menjadi modal sekaligus kekuatan bangsa dalam

rangka menjaga keutuhan, kedaulatan serta kelangsungan hidup bangsa dan negara

Indonesia. Harus disadari pula bahwa integrasi pada dasarnya merupakan proses

panjang dan sulit, yang artinya bahwa integrasi merupakan suatu proses

berkesinambungan, berdasarkan suatu keberhasilan menuju keberhasilan berikutnya.

Berkaitan dengan kedua hal tersebut, maka pembinaan kesadaran bela negara

merupakan sebuah upaya untuk mewujudkan warga negara Indonesia yang

mengerti,menghayati serta yakin untuk menunaikan hak dan kewajibannya dalam upaya

bela negara, merupakan upaya yang harus terus menerus dilakukan guna menjaga

keutuhan dan kelangsungan hidup bangsa dan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Hal

yang pokok dan utama dalam rangka pembangunan kesadaran bela negara ini adalah

harus adanya kesamaan persepsi terlebih dahulu tentang arti penting bela negara

secara nasional sehingga implementasi nilai‐nilai bela negara tumbuh sebagai kesadaran

internal dan kewajiban personal sebagai warga negara dan memahami bahwa hal

tersebut bermuara kepada keberlangsungan kehidupan bangsa dan negara. Membangun

kesamaan persepsi ini bukanlah hal yang mudah dan dapat dilakukan secara instan

karena terkait dengan pola pikir dan pengalaman yang dimiliki individu, diperlukan proses

waktu yang terintegrasikan dengan metode-metode pendekatan yang komprehensif dan

sesuai dengan perkembangan pola pikir masyarakat . Penyamaan persepsi ini terkait

dengan visi, hakikat, tujuan dan sasaran dari bela negara. Pemahaman ini tidak hanya

disampaikan pada ranah pengetahuan saja tetapi harus masuk pada ranah penghayatan

dan aktualisasi. Sebagai pionernya adalah dapat dimulai secara institusional (instansi

pemerintah/swasta) atau membentuk lembaga nasional dengan menyiapkan payung

hukum kuat. Metode yang digunakan harus mampu mewadahi gaya/kebiasaan hidup

masyarakat dan disesuaikan dengan perkembangan pola pikir masyarakat sesuai

komunitasnya.

Kemudian dalam penyelenggaraan pembangunan kesadaran bela negara harus

sebagai sebuah gerakan nasional yang serius, teratur, terarah dan berkesinambungan

meliputi semua aspek kehidupan masyarakat dan dilaksanakan oleh pemerintah pusat,

pemerintah daerah, partai politik, swasta maupun masyarakat. Pemerintah, mengatur

14

Page 20: 1 Buku Materi Pentaloka 25-26 Nov Di Unmer Pasuruan

dan mengembangkan kebijakan dalam rangka penyelenggaraan pemantapan nilai‐nilai

bela negara; Pemerintah Daerah menyelenggarakan pemantapan nilai‐nilai bela negara

sesuai kebijakan dan peraturan per undang‐undangan yang berlaku; Partai politik dan

swasta menyelenggarakan pemantapan nilai‐nilai bela negara dengan bantuan teknis dari

pemerintah sesuai dengan yang telah diatur dalam peraturan perundang‐undangan;

Masyarakat membentuk asosiasi atau lembaga penyelenggaraan pemantapan nilai‐nilai

bela negara dalam organisasi yang dibentuk sendiri oleh masyarakat selama tidak

bertentangan dengan peraturan perundang‐undangan yang berlaku dan diatur dalam

peraturan perundang‐undangan yang lebih rendah. Selanjutnya pemantapan nilai‐nilai

bela negara wajib diikuti oleh setiap warga negara disesuaikan dengan tingkat pendidikan

dan pemahaman serta situasi yang melingkupi warga negara serta dalam

pelaksanaannya harus tetap mengacu pada kebijakan pemerintah dibidang pemantapan

nilai‐nilai bela negara, sedangkan dalam pelaksanaan teknisnya diatur oleh peraturan

sesuai bidang fungsinya. Dengan ditetapkannya pembangunan bela negara sebagai

gerakan nasional, maka pelaksanaannya dapat berlangsung dalam berbagai jalur pada

pendidikan formal, non formal, pendidikan dan pelatihan kedinasan/swasta, organisasi

kemasyarakatan/ partai politik, keluarga maupun kegiatan pendidikan melalui dunia

maya/media internet.

Pembangunan nilai‐nilai bela negara merupakan bagian yang tidak terpisahkan

dari pembinaan sumber daya manusia Indonesia yang juga menjadi bagian dari sistem

pendidikan nasional. Sehingga dalam rangka penyelarasan pengelolaan pemantapan

nilai‐nilai bela negara, perlu ditetapkan kebijakan umum dan nasional yang berlandaskan

kebijakan dan strategi pembinaan sumber daya manusia Indonesia yang dijabarkan oleh

lingkup departemen/instansi sampai dengan unsur-unsur pemerintah daerah. Dalam

pelaksanaannya sangat diperlukan partisipasi seluruh elemen masyarakat sehingga dapat

berperan aktif untuk menyumbangkan berbagai pemikiran sesuai dengan perkembangan

yang terjadi di dalam masyarakat selama tidak bertentangan dengan peraturan

perundang‐undangan yang berlaku.

Dalam rangka mendapatkan hasil yang optimal dan berkesinambungan dalam

pembangunan nilai‐nilai bela negara perlu regenerasi secara terus menerus. Dalam

peralihan generasi ini tidak dapat terjadi secara alamiah, tetapi harus melalui rekayasa

sosial yang demokratis dan dialogis. Dalam hal ini peranan pendidikan sebagai

lembaga penanaman kemampuan pengetahuan (knowledge), keterampilan (skill) dan

perilaku (affeksi, behavior) yang akan mewarnai peradaban dan keluarga sebagai ikatan

15

Page 21: 1 Buku Materi Pentaloka 25-26 Nov Di Unmer Pasuruan

yang mengandung “chemistry” kultural yang erat karena ikatan darah sangat strategis.

Dunia pendidikan dan keluarga harus dibebaskan dari pemasungan (karantina) peserta

didik dan anggota keluarga dari persoalan‐persoalan dasar bangsa yang riil. Dalam iklim

yang masih sangat paternalistik nampaknya keteladanan para pendidik dan orang tua

dalam pemantapan nilai‐nilai bela negara sangat signifikan, dalam interaksi yang

demokratis dan dialogis sehingga akan sangat berpengaruh terhadap sikap anak‐anak

sebagai generasi penerus bangsa terhadap makna nilai‐nilai bela negara.

Pembangunan nilai-nilai bela negara sebagai sebuah program pembangunan

sumber daya manusia agar dapat terlaksana secara berlanjut dan berkesinambungan,

maka perlu juga dukungan moral, politis dan anggaran yang memadai dalam rangka

penyelenggaraanya baik dari anggaran negara maupun dibukanya kesempatan

partisipasi masyarakat.

Akhirnya hal yang mendasar dan krusial dalam pembangunan nilai-nilai bela

negara adalah bagaimana membangun kesadaran pribadi diri kita mulai dari lingkungan

keluarga, lingkungan kerja/instansi maupun dalam masyarakat. Kesadaran dan

keteladanan yang kuat dan positif dari setiap individu warga negara akan memiliki efek

pengaruh kuat dan simultan kepada lingkungan jika dilaksanakan oleh setiap warga

negara sesuai fungsi, tugas dan tanggung jawabnya masing-masing.

Sebagai kesimpulan dari bahasan ide membangun kesadaran bela negara dalam

upaya mencegah disintegrasi bangsa berangkat dari pemahaman bahwa dalam era

global ini ancaman terhadap keutuhan bangsa Indonesia bersifat multidimensional dan

kompleks seiring dengan kondisi lingkungan strategis global, regional dan nasional.

Dengan demikian penanaman nilai-nilai bela negara seperti cinta tanah air, sadar

berbangsa dan bernegara, yakin  pada Pancasila sebagai ideologi negara, rela berkorban

untuk bangsa dan negara serta kesiapan psikis dan fisik untuk melakukan upaya bela

negara bagi setiap warga negara memiliki urgensi yang tinggi bagi keutuhan dan

kesatuan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Sehingga pembangunan nilai-nilai bela

negara ini harus senantiasa diupayakan secara nasional, meliputi segala aspek

kehidupan, setiap komponen bangsa dan dilaksanakan secara konsisten dan

berkesinambungan.

Demi berhasilnya pembangunan kesadaran bela negara ini diperlukan kerjasama

semua komponen bangsa mulai dari menyamakan persepsi, menjadikan sebagai gerakan

nasional sehingga dapat dilaksanakan dalam berbagai jalur, komitmen dari penentu dan

16

Page 22: 1 Buku Materi Pentaloka 25-26 Nov Di Unmer Pasuruan

pelaksana kebijakan dalam memberikan dukungan moril dan anggaran termasuk payung

hukum yang kuat serta diperlukannya rekayasa sosial yang berkesinambungan dalam

rangka regenerasi nilai-nilai bela negara dan komitmen dari setiap individu warga negara

untuk berbuat yang terbaik bagi bangsa dan Negara Indonesia sesuai fungsi dan

tugasnya.

Demikian makalah tentang membangun kesadaran bela negara dalam upaya

mencegah disintegrasi bangsa di era global, semoga dapat bermanfaat bagi para peserta

penataran.

Selesai.

Daftar Pustaka

Amirul Isnaini, Mayor Jenderal TNI, Mencegah Keinginan Beberapa Daerah Untuk Memisahkan Diri Tegak Utuhnya NKRI, Jakarta, Lemhannas 2001.

Bennet, Christine, “Comprehensive Multikultural Education : Theory and Practice”, edisi kedua, Allyn and Bacon‐London‐Sydney‐Torornto, 1990.

Darmodiharjo, Darji, “ Cita Negara Integralistik Indonesia Dalam UUD 1945”, BP‐ 7

Departemen Pertahanan RI, Buku Putih Pertahanan Indonesia 2008, Jakarta, 2008.

Departemen Pertahanan RI, Doktrin Pertahanan Negara, Jakarta, 2007.

Departemen Pertahanan RI, Kesadaran Bela Negara Menjadi Soft Power Indonesia Menghadapi Ancaman Nir Militer dalam http://www.buletindephan.go.id edisi Selasa, 09 Februari 2010

Departemen Pertahanan RI, Postur Pertahanan Negara, Jakarta, 2007.

Departemen Pertahanan RI, Strategi Pertahanan Negara, Jakarta, 2007.

Dirjen Pothan Dephan, Buku Petunjuk Penyelenggaraan Pembinaan Kesadaran Bela Negara, Skep/56/XII/2004, tanggal 7 Desember 2004.

Hasil Panyek Puslitbang Strahan TA 2002/2003, Pengembangan Strategi Pertahanan Untuk Menanggulangi Kemungkinan Disintegrasi Bangsa Dalam Rangka Meningkatkan Ketahanan Nasional.

HB. Amiruddin Maulana, Drs, SH, Msi. “Menjaga Kepentingan Nasional Melalui Pelaksanaan Otonomi Daerah Guna Mencegah Terjadinya Disintegrasi Bangsa”, Jakarta, Lemhannas, 2001.

Ketetapan MPR Nomor : V/MPR/2000 tentang Pemantapan Persatuan dan Kesatuan Nasional. Jakarta, 2000.

Lemhanas RI, Naskah Akademik ; Pedoman Pemantapan Nilai-Nilai Kebangsaan, Jakarta, 2009.

Perpustakaan Universitas Indonesia, Pembinaan kesadaran bela negara sebagai salah satu upaya mencegah disintegrasi bangsa (studi kasus di Provinsi Nanggroe

17

Page 23: 1 Buku Materi Pentaloka 25-26 Nov Di Unmer Pasuruan

Aceh Darussalam); Abstrak Tesis S2 oleh Endang Purwaningsih dalam http://www.lontar.ui.ac.id// opac/themes/libri2/detail.jsp?id=88471&lokasi=lokal

Sekretariat Jenderal MPR RI. Undang‐undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dalam satu naskah.

Sekretariat Negara RI.    Undang-Undang RI Nomor. 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Jakarta, 2004.

Sekretariat Negara RI.     Undang-Undang RI Nomor. 22 tahun 1999 tentang Otonomi Daerah . Jakarta, 1999.

Sekretariat Negara RI.     Undang-Undang RI Nomor. 3 tahun 2002 tentang Pertahanan Negara . Jakarta, 2002.

Sekretariat Negara RI.     Undang-Undang RI Nomor. 34 tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia (TNI). Jakarta, 2004.

Tim ICCE UIN Jakarta, “Pendidikan Kewarganegaraan (Civic Education) : Demokrasi, Hak Asasi Manusia dan Masyarakat Madani”, Jakarta, Praneda Media, 2003.

Undang‐Undang Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2006 tentang Kewarganegaraan Republik Indonesia.

Undang‐undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.

Undang‐Undang Republik Indonesia Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia.

18

Page 24: 1 Buku Materi Pentaloka 25-26 Nov Di Unmer Pasuruan

Pendidikan Kewarganegaraan Berbasis Pada Pendidikan Karakteroleh: Mayjen TNI (Purn) Drs. H. Warsito, S.H., M.M.

(Ketua ADPK Pusat)

PENDAHULUAN

Krisis multidimensi yang melanda Bangsa dan Negara Kesatuan Republik Indonesia

masih belum menunjukkan tanda-tanda akan berakhir. Bahkan kondisi Bangsa dan

Negara kita saat ini terasa semakin menghawatirkan. Terutama dari sisi nasionalisme,

bahkan cenderung kepada dis-integrasi. Kondisi ini tidak lepas dari pengaruh globalisasi

atau pengaruh dari perkembangan lingkungan strategik baik secara internasional,

regional maupun nasional. Dalam upaya mengatasi kondisi tersebut, hendaknya bertolak

dari bagaimana kita memberikan pemahaman kehidupan berbangsa dan bernegara.

Upaya ini tidak lepas dari bagaimana kita memberikan pendidikan kewarganegaraan

kepada generasi muda (pemuda – pelajar – mahasiswa). Didalam upaya kita memberikan

pendidikan kewarganegaraan sudah barang tentu kita berlandaskan pada Pancasila

sebagai Ideologi Negara dan Undang-undang Dasar 1945 yang menjadi dasar dalam

upaya menata kehidupan berbangsa dan bernegara. Disamping itu Pendidikan

Kewarganegaraan juga harus dilandasi oleh Pendidikan Moral Bangsa atau Pendidikan

Karakter.

PERAN PENDIDIKAN TINGGI

Peran Pendidikan Tinggi dalam membangun sikap dan moral bangsa sudah diawali

dari sebelum terbentuknya negara ini. Munculnya intelektual muda lulusan perguruan

tinggi pada jamannya. Dr. Wahidin Soedirohusodo, Dr. Soetomo, Dr. Tjipto

Mangunkusumo, Ir. Soekarno, Drs. Moh. Hatta dan ratusan intelektual muda lainnya

mengawali kesadaran kebangsaan Indonesia adalah lebih embrional dan genial serta

nyata dalam menampilkan peran Pendidikan Tinggi tersebut. Kesadaran itulah yang

melahirkan Indonesia dan ke-Indonesia-an yang merdeka.

Dihadapkan pada kondisi, pada era global yang senantiasa berkembang dengan

mewarisi semangat dan pemikiran serta perjuangan para intelektual muda pendahulu kita

tersebut maka Pendidikan Tinggi mengemban peran sangat penting dan mulia dalam

upaya memberikan pemahaman tentang makna kehidupan berbangsa dan bernegara.

Sesuai dengan UU. RI. Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional,

PendidikanTinggi berperan :

19

Page 25: 1 Buku Materi Pentaloka 25-26 Nov Di Unmer Pasuruan

a. Menyapkan mahasiswa menjadi warganegara beriman dan berakhlak, memiliki

kemampuan akademik dan intelektual dalam bidang ilmu pengetahuan, teknologi

dan /atau seni, yang memiliki jiwa kewirausahaan dan mampu mengembangkan

potensi dirinya menjadi manusia produktif bagi kehidupan pribadi, masyarakat,

bangsa dan umat manusia.

b. Mengembangkan, menyebarluaskan dan menerapkan ilmu pengetahuan,

teknologi dan /atau seni untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat dan daya

saing bangsa serta memperkaya budaya.

c. Mendorong perubahan dan pembaharuan masyarakat sesuai dengan

perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi dan /atau seni.

Keluaran dari peran atau fungsi Pendidikan Tinggi adalah 2 (dua) kualitas

kemampuan mahasiswa calon pemimpin masa depan, yakni kualitas intelektual dan

kualitas wawasan kebangsaan. Aspek kualitas intelektual memberikan landasan kuat

dalam konsepsinya membangun bangsa. Sedangkan aspek kualitas wawasan

kebangsaan memberikan arah dan haluan kemempuan intelektual dalam mencapai tujuan

nasional. Untuk dapat menghasilkan keluaran tersebut kepada mahasiswa disamping

diberikan bekal ilmu pengetahuan, teknologi dan /atau seni juga harus diberikan bekal

tentang wawasan kebangsaan.

PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN

Berbicara tentang pendidikan kewarganegaraan tidak dapat dilepaskan dari

paradigma kewarganegaraan dan tidak bisa berangkat dari makna warga negara (citizen).

Sesuai dengan konsep liberal, dimana konsep kewarganegaraan pada umumnya

dipahami dalam konteks legal formal. Warga Negara memahami dirinya sebagai pribadi-

pribadi dan sebagai pihak yang otonom dalam suatu ikatan yang berdaulat (sovereign

compact). Namun bila dikaitkan dengan pengertian warga negara NKRI, kita lebih tepat

berbicara kewarganegaraan dalam pengertian citizen yang bermakna warga negara yang

memiliki jiwa dan semangat public (dalam kaitan dengan kepentingan bermasyarakat,

berbangsa dan bernegara), sebagai strategi kebijakan politik negara bangsa.

Dalam variasi pemahaman kewarganegaraan paling tidak dapat di-elaborasikan

menjadi 3 (tiga) pengertian sebagai berikut :

a. Kewarganegaraan adalah pemberdayaan masyarakat /warga negara dalam

keterlibatannya /keikutsertaannya atau partisipasi aktif dalam menata kehidupan

komunitas politik, kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.

20

Page 26: 1 Buku Materi Pentaloka 25-26 Nov Di Unmer Pasuruan

b. Kewarganegaraan sebagai dimensi pemenuhan hak sosial budaya (basic right

sufficiency) termasuk hak rasa aman, sebagai suatu ikatan yang berdaulat

(sovereign compact).

c. Kewarganegaraan dikaitkan dengan upaya pencegahan /perbaikan terhadap

terjadinya berbagai konflik berdasarkan perbedaan kelas atau pluralism.

Dari elaborasi 3 (tiga) pengertian kewarganegaraan tersebut diatas bila kita kaitkan

dengan pendidikan kewarganegaraan dapat dipahami bahwa :

a. Pendidikan kewarganegaraan adalah bagian dari proses upaya membangun

cara hidup multikultural untuk meningkatkan wawasan kebangsaan, yang pada

gilirannya akan menumbuhkan kesadaran bela dalam rangka memperkokoh

ketahanan nasional. Jadi dalam hal ini pendidikan kewarganegaraan adalah

penanaman nilai cara hidup /pola sikap dan perilaku normatif atas keragaman

sosial budaya (multikulturisme) ditengah-tengah kehidupan bermasyarakat,

berbangsa dan bernegara, dalam rangka membentuk kekenyalan, ketahanan

(resilience) mental bangsa dalam menghadapi benturan konflik ipoleksosbud.

b. Pendidikan Kewarganegaraan adalah penanaman pola sikap dan perilaku

normative bagi seluruh warga negara untuk memiliki kepedulian terhadap

kehidupan politiknya (kehidupan bermasyakat, berbangsa dan bernegara).

Pendidiakn Kewarganegaraan dalam hal ini merupakan upaya pembentukan

moral dan kepribadian kebangsaan bagi anak bangsa dan warga negaranya untuk

memiliki rasa kebangsaan dan mencintai tanah air (kesadaran bela negara).

LANDASAN YURIDIS DAN PEMAHAMAN PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN

a. UUD 1945 Bab X pasal 27 ayat (3) mengamanatkan tentang hak dan

kewajiban setiap warga negara dalam upaya bela negara. Resultante dari ayat

tersebut adalah pasal 30 Bab XII UUD 1945 yang berisi hak dan kewajiban

warga negara dalam usaha pertahanan dan keamanan. Penjabaran dari

usaha pertahanan dan keamanan tersebut yang dikaitkan dengan Pendidikan

Kewarganegaraan dituangkan dalam UU. RI. Nomor 3 tahun 2003 tentang

“Pertahanan Negara” pasal 9 menyatakan :

Ayat (1) : Setiap warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam upaya bela

negara yang diwujudkan dalam penyelenggaraan pertahanan

negara.

Ayat (2) : Keikutsertaan warga negara dalam upaya bela negara sebagaimana

dimaksud dalam ayat (1) diselenggarakan melalui :

a. Pendidikan Kewarganegaraan

21

Page 27: 1 Buku Materi Pentaloka 25-26 Nov Di Unmer Pasuruan

b. Pelatihan Dasar Kemiliteran secara wajib

c. Pengabdian sebagai prajurit TNI secara wajib atau sukarela

d. Pengabdian sesuai dengan profesi

Dengan demikian melaksanakan pendidikan kewarganegaraan pada

hakikatnya adalah suatu upaya bela Negara.

b. UUD 1945 Bab XIII pasal 31 ayat (1) mengamanatkan setiap warga berhak

mendapat pendidikan. Penjabaran dari hak mendapat pendidikan bagi setiap

warga negara yang berkaitan dengan Pendidikan Kewarganegaraan

dituangkan dalam UU. RI. Nomor 20 tahun 2003 tentang “Sistem Pendidikan

Nasional” pasal 37 ayat (1) dan ayat (2) yang menyatakan :

“Pendidikan Kewarganegaraan merupakan salah satu kurikulum wajib bagi

pendidikan dasar sampai pendidika tinggi”. Dimana dalam penjelasannya

disebutkan “Pendidikan Kewarganegaraan dimaksudkan untuk membentuk

peserta didik /warga negara menjadi manusia yang memiliki rasa kebangsaan

dan cinta tanah air”.

Meskipun secara tersurat terdapat perbedaan atau dipahami berbeda, namun

sesungguhnya secara tersirat keduanya mengandung makna dan tujuan yang sama.

Pendidikan Kewarganegaraan dengan konsepsi bela negara (UU.RI. Nomor 3 tahun

2003) dan Pendidikan Kewarganegaraan dengan konsepsi rasa kebangsaan dan rasa

cinta tanah air (UU.RI. Nomor 20 tahun 2003), secara tersurat berbeda, namun

perbedaan tersebut hanyalah perbedaan pemahaman. Dibalik yang tersurat kedua

pemahaman tersebut bermuara pada makna dan tujuan yang luhur. Ibarat dua sisi mata

uang yang tidak dapat dipisahkan. Bila warga negara memiliki rasa kebangsaan dan rasa

cinta tanah air, maka secara ikhlas dan tulus akan memenuhi hak dan kewajibannya

dalam upaya bela negara. Sebaliknya warga negara yang ikhlas dan tulus dalam

melaksanakan hak dan kewajibannya dalam bela negara tentu memiliki rasa kebangsaan

dan cinta kepada tanah airnya.

TUJUAN DAN KOMPETENSI PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN

DI PERGURUAN TINGGI

Pendidikan Kewarganegaraansecara longitudunal (Pendidikan dasar – Menengah –

Tinggi) secara kognitif telah dilakukan dan dapat dipahami oleh peserta didik. Namun dari

segi domain afektif dan psikomotorik dalam kenyataannya masih dianggap kurang. Bila

dikaitkan dengan kompetensi tertentu dalam setiap mata pelajaran/ kuliah, bahwa

pendidikan kewarganegaraan belum mengacu pada kompetensi.

22

Page 28: 1 Buku Materi Pentaloka 25-26 Nov Di Unmer Pasuruan

Pendidikan Kewarganegaraan baik dengan pemahaman untuk menumbuhkan

kesadaran bela negara maupun utuk menumbuhkan rasa kebangsaan dan rasa cinta

tanah air, sangat tepat bil amencapai domain kognitif (meningkatkan pengetahuan), dan

domain afektif (menumbuhkan) jiwa, semangat dan kepekaan terhadap kesadaran upaya

Bela Negara. Untuk sampai pada domain psikomotorik (ketrampilan fungsional) perlu

dikaji lebih mendalam.

Sesuai dengan Surat Keputusan Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi Depdiknas

Noomr: 38/DIKTI/Kep/2002, Pendidikan Kewarganegaraan memiliki tujuan dan

kompetensi sebagai berikut :

→ Tujuan : agar mahasiswa :

a. Memiliki motivasi menguasai materi Pendidikan Kewarganegaraan

b. Mampu mengkaitkan dan mengimplementasikan dalam peranan dan kedudukan

serta kepentingannya sebagai individu, anggota keluarga/ masyarakat dan warga

negara yang terdidik.

c. Memiliki tekad dan kesediaan dalam mewujudkan kaidah-kaidah nilai berbangsa

dan bernegara untuk menciptakan masyarakat madani.

→ Dengan kompetensi :

Menguasai kemampuan berfikir, bersikap rasional dan dinamis serta berpandangan luas

dalam mengantarkan mahasiswa selaku warga negara memiliki :

a. Wawasan kesadaran bernegara untuk bela negara, cinta tanah air

b. Wawasan kebangsaan untuk kesadaran berbangsa dan mempunyai ketahanan

nasional

c. Pola fikir, pola sikap yang komprehensip serta integral pada seluruh aspek

kehidupan nasional.

PENDIDIKAN KARAKTER

Karakter dalam bahasa Inggris adalah character. Menurut “The Contemporary

English – indonesian Dictionary” – Drs. Peter Salim – Revised, Fourth Edition, 1989.

Character dapat diartikan antara lain : sifat, perilaku, watak, ciri-ciri. Sedangkan menurut

H. Kabul Santoso dkk dalam bukunya “Pembangunan Moral Bangsa” (PT. Java Pustaka

Media Utama, Surabaya, 2005) dinyatakan bahwa moral dapat diberikan pengertian

antara lain sebagai sifat, karakter, kesadaran, keyakinan. Dengan demikian bila kita

berbicara Pendidikan Karakter pada hakikatnya adalah Pendidikan Moral. Kita masih

ingat pada beberapa waktu yang lalu ada matapelajaran PMP (Pendidikan Moral

Pancasila) di tingkat SD (sekolah dasar) maupun di sekolah menengah. Kita juga masih

ingat pernah ada matapelajaran Budi Pekerti.

23

Page 29: 1 Buku Materi Pentaloka 25-26 Nov Di Unmer Pasuruan

Setiap bangsa sebagai suatu kolektivitas sebagimana halnya individu pasti memiliki

jiwa, moral, dan watak atau karakter. Jiwa, moral, watak atau karakter tersebut tumbuh

dan berkembang sesuai dengan perkembangan waktu. Kondisi moral dari waktu ke waktu

mengalami perubahan dan perkembangan yang berbeda-beda.

Perbincangan tentang Pendidikan Moral atau Pendidikan Karekter menjadi bagian

dari kajian filsafat etika. Dewasa ini kajian filsafat etika tentang perilaku atau karakter

manusia kurang diminati oleh masyarakat dan lembaga pendidikan, karena matapelajaran

atau matakuliah tentang etika jarang bahkan tidak ada dalam dunia pendidikan.

Kehidupan masyarakat semakin terbuka, liberal dan pragmatis sehingga muncul

pandangan bahwa kajian etika tidak terlalu relevan bagi pendidikan. Yang dianggap jauh

lebih penting adalah ilmu-ilmu yan praktis dan yang mampu menjawab kepantingan

pasar. Kendatipun telah terjadi perkembangan yang demikian, masyarakat dan bangsa

Indonesia sebaiknya atau seharusnya masih memerlukan Pendidikan Moral ataupun

Pendidikan Karakter.

Tidak pernah terbayangkan sebelumnya, terjadi beberapa fenomena dari bangsa

Indonesia yang pada gilirannya mencuatnya perilaku atau karakter negatif dari sebagian

anggota masyarakat yang cukup mengkhawatirkan. Bahkan kita prihatin dengan

perjalanan bangsa Indonesia ke depan. Fenomena tersebut tidak lepas dari krisis

multidimensi yang belum menunjukkan tanda-tanda berakhir. Ditambah lagi dengan

dampak negatif dari globalisasi.

Tampaknya, karakter masyarakat Indonesia yang santun dalam berperilaku,

musyawarah mufakat dalam penyelesaian masalah, kearifan lokal (local wisdom) yang

kaya dengan pluralitas, toleransi telah berubah wujud menjadi hegemoni kelompok-

kelompok baru yang saling mengalahkan (K.H. Didin Hofidhudin, Republika, 25 April

2010). Kondisi ini sudah barang tentu dapat memicu timbulnya dis-integrasi.

Kita patut bertanya secara kritis, apakah pendidika telah kehilangan sebagian dari

fungsi utamanya ? Inikah hasil dari proses pendidikan yang seharusnya menjadi alat

transformasi nilai-nilai luhur peradaban ? Perlu diwaspadai bahwa pendidikan kita telah

tereduksi menjadi alat yang secara mekanik hanya menciptakan anak didik yang pintar

menguasai bahan ajar untuk sekedar lulus ujian atau wisuda menjadi sarjana.

Padahal sebagimana telah kita sadari bahwa pendidikan merupakan proses yang

paling bertanggung jawab dalam melahirkan warga negara yang memiliki karakter kuat

dalam membangun peradaban tinggi dan unggul serta mempunyai daya saing tinggi.

Karakter bangsa yang kuat merupakan modal dari pendidikan yang baik.

Ketika mayoritas karakter bangsa yang kuat, positif dan tangguh, peradaban yang

tinggi dapat dibangun dengan baik dan sukses. Sebaliknya, jika mayoritas karakter

24

Page 30: 1 Buku Materi Pentaloka 25-26 Nov Di Unmer Pasuruan

bangsa negatif dan lemah, itu mengakibatkan peradaban yang dibangunpun menjadi

lemah (Aan Hasanah, 2009).

Realitas perilaku masyarakat di atas (meskipun dalam kuantitas belum menjadi

fenomena mayoritas) tampaknya sangat kontradiktif dengan rumusan tujuan pendidikan

nasional sebagaimana ditegaskan dalam UU No.20 tahun 2003 pasal 3, “Pendidikan

Nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta

peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa,

bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi yang ber-iman dan

ber-taqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif,

mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab”.

Upaya memperbaiki sistem pendidikan (termasuk di dalamnya Pendidikan

Kewarganegaraan) merupakan suatu kebutuhan mutlak. Praktek pendidikan baik dalam

proses pembelajaran maupun evaluasi yang hanya menekankan aspek kognitif (hanya

pengetahuan), harus segera diperbaiki ke arah yang lebih menyatukan dengan aspek

afektif (sikap) dan aspek psikomotorik (keterampilan fungsional). Khusus aspek

psikomotorik ditinjau dari sudut agama adalah keterampilan beramal shaleh.

Demikian pula integrasi nilai-nilai agama pada seluruh batang tubuh dan materi

pelajaran harus segera diwujudkan. Tidak ada lagi pemisah antara pendidikan agama

pada satu sisi dengan pendidikan umum pada sisi lainnya, meskipun materi ajarannya

dapat dibedakan atau dipisahkan. Misalnya ayat-ayat Al Qur’an yang menjelaskan

fenomena alam bertujuan untuk melahirkan kesadaran Tauhid (keimanan) kepada Allah

SWT sekaligus kesadaran sosial untuk memberikan yang terbaik bagi kehidupan

masyarakat. Firman Allah SWT dalam Surat Al-Baqarah ayat 164: “Sesungguhnya, dalam

penciptaan langit dan bumi, silih bergantinya malam dan siang, bahtera yang berlayar di

laut membawa apa yang berguna bagi manusia, dan apa yang Allah turunkan dari langit

berupa air, lalu dengan air itu Dia hidupkan bumi sesudah mati (kering)nya dan Dia

sebarkan di bumi itu segala jenis hewan, dan pengisaran angin dan awan yang

dikendalikan antara langit dan bumi, sungguh (terdapat) tanda-tanda ke-Esa-an dan

kebesaran Allah bagi kaum yang memikirkan”.

Disamping implementasi (penerapan) seperti tersebut diatas, contoh dan suri

tauladan yang baik dalam seluruh bidang kehidupan merupakan hal yang penting dan

menentukan dalam upaya pembangunan karakter (baca: pendidikan karakter).

Keberhasialan Rasulullah SAW dalam membangun karakter umat dan bangsa saat itu

disebabkan dari ketauladanannya. Hal ini membuat orang tidak hanya melihat dan

mendengar ucapannya, tetapi melihat secara nyata perilaku keseharian Rasulullah SAW.

Oleh karena itu, setiap kita harus menjadi tauladan bagi lingkungan masing-masing.

25

Page 31: 1 Buku Materi Pentaloka 25-26 Nov Di Unmer Pasuruan

Orang tua menjadi tauldan bagi anaknya, guru atau dosen menjadi tauladan bagi murid

atau mahasiswanya dan pemimpin menjadi tauladan bagi masyarakatnya.

Bila hal tersebut dilakukan secara bersama-sama dengan penuh rasa tanggung

jawab dan kesadaran yang tinggi, Insya Allah karakter bangsa akan dapat dibangun

dengan lebih baik dan komprehensip.

PENUTUP

Pendidikan Kewarganegaraan yang diselenggarakan selama ini secara umum telah

sesuai dengan upaya menumbuhkan kesadaran dalam kehidupan berbangsa dan

bernegara. Pendidikan Kewarganegaraan secara yuridis telah diamanatkan dalam

Undang-undang Dasar 1945 dengan penjabarannya pada Undang-undang terkait.

Dengan demikian Pendidikan Kewarganegaraan mutlak harus terlaksana dengan baik.

Terlebih lagi di dalam menghadapi pengaruh globalisasi dan perkembangan lingkungan

strategi yang dapat melunturkan rasa nasionalisme pada generasi muda/ mahasiswa.

Untuk dapat mencapai tujuan dan kompetensi Pendidikan Kewarganegaraan maka

dalam pelaksanaannya perlu dilandasi dengan Pendidikan Karakter. Pendidikan Karakter

adalah Pendidikan Moral yang dilandasi dengan nilai-nilai luhur Pancasila serta tidak

lepas dari pemahaman nilai-nilai religi serta ketauladanan.

26

Page 32: 1 Buku Materi Pentaloka 25-26 Nov Di Unmer Pasuruan

Aktualisasi Peran Dosen Pendidikan Kewarganegaraan Dalam Membangun Karakter Bangsa oleh: Prof. Dr. Misranto, S.H., M.Hum.

(Rektor Unmer Pasuruan)

A. Pendahuluan

Di Perguruan Tinggi, seorang dosen memegang peran  sangat penting bagi

kemajuan institusinya. Hal ini telah lama disadari oleh dosen itu sendiri. Kesadaran ini

ditunjukkan oleh upaya-upaya pribadi untuk manjadikan dirinya memiliki kompetensi

dan kepakaran yang sesuai dengan minat dan bidang yang ditekuni. Aktualisasi

seorang dosen dengan jati dirinya sendiri akan dapat mengembangkan

kepakarannya menjadi tinggi. Di sisi yang lain Karso Mulyo mengatakan dalam dunia

pendidikan masih ada kalangan pendidik yang menyatakan bahwa keberhasilan

pendidikan hanya diukur dari tercapainya target akademis mahasiswa. Karena itu

wajar jika sebagian mereka ada yang mengajar hanya dengan orientasi bahwa

mahasiswa harus mendapatkan nilai akademis setinggi-tingginya jika ingin dianggap

telah berhasil. Belum terfikirkan bagaimana proses pembelajaran membawa siswa

kepada sosok generasi bangsa yang tidak sekedar memiliki pengetahuan, tetapi juga

memilki moral yang mencerminkan nilai-nilai luhur yang tertanam dalam benak

mahasiswa. Seiring dengan era globalisasi dan kemajuan dunia informasi, bangsa

Indonesia tengah dilanda krisis nilai-nilai luhur yang menyebabkan martabat bangsa

Indonesia dinilai rendah oleh bangsa lain. Oleh karena itu, karakter bangsa Indonesia

saat ini perlu dibangun kembali.

Membangun kembali jati diri Bangsa akibat perubahan dan globalisasi yang

pegang peranan penting, adalah Karakter dan hasrat untuk berubah dan faham akan

globalisasi. Jangan sampai perubahan dan pengaruh globalisasi justru merobek-

robek, dan menghancurkan jati diri Bangsa yang tidak lain adalah Pancasila dan

Undang-Undang Dasar 1945. Ini yang harus kita pahami sehingga Negara dan

bangsa Indonesia justru berkembang dan selamat dari perubahan dan globalisasi itu

sendiri.

Yang menjadi permasalahan yang dihadapi bangsa Indonesia sekarang ini

dengan tidak mengurangi arti pentingnya ekonomi, politik, social, budaya, hokum,

termasuk didalamnya globalisasi sekalipun, justru terletak pada factor manusianya,

dalam hal ini adalah Bangsa Indonesia itu sendiri.

Pertanyaan yang kemudian muncul sekarang, adalah mengapa, ada apa

dengan masyarakat dan bangsa Indonesia sekarang ini. ?

27

Page 33: 1 Buku Materi Pentaloka 25-26 Nov Di Unmer Pasuruan

Siapa yang harus disalahkan, apa masyarakatnya yang sedang sakit, atau

perubahan dan pengaruh globalisasi yang salah. Untuk itu maka anak bangsa

Indonesia harus mau perubahan dan mampu menghadapi globalisasi yang menjadi

bola liar merambah anak-anak, generasi muda, orang tua, kakek dan nenek-nenek

dari kota sampai pelosok desa diseluruh masyarakat dan bangsa Indonesia harus

kembali ke fitrohnya dengan mengenali dirinya sendiri, dengan menemukan kembali

jati dirinya, lalu membangun jati dirinya yang berarti membangun karakternya dan

secara bersama membangun karakter bangsa, sehingga dapat dibangkitkan kembali

jati diri bangsa yang tidak lain adalah Pancasila.

Merujuk pada pepatah “when character is lost, everything is lost”, kondisi

masyarakat dan bangsa yang pada saat ini dalam keadaan cenderung rusak

karakternya dan kalau berkelanjutan menjadi hilang, maka masyarakat dan bangsa

yang kehilangan karakternya akan terhapus dari muka bumi. Untuk itu saya secara

pribadi dan mewakili lembaga dan masyarakat benar-benar mengajak seluruh

masyarakat dan bangsa untuk melalui intropeksi menemukan kembali jati dirinya lalu

membangun karakternya untuk secara bersama dapat terhindar dari dampak

perubahan dan globalisasi atau hal-hal yang tidak kita ingainkan, yang akan bisa

terjadi pada masyarakat dan bangsa ini, yaitu terhapus dari muka bumi. Mari kita

bangkit dari keterpurukan dan siap menjadi bangsa dan Negara yang kembali

terhormat, bermartabat, maju, jaya, damai, adil dan sejahtera. Ada pepatah “ bila

harta kita hilang, sebenarnya tidak ada yang hilang, bila kesehatan kita yang hilang

ada sesuatu yang hilang, tetapi bila karakter kita hilang, kita akan kehilangan segala-

galanya.”

B. Kondisi Masyarsakat, Bangsa Indonesia sekarang ini.

Kita tahu, dan merasakan bahwa masyarakat dang bangsa Indonesia terkait

perubahan dan globalisasi sekarang kok tidak sewajarnya, apa masyarakatnya

sedang sakit tidak seperti dulu-dulu, terkenal dengan masyarakat dan bangsa yang

percaya dan taqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, andap, asor, sopan-santun,

gotong-royong, asah-asuh-asih, toleransi, memegang teguh prinsip, penuh didikasi

yang luhur, bermartabat sehingga disebut sebagai Orang Timur.

Pada dasarnya perubahan seperti yang kita ketahui, adalah dunia akan terus

berubah, tidak ada yang kekal, yang kekal adalah perubahan itu sendiri artinya

bahwa yang pasti perubahan itu selalu ada tinggal kita untuk memahami dan

mengaktualisasikan perubahan itu sendiri. Bagi yang tidak mampu memahami,

28

Page 34: 1 Buku Materi Pentaloka 25-26 Nov Di Unmer Pasuruan

menyesuaikan dan mengaktualisasikan perubahan itu maka akan tertinggal atau

terlindas oleh perubahan itu sendiri.

Karakter sudah sering disebutkan dan dipahami arti harfiahnya oleh orang

banyak, namun pada kenyataannya masih banyak di antara kita yang

mengabaikannya (neglect). Karakter itu pertu dengan sengaja dibangun, dibentuk,

ditempa, dan dikembangkan serta dimantapkan. dalam membangun karakter sangat

dipengaruhi oleh kondisi lingkungan, baik tingkungan kecil di dalam rumah, di dalam

masyarakat, dan selanjutnya meluas di dalam kehidupan berbangsa dan bernegara

bahkan di dalam kehidupan secara global.

Kondisi bangsa dipengaruhi oteh lingkungan strategis, baik yang bersifat

nasional, regional, maupun internasional. Kondisi bangsa saat ini dapat dipaparkan

sebagai berikut: keadaan bangsa lndonesia sejak tahun 1997/1998 dilanda krisis

multidimensi yang dampaknya sedang kita alami hingga saat ini dan tak kunjung

selesai. Berawal dari adanya krisis moneter ekonomi, potitik, hukum, kepercayaan,

kepemimpinan, dan yang sangat fatal adalah adanya krisis akhlak dan moral yang

mempunyai dampak berkelanjutan sampai hari ini. Krisis yang semula merupakan

krisis identitas menjadi lebih dalam karena menyangkut masalah hati nurani yang

mencerminkan adanya krisis karakter' terlebih lagi adanya krisis yang berkaitan

dengan jati diri.

C. Akar Permasalahan

Berlanjutnya keterpurukan menunjukkan betapa seriusnya masalah yang kita

hadapi saat ini. Untuk itu, harus dicari akar permasalahannya. Akar permasalahan

dari krisis multi dimensi memang berawal dari munculnya faktor eksternal, tetapi

justru yang lebih menentukan keadaan bangsa berawal dari faktor internal dimana

masalah ideologi, politik, ekonomi, sosial/budaya, dan pertahanan keamanan,

semuanya penting tetapi bermasalah. Dan sumber utama atau akar

permasalahannya justru ada pada faktor manusia itu sendiri, manusia lndonesia.

Jika akar permasalahan adalah manusianya, perlu didalami tentang manusia

pada umumnya dan manusia lndonesia pada khususnya. Jika hal ini tidak dilakukan,

setiap pemecahan masatah akan mempunyai nilai semu, sementara, tambal sulam,

bahkan ad-hoc belaka, yang tentunya akan mengakibatkan bertanjutnya

keterpurukan. Sebenarnya, manusia lndonesia tidak kalah cerdas dengan bangsa

lain. Kita tidak bermasalah dengan lQ atau otak kita, yang menjadi masalah justru

adalah yang berkaitan dengan hati nurani yang mencerminkan karakter dan jati

dirinya.

29

Page 35: 1 Buku Materi Pentaloka 25-26 Nov Di Unmer Pasuruan

Penampilan manusia lndonesia yang cukup banyak ditemukan adalah sosok

yang tidak tulus ikhlas (tidak sincere), tidak bersungguh-sungguh, senang yang

semu, senang berbasa-basi, bahkan sempat melanggengkan budaya ABS (Asal

Bapak Senang). Kesemuanya ini sangat merusak karakter individu dan mempunyai

implikasi pada rusaknya karakter individu dan penampilan semacam ini dalam satu

kata disebut penampilan memakai kedok atau topeng. Dalam kinerja hal itu

ditampilkan dengan sikap-sikap: tidak bisa dipegang kata-katanya, tidak bisa

dipegang janjinya, mengelak dari tanggung iawab, saling menyalahkan serta saling

hujat atau dengan kata lain tidak ada satunya kata dan perbuatan. Penampilan

kinerja semacam ini menunjukkan manusia Indonesia, redup, pudar atau bahkan

"kehilangan" jati dirinya yang memberi implikasi pada rusaknya karakter bangsa.

Karakter bangsa lndonesia yang selama ini kita kenal ramah tamah, gotong royong,

sopan santun, sekarang berubah dengan penampilan yang nyaris disamakan dengan

penampilan yang arogan, cenderung menampilkan kekerasan yang berujung anarkis.

Sebetulnya, banyak orang lndonesia yang masih baik, tetapi yang baik tertutup

oleh sosok orang-orang yang menampilkan perilaku tidak terpuji. Untuk itu, dalam

mengupas tema. Membangun Kembali Jati Diri Bangsa, khususnya melalui

membangun jati diri sebagai pribadi, kita akan mendalami bersama arti dan peran

penting karakter yang selama ini telah kita abaikan (neglect).

Kondisi bangsa seperti diutarakan di atas secara tidak langsung atau bahkan

secara langsung mempunyai dampak pada kondisi ketahanan bangsa kita atau yang

sering kita kenal sebagai ketahananan nasional lndonesia. Kita ketahui bahwa

ketahanan bangsa atau ketahanan nasional lndonesia ditumbuh kembangkan

mengacu pada suatu konsepsi yang disebut konsepsi ketahanan nasional lndonesia.

Konsepsi ini merupakan suatu tuntunan yang bersifat makro, topdown, dan

digunakan sebagai acuan pembuatan policy antara lain datam rangka mewujudkan

pembangunan nasional.

Konsepsi ini mengacu kepada Pancasila, UUD'45, dan Wawasan Kebangsaan

yang dituangkan sebagai Wawasan Nusantara. Konsepsi ini mengatur bagaimana

memanfaatkan segenap aspek kehidupan nasional yang terdiri atas delapan aspek

kehidupan nasional atau delapan gatra (astagatra), yang terdiri atas tiga gatra

(trigatra) dan lima gatra (pancagatra). Trigatra yang bersifat retatif statis, yaitu

geografi, kekayaan alam, dan kependudukan. Dan pancagatra yang bersifat dinamis,

yaitu ideologi, politik, ekonomi, sosial budaya, dan pertahanan keamanan. Kedelapan

aspek ini diwujudkan dalam 5 bidang ketahanan, yaitu ketahanan bidang ideologi,

ketahanan bidang politik, ketahanan bidang ekonomi, ketahanan bidang sosial

30

Page 36: 1 Buku Materi Pentaloka 25-26 Nov Di Unmer Pasuruan

budaya serta ketahanan bidang pertahanan dan keamanan. Kelima bidang

ketahanan ini memadu menjadi suatu ketahanan yang kita sebut kondisi ketahanan

nasional lndonesia, yang diharapkan mencerminkan ketabahan dan keuletan kita

sebagai bangsa, dengan menggunakan pendekatan kesejahteraan dan dan

keamanan sehingga mampu menghadapi menghadapi segenap bentuk ancaman,

tantangan, hambatan, dan gangguan baik yang datang dari dalam maupun dari luar.

Sesuai dengan penjelasan'mengenai kondisi bangsa yang diutarakan di atas,

secara objektif "terpuruk" juga dirasakan dalam kondisi yang berkaitan dengan

ketahanan kita sebagai bangsa, kondisi yang adalah "hasil" dari konsepsi ketahanan

nasional lndonesia yang sebetulnya sangat baik, bersifat makro, dan topdown ini

ternyata memertukan adanya suatu subsistem yang mendampinginya untuk

mewujudkan pembinaan ketahanan yang justru menggunakan pendekatan bottom up

atau dari bawah ke atas. Datam hal ini diperlukan adanya pembinaan yang berawal

dari ketahanan pribadi, ketahanan keluarga, ketahanan lingkungan, ketahanan

daerah, dan bermuara pada ketahanan nasional lndonesia. Kita bisa gambarkan

pembinaan ketahanan secara bottom up itu dalam bentuk segitiga, yang ternyata

ketahanan pribadi dan ketahanan keluarga akan menjadi tumpuan ketahanan

PEMBINAAN KETAHANANNASIONAL

WILAYAH

LINGKUNGAN

KELUARGA

PRIBADI

PEMBINAAN KETAHANAN

SECARA BOTTOM UP

Ketahanan Pribadi dan Ketahanan Keluarga sebagai Tumpuan Ketahanan Nasional

31

Page 37: 1 Buku Materi Pentaloka 25-26 Nov Di Unmer Pasuruan

Sesuai apa yang diutarakan di atas tentang kondisi bangsa, dapat ditambahkan

bahwa berdasarkan pada pengamatan ternyata ketahanan ketuarga kita memang

menunjukkan banyak keluarga yang belum dapat menampilkan adanya ketahanan

keluarga yang kita harapkan. Hal ini tentunya sangat berkaitan erat dengan masalah

ketahanan pribadi yang mempunyai hubungan timbal balik secara erat dengan

ketahanan keluarga. Yang dimaksud ketahanan pribadi adalah kondisi seorang yang

tampil berjati diri, berkarakter, dan memiliki kompetensi sesuai bidang yang ditekuni.

Di atas telah kita sepakati bahwa kompetensi sebetutnya tidak terlalu menjadi

masalah, justru yang bisa kita temukan sebagai masalah yang ada adalah masalah

jati diri dan karakter.

Untuk mengatasi masalah secara efektif dan efisien, maka lebih dahulu kita

memerlukan penyamaan persepsi tentang apa yang kita maksudkan dengan jati diri,

karakter, dan hubungannya dengan membangun karakter bangsa, wujudkan jati diri

bangsa, dan mencanangkan wawasan kebangsaan kita.

D. Jati diri

Untuk memahami jati diri kita berpegang pada konsep jati diri yang

mendasarkan pada kesadaran tentang esensi keberadaan kita sebagai seorang

manusia.

Jati diri berasal dari bahasa jawa: Sejatining diri yang berarti adalah siapa diri

kita sesungguhnya' hakikat atau fitrah manusia, juga disebut nur llahi yang berisikan

sifat-sifat dasar manusia yang murni dari Tuhan yang berisikan percikan-percikan

sifai itahiah datam batas kemampuan insani yang dibawa sejak lahir. Hal ini tentunya

merupakan potensi yang dapat memancar dan ditumbuhkembangkan selama

persyaratannya dipenuhi' Persyaratan tersebut adalah hati yang bersih dan sehat.

Dan hati adalah tempat berseminya jati diri. Jika hati kotor dan penuh penyakit, akan

terjadi sumbatan sehingga jati diri tidak dapat memancar apalagi

ditumbuhkembangkan (yang menghasilkan penampilan tidak tulus ikhlas, tidak

sungguh-sungguh, senang semu, dan sebagainya seperti diutarakan dalam akar

permasalahan).

Pada pengembangannya, jati diri merupakan totatitas penampilan atau

kepribadian seseorang yang akan mencerminkan secara utuh pemikiran, sikap, dan

perilakunya. Seorang yang berjati diri bisa menampilkan siapa dirinya yang

sesungguhnya tanpa menggunakan kedok/topeng dan mampu secara segar dan

tegar tampil dengan keadaan yang sebenarnya sebagai sinergi antara jati diri,

karakter, dan kepribadiannya. Dengan kata lain, orang yang berjati diri akan mampu

32

Page 38: 1 Buku Materi Pentaloka 25-26 Nov Di Unmer Pasuruan

memadukan antara cipta (olah pikir/the head), karsa (kehendak dan karyalthe hand),

dan rasa (olah hati / the heart). Sementara orang lndonesia sekarang baru mampu

menampilkan cipta dan karsanya, sedangkan unsur rasa belum ditampilkan padahal

di dalamnya justru terdapat karakter maupun jati diri seseorang.

E. Karakter

Karakter memang sutit didefinisikan, tetapi tebih mudah dipahami melalui

uraian-uraian (describe) berisikan pengertian. Berikut beberapa pengertian karakter

yang saling isi-mengisi dan memperjelas pemahaman kita tentang arti karakter.

Menurut Sigmund Freud :

- Character is a striving system which underly behaviour-"

Karakter dapat diartikan sebagai kumpulan tata nilai yang mewujud dalam suatu

sistem daya juang yang melandasi pemikiran, sikap, dan Perilaku.

Menurut Drs. Hanna Diumhana Bastaman, M. Psi :

Karakter merupakan aktualisasi potensi dari dalam dan internalisasi nilai-nilai moral

dari luar menjadi bagian kepribadiannya.

Menurut H. Soemarno Soedarsono:

Karakter merupakan nilai-nilai yang terpatri dalam diri kita melalui pendidikan,

pengalaman, percobaan, pengorbanan, dan pengaruh lingkungan, dipadukan dengan

nilai-nilai dari dalam diri manusio menjadi semacam nilai intrinsik yang mewujud

dalam sistem daya juang melandasi pemikiran, sikap dan perilaku kita.

Menurut DR. Nani Nurrachman:

Karakter adalah sistem dayo iuang yang menggunakan nilai-nilai moral yang terpatri

dalam diri kita yang melandasi pemikiran, sikap, dan perilaku.

Menurut Prof . Dr. H.M. Quroish Shihab:

Himpunan pengalaman, pendidikan, dan lain-lain yang menumbuhkan kemampuan di

dalam diri kita, sebagai alat ukir sisi paling dalam hati manusia yang mewuiudkan

baik pemikiran, sikap, dan perilaku termasuk akhlak mulia dan budi Pekerti.

Menurut Prof , Dr. Conny R. Semiawan:

Karakter adalah keseluruhan kehidupan psikis seseorang hasil interaksi antara fakor-

faktor endogin dan faktor eksogin atau pengalaman seluruh pengaruh lingkungan.

33

Page 39: 1 Buku Materi Pentaloka 25-26 Nov Di Unmer Pasuruan

Pengertian karakter dalam agama lslam lebih dikenal dengan istilah akhlak , Seperti

yang dikatakan lmam Al-Ghazali:

Akhlak dalah sifat yang tertanam/menghujam di dalam jiwa dan dengan sifat itu

seseorang akan secara spontan dapat dengan mudah memancarkan sikap,

tindakan, dan perbuatan.

Pengertian karakter datam Webster New Ward Dictionary adalah distinctive trait

(sikap yang jelas), distinctive quality (kualitas yang tinggi), moral strength (kekuatan

moral), the pattern of behavior found in an individual or group (pola perilaku yang

ditemukan dalam individu maupun kelompok).

Kamus Bahasa lndonesia belum memasukkan kata karakter, yang ada adalah kata

"watak" yang diartikan sebagai sifat batin manusia yang mempengaruhi segenap

pikiran dan tingkah laku, budi pekerti, tabiat.

Dari beberapa pengertian di atas, kita pahami bahwa karakter harus diwujudkan

melalui nilai-nilai moral yang dipatrikan untuk menjadi semacam nilai intrinsik dalam

diri kita dan terewujud dalam suatu sistem daya juang yang akan melandasi

pemikiran sikap dan perilaku kita. Karakter tentu tidak datang dengan sendirinya,

melainkan harus kita bentuk, kita tumbuh kembangkan, dan kita bangun secara sadar

dan sengaja.

Keterkaitan antara jati diri, karakter, dan pemikiran serta peritaku sebagai suatu

proses dapat digambarkan sebagai berikut: Berawal dari jati diri yang merupakan

fitrah manusia, yang mengandung sifat-sifat dasar yang diberikan oleh Tuhan dan

merupakan potensi yang dapat memancar dan ditumbuh kembangkan, jati diri yang

merupakan potensi itu diibaratkan sebagai sebuah batu permata yang belum

terbentuk, yang perlu dipotong, diasah, dan digosok untuk dapat memancar sebagai

permata yang bersinar.

Memotong, mengasah, dan menggosok adalah wujud dari pembangunan

karakter' Perpaduan antara pengaruh lingkungan yang merupakan internatisasi nitai-

nitai moral dari luar dan aktuatisasi nilai-nilai dari dalam (potensi jati diri) akan

menghasitkan karakter atau batu permata yang bersinar secara cemerlang. Karakter

inilah yang akan metandasi pemikiran sikap dan perilaku kita yang dapat

menghasilkan tampilnya perilaku seperti budi pekerti ataupun akhlak mulia maupun

penampilan bermoral yang memiliki daya juang untuk mencapai suatu tujuan yang

mulia.

34

Page 40: 1 Buku Materi Pentaloka 25-26 Nov Di Unmer Pasuruan

Dengan demikian, tampilan-tampilan yang akan dilahirkan bergantung pada

pemilikan karakter seseorang, di mana seorang yang berkarakter berarti

memanfaatkan nilai-nilai moral yang dimiliki dan melalui daya juang ditampilkan atau

dipancarkan sehingga mampu mewujudkan suatu tindakan yang nyata. Dari

pemahaman ini, seorang yang baik saja belum tentu berkarakter, tetapi seorang yang

berkarakter pastitah orang yang baik' (Catatan: pengertian berkarakter disini tentunya

yang dimaksud adalah karakter yang kuat, dan baik yang dimaksud dengan yang

tidak berkarakter adalah orang yang berkarakter lemah dan buruk)

Contoh :

Seorang berkarakter tidak akan membudayakan budaya ABS karena ini akan

menjadikan dia seorang yang yes man. Seorang yang berkarakter akan mempunyai

keberanian menyampaikan pendapatnya secara baik, tegar, tapi santun. Dalam

kaitan contoh ini seorang pemimpin yang berkarakter tidak akan mau dikelilingi

orang-orang yes man karena seorang pemimpin memerlukan masukan yang tajam

dan benar untuk menjadikan keputusan yang diambil tepat

Jadi, seorang yang berkarakter tidak cukup hanya sebagai seorang yang baik

semata-mata, tetapi orang berkarakter adalah orang yang baik dan sekaligus mampu

menggunakan nilai baik tersebut melalui suatu daya juang mencapai tujuan yang

dicanangkan.

Kalau karakter tidak kita bangun, rongga yang ada sebagai tempat landasan

sikap dan perilaku, besar kemungkinan akan diisi olehhawa nafsu bahkan mungkin

setan yang merajalela dipertanyakan apakah itu yang sekarang sedang terjadi di

negara kita ?

35

Page 41: 1 Buku Materi Pentaloka 25-26 Nov Di Unmer Pasuruan

F. Jati Diri Manusia

Jati diri manusia merupakan sesuatu yang terberi (given) dari Tuhan pada

waktu ketahiran dan merupakan fitrah manusia. Berbeda dengan jati diri suatu

bangsa yang merupakan tampilan dari adanya suatu bangsa. Padahal suatu bangsa

lahir dari pilihan sekumpulan individu yang mengelompok dan bersepaham untuk

mendirikan suatu bangsa. Kelahiran bangsa lndonesia berawal ketika The Founding

Fathers kita mencanangkan Sumpah Pemuda 28 Oktober 1928, dengan mengubah

identitas ke-KAMI-an menjadi ke-KITA-an sebagai suatu bangsa lndonesia. Jati diri

bangsa adalah suatu pitihan, dan jati diri bangsa lndonesia merupakan pencerminan

atau tampilan Jati diri bangsa lndonesia. Karakter bangsa merupakan akumutasi atau

sinergi dari karakter individu anak bangsa yang berproses seterus-menerus yang

mengelompok menjadi bangsa Indonesia. Karakter bangsa akan ditampitkan sebagai

nilai-nilai luhur yang digali dari khasanah lbu pertiwi dan mencerminkan tata nilai

kehidupan nyata anak bangsa oleh founding fathers dan dirumuskan datam suatu

tata nilai yang kita kenal sebagai Pancasila. Dengan demikian, jati diri bangsa

lndonesia adalah Pancasila.

VISUALISASI PROSES MEWUJUDKAN KARAKTER YANG MELANDASI PEMIKIRAN, SIKAP DAN PERILAKU

KAR

AKTER

PEMIKIRAN, SIKAP & PERILAKUJATI DIRI

PENGARUH LINGKUNGAN

PENGARUH LINGKUNGAN

FITRAH MANUSIA

36

Page 42: 1 Buku Materi Pentaloka 25-26 Nov Di Unmer Pasuruan

Disamping itu, jati diri bangsa tampil datam tiga fungsi, yaitu :

1. Penanda keberadaan atau eksistensinya (Bangsa yang :tiak mempunyai jati diri

tidak akan eksis dalam kehidupan berbangsa dan bernegara).

2. Pencerminan kondisi bangsa yang menampitkan kematangan jiwa, daya juang,

dan kekuatan bangsa (lni akan tercermin dalam kondisi bangsa pada umumnya

dan kondisi ketahanan bangsa pada khususnya).

3. Pembeda dengan bangsa lain di dunia (Di sinilah harus tampak makna Pancasila

sebagai yang harus bisa kita banggakan dan unggulkan, yang merupakan

pembeda dari bangsa-bangsa lain di dunia).

G. Empat Koridor Pembangunan Karakter

Bicara mengenai tata nilai, pada kondisi dewasa ini kita selalu mendewakan

masalah uang, materi, dan masalah duniawi sehingga timbul situasi menyedihkan

yang seakan-akan menggambarkan bahwa semua di lndonesia bisa dibeli. Kita bisa

membeli apa saja, termasuk pangkat, jabatan, kedudukan, gelar kesarjanaan, dan

lain-lain. Untuk itu, disampaikan kata bijak tentang karakter yang ketiga. Antonin

Scatia (seorang hakim tinggi di Amerika) mengatakan bahwa:

'The only thing in the world not for sale is character."

Yang artinya: Satu-satunya yang tidak dapat dibeli di muka bumi ini adalah karakter.

Kalau karakter itu tidak dapat kita beli, padahal sangat penting dan diperlukan

datam menentukan arah dan tujuan hidup kita, kita harus menumbuh

kembangkannya sendiri melalui pendidikan, pengataman, percobaan, pengorbanan,

dan pengaruh tingkungan. Semuanya dilandasi dengan kesadaran dan kemauan kuat

untuk mengembangkannya. Ada suatu jargon dalam character building yang

mengatakan: Character building is a never ending process. Yang artinya: Sejak

berada di datam kandungan ibu sampai akhirnya kita meninggal semestinya kita

selalu melakukan pembangunan karakter.

Kalau kita amati kondisi nyata yang ada di lndonesia, maka kita dapat

pertanyakan apakah selama ini kita mengabaikan (negtect) atau bahkan tidak

menyadari bahwa karakter itu perlu dibangun, dibentuk, ditempa, dikembangkan, dan

dimantapkan. Dalam pembangunan karakter, paling tidak ada empat koridor yang

perlu dilakukan, Yaitu:

1 lnternatisasi tata nilai

2 Menyadari mana yang boleh dan mana yang tidak boleh (The does and the

don'ts)

37

Page 43: 1 Buku Materi Pentaloka 25-26 Nov Di Unmer Pasuruan

3. Membentuk kebiasaan (habit forming), dan

4. Menjadi Tetadan (Role model) sebagai pribadi berkarakter.

H. Penutup

Setelah kita membicarakan dan memahami tentang jati diri, karakter, jati diri

bangsa, dan wawasan kebangsaan, semua itu tidak akan terwujud jika kita tidak

mulai mencanangkan hasrat untuk berubah. Dalam mewujudkan hasrat untuk

berubah tentunya kita harus mutai dari diri kita sendiri, kita harus menemukan

mengenali diri sendiri sebagai cara terbaik untuk introspeksi, lalu membangun jati diri

melalui membangun karakter.

Membangun karakter dapat kita lakukan dengan mengawali dari diri kita sendiri,

lalu keluarga kita, dan seterusnya yang berseifat bottom up, yang bermuara pada

diwujudkannya bangsa yang berkarakter kuat sehingga kondisi ketahanan nasional

yang kokoh, kuat, dan tangguh dapat diwujudkan. langkah ini akan berhasil tetapi

dalam ,jangka waktu yang sangat lama. Untuk itu, langkah ini perlu dibarengi dengan

langkah top down yang dilakukan melalui keteladanan dan adanya kebijaksanaan

pemerintah yang mengatur tentang pembangunan karakter.

INTERNALISASI

M

E

N

Y

A

D

A

R

I

M

E

M

B

E

N

T

U

K

M

E

N

J

A

D

I

TATA NILAI MANA YANG BOLEH & TIDAK

KEBIASAAN TELADAN

4 KORIDOR PEMBANGUNAN KARAKTER

38

Page 44: 1 Buku Materi Pentaloka 25-26 Nov Di Unmer Pasuruan

LAMPIRAN 1.

Daftar Nama Peserta Pentaloka Dosdikwar TA. 2010 Jawa Timur

25 & 26 November 2010 di Unmer Pasuruan

NO PERGURUAN TINGGI NAMA PESERTA

1 Universitas Merdeka Madiun Suwito Sugiyanto, S.H., M.Hum.

2 Universitas Merdeka Madiun  Heri Purnomo, S.E.

3 Universitas Merdeka Madiun  Drs. Bambang S., M.Si.

4 Universitas Merdeka Madiun  Ir. Djoko Setyo, M.M

5 IKIP PGRI Madiun Drs. H. Saiman, M.M. 

6 Univ. Widya Mandala Madiun Drs. A. Sumarno, M.Sc.

7 STIE Nganjuk Sugeng Takarianto, S.E., S.H., M.Hum. 

8 Universitas Islam Kadiri Kediri Drs. Ir. H. Abu Talkah, M.M.

9 Universitas Darul Ulum Jombang Mustain M., S.H., M.Hum. 

10 Univ. Mayjen Sungkono Mojokerto R. Zainal Abidin, S.H. 

11 IKIP PGRI Tuban Drs. Djoko Aprianto, M.Pd. 

12 Unisda Lamongan Dody Eko Wijayanto, S.H., M.Hum. 

13 STITAF Lamongan Drs. H. Malik Dwi, M.Ag.

14 STAI Sunan Giri Bojonegoro Drs. H. Karno Hasan, M.M. 

15 Universitas Muhamadyah Malang Drs. H. M. Mansur Ibrahim 

16 Universitas Muhamadyah Malang  Drs. Moh. Syahri, M.Si.

17 Universitas Muhamadyah Malang  Drs. Nurhadi M.Si.

18 Universitas Brawijaya Malang  Ir. M. Rasyid Fadholi, M.Si.

19 Universitas Negeri Malang  Rusdianto Umar, S.H., M.Hum.

20 ITN Malang  Ir. Tiong Iskandar, M.T.

21 STIE Malang Kucecwara  Drs. Heder Tuakia

22 Universitas Merdeka Malang  Drs. Abdul Manap W., M.M.

23 Universitas Merdeka Malang  Eko Agus Susilo, S.Sos., M.Si.

24 Universitas Merdeka Malang  Ir. Budi Utomo, M.T.

25 Universitas Merdeka Malang  Drs. H. Sukadi, M.Si.

26 Universitas Islam Malang  Drs. Nur Huda, M.M.

27 Untag Banyuwangi  Dwi Wulandari, S.E.

28 Untag Banyuwangi  Sugihartoyo, S.H., M.H.

29 Unej Jember  Drs. Hartono Djulianto, M.Si.

30 Unej Jember  Kasim Sembiring, S.H., M.Si.

31 Unej Jember  Achmad Taufik, S.S., M.Pd.

32 Unej Jember  Ainul Azizah, S.H., M.H.

33 Unej Jember  Drs. Sumarjono, M.Si.

34 STAIN Jember Drs. H. Sukarno, M.Si. 

35 STAIN Jember  Drs. Hartono Djulian, M.Si.

36 STISIP Jember  Ir. Sumardi

37 Universitas Bondowoso  Drs. R. Mashadi

NO PERGURUAN TINGGI NAMA PESERTA

39

Page 45: 1 Buku Materi Pentaloka 25-26 Nov Di Unmer Pasuruan

38 Universitas Merdeka Pasuruan Prof. Dr. Misranto, S.H., M.Hum.

39 UIN Malang Drs. Nurdin Samaun, M.Ag.

40 STIE Indosakti Malang Suci Rahayu, M.Si.

41 Unibo Bondowoso DR. H. Masnadi

42 STIH Lumajang Mustain, S.Ag., M.Hum.

43 Universitas Airlangga Surabaya Drs. E.M. Agus Subekti, M.Kes., M.Psi.

44 STIESIA Surabaya Suprapti, S.H., M.Hum.

45 STIESIA Surabaya Kol. Purn. Sudiro Gunawan

46 STIKOM Surabaya Kol. Purn. Drs. Abdul Halimsyah

47 ITATS Surabaya Kol. Purn. Ir. Suhartono D. 

48 ITATS Surabaya Ir. Kurniadi

49 UHT Surabaya Kol. Purn. Drs. Hindrajit, M.Si.

50 UHT Surabaya M. Choirul Huda, S.H., M.H.

51 Univ. Widia Mandala Surabaya Drs. Yulios F. Nagel S.Th., M.M.

52 Univ. Putra Bangsa Surabaya Drs. Imam Heru Wiyono

53 Univ. Wijaya Kusuma Surabaya Drs. Heru Pragolo, S.H.

54 Unesa Surabaya Drs. Heru Siswanto, M.Si.

55 Unesa Surabaya Drs. Slamet Ritadi, M.Si.

56 IAIN Sunan Ampel Surabaya Drs. Eko Taranggono, M.Pd.

57 UBHARA Surabaya Letkol. Purn. Soenardjono, M.Pd.

58 UPN Veteran Jatim Surabaya Mayjen. Purn. Drs. H. Warsito, S.H., M.M.

59 UPN Veteran Jatim Surabaya DR. Lukman Arif, M.Si.

60 UPN Veteran Jatim Surabaya DR. Syarif Imam Hidayat, M.P.

61 UPN Veteran Jatim Surabaya Mayor. Purn. Drs. Eko P., S.E., M.M.

62 UPN Veteran Jatim Surabaya Ir. Sigit Dwi Nugroho, M.Pkn.

63 UPN Veteran Jatim Surabaya Ir. Mulyanto, M.Pkn.

64 UPN Veteran Jatim Surabaya Drs. Imam Ghozali, M.M.

65 UPN Veteran Jatim Surabaya Ir. Sutoyo M.P.

66 Univ. Kristen Petra Surabaya Dr. J. Hendy, S.H.

67 Univ. Yos Sudarso Surabaya Letkol. Purn. Ir. Warsono

68 Universitas Gresik Drs. Abdul Majid

69 Unesa Gresik Drs. Heru Siswanto, M.Si.

70 Unesa Gresik Drs. Beny H.

71 Majelis Ulama Indonesia Kota Pasuruan  

72 Majelis Ulama Indonesia Kab. Pasuruan  

73 Nahdatul Ulama Kota Pasuruan  

74 Nahdatul Ulama Kabupaten Pasuruan  

75 Muhammadiyah Kota Pasuruan  

76 Muhammadiyah Kabupaten Pasuruan  

40

Page 46: 1 Buku Materi Pentaloka 25-26 Nov Di Unmer Pasuruan

LAMPIRAN 2.

Page 47: 1 Buku Materi Pentaloka 25-26 Nov Di Unmer Pasuruan