-
The JICA Study on Formulation of Spatial Planning for
GERBANGKERTOSUSILA Zone Laporan Final (Ringkasan)
4-65
4.6 Telekomunikasi 4.6.1 Situasi saat ini Pembangunan
telekomunikasi di Indonesia telah memasuki sebuah fase baru dengan
cepat mengembangkan teknologi informasi. Cakupan pelayanan telepon
mobil telah mencapai seluruh provinsi dan sebagian besar kabupaten
/ kota di Indonesia. Jasa telekomunikasi khususnya pelanggan
telepon mobil semakin bertambah jumlahnya. Namun, tren fluktuatif
dapat dilihat pada telepon kabel tetap dalam lima tahun terakhir
sebagaimana telah mengalami peningkatan sedikit pada tahun 2006,
kemudian menurun lagi sejak 2007, sedangkan telepon nirkabel tetap
menunjukkan kecenderungan meningkat pesat. Jumlah pelanggan telepon
tetap nirkabel pada tahun 2009 meningkat sekitar 5 kali lebih
tinggi pada tahun 2004 dengan rata-rata peningkatan mencapai 97%
per tahun.
Peningkatan signifikan ini disebabkan oleh dua operator utama
Telkom Flexi dan Bakrie Telecom dengan masing-masing kenaikan
sebesar 87,1% dan 160,5% per tahun dalam lima tahun terakhir.
Kenaikan pesat dalam jumlah pelanggan telepon tetap nirkabel tidak
bisa juga dipisahkan dari persaingan yang ketat antara operator,
dengan masing-masing berusaha untuk menarik pelanggan untuk
memudahkan proses tersebut menjadi pelanggan dan mendapatkan
perangkatnya.
Di pasar telepon seluler, jumlah pelanggan telah meningkat sejak
tahun 2005. Jumlah pelanggan telepon seluler mencapai lebih dari
140 juta pada bulan Maret 2009, dan terjadi peningkatan jumlah
operator dari hanya 4 operator pada tahun 2004 menjadi 8 operator
di tahun 2009 Sebagian besar pelanggan telepon seluler pengguna
tipe prabayar, memberikan kontribusi sebesar 97,5% dari total
pelanggan telepon seluler.
Pertumbuhan pelanggan telepon seluler antara tahun 2005-2009
adalah 204,4% dengan rata-rata pertumbuhan 33,6% per tahun.
Baru-baru ini, tampaknya tren peningkatan menjadi jenuh di pasar
akibat kompetisi yang ketat antar operator dan sebagai akhir dari
gelombang pertama dari proses pemasyarakatan.
Meskipun pelayanan telepon yang terjadi di daerah perkotaan
sangat cepat, beberapa wilayah desa belum dapat menikmati layanan
telekomunikasi. Oleh karena itu, dalam rangka memenuhi kebutuhan
telekomunikasi masyarakat di desa-desa, Kementerian Komunikasi dan
Informatika melakukan program perbaikan untuk keterjangkauan
layanan telekomunikasi bagi masyarakat perdesaan. Program ini
merupakan implementasi dari kebijakan Telekomunikasi Pelayanan
Universal (Universal Service Obligation / USO) sebagai perwujudan
di Indonesia dalam melaksanakan Deklarasi Masyarakat Informasi ITU.
Program ini dilaksanakan di desa dengan mengalokasikan wilayah
pelayanan universal telekomunikasi (WPUT). Provinsi Jawa Timur
memiliki WPUT XI dan 2.303 desa atau 28,7% dari jumlah desa di Jawa
Timur yang ditunjuk sebagai daerah sasaran dalam WPUT XI.
4.6.2 Strategi Pembangunan Jasa telekomunikasi di Indonesia
sudah diprivatisasi. Setiap operator menjajaki pasar dengan maksud
untuk meningkatkan jumlah pelanggan dan memperluas cakupan layanan,
dengan memperhatikan perkembangan kota dan rencana regional yang
ada. Sektor telekomunikasi di Indonesia sudah sangat kompetitif dan
masing-masing operator tidak mengungkapkan visi dan strategi pasar,
dan menjaga hal-hal yang sangat rahasia. Kewenangan Pemerintah
harus tetap hati-hati mengawasi pasar dari sudut pandang persaingan
yang adil, dan memberikan beberapa intervensi jika diperlukan.
-
The JICA Study on Formulation of Spatial Planning for
GERBANGKERTOSUSILA Zone Bab 4
4-66
Gambar. 4.6.1 Jumlah Pelanggan Jasa Telepon
020,000,00040,000,00060,000,00080,000,000
100,000,000120,000,000140,000,000160,000,000
2005 2006 2007 2008 2009*
Fixed Wired Telephone Fixed Wireless Telephone Mobile
Telephone
-
The JICA Study on Formulation of Spatial Planning for
GERBANGKERTOSUSILA Zone Laporan Final (Ringkasan)
4-67
4.7 Manajemen Persampahan 4.7.1 Situasi Saat Ini (1) Timbulan
dan Pengumpulan Sampah
Dalam kawasan GKS, sampah yang dihasilkan pada tahun 2007
sekitar 3,5 juta ton, dimana 63% dari angka tersebut dihasilkan di
daerah perkotaan dan sisanya di daerah pedesaan. Pelayanan
persampahan di GKS terjadi hanya di daerah perkotaan pada tingkat
pelayanan rata-rata 52,7% pada tahun 2008, bervariasi antara
Kabupaten-kabupaten yang ada dengan pelayanan terendah sebesar
13,4% yang ada di Sidoarjo dan tertinggi sebesar 83,4% di Surabaya,
seperti yang ditunjukkan pada Tabel 4.7.1.
(2) Pelatanan Persampahan pada TPA dan Pengomposan
Persampahan yang dilayani (dikumpulkan) di daerah perkotaan
dibuang di lokasi TPA atau dikomposkan. Pada tahun 2007, hampir
semua sampah yang terkumpul, 99% diangkut ke TPA.
(3) Kapasitas Eksisting TPA
TPA terbatas dalam kapasitas, dan pemerintah daerah mengelola
untuk mengembangkan TPA baru yang harus dijamin pengoperasiannya
secara aman. TPA yang ada dan / atau sedang direncanakan disediakan
di setiap kabupaten di kawasan GKS ditunjukkan pada Tabel 4.7.2.
Instalasi TPA ini memenuhi permintaan untuk pembuangan sampah saat
ini tetapi bukan untuk penanggulangan masa depan. Sebuah metode
berkelanjutan untuk Pengelolaan Persampahan sangat akan dibutuhkan
untuk masing-masing kota.1
(4) Pengkomposan dan Pendaur Ulangan
Sampah di GKS terdiri atas volume organik yang tinggi. Hal ini
mengakibatkan sampah tersebut sangat cocok untuk di komposkan. Kota
Surabaya telah menyediakan 10 tempat pendaur ulangan di 10 daerah.
Aktivitas ini memberikan kontribusi kepada pengurangan sampah
sampai ke TPA hingga 20%. Volume produksi kompos ditunjukkan pada
Tabel 4.7.3.
Tabel 4.7.1 Timbulan Sampah Saat Ini di GKS Pelayanan Perkotaan
(ton)
Kabupaten/Kota Jumlah (ton) Perkotaan
Jumlah (ton)
Perkotaan Tidak
Terangkut Total TPA Pengomposan
Rasio Pengumpulan (%)
Perdesaan (ton)
Kab Sidoarjo 695,959 590,173 511,090 79,083 79,083 0 13.4
105,786
Kab Mojokerto 397,190 150,138 119,810 30,328 30,328 0 20.2
247,052
Kab Lamongan 483,032 66,175 57,109 9,066 8,669 397 16.8
416,857
Kab Gresik 432,257 199,703 119,822 79,881 77,027 2,854 40.0
232,554
Kab Bangkalan 366,027 56,734 43,799 12,935 12,314 621 22.8
309,293
Kota Mojokerto 45,548 45,548 7,607 37,941 37,320 621 83.3 0
Kota Surabaya 1,093,076 1,093,076 181,451 911,625 902,876 8,749
83.4 0
GKS 3,513,089 2,201,547 1,040,688 1,160,859 1,147,617 13,242
52.7 1,311,542 Sumber: Hasil Analisa Tim Study JICA berdasar data
Prov Jatim dan Province Action Pan, Dinas PUCKTR, 2008
1 Pemerintah daerah di kawasan GKS membutuhkan banyak TPA, namun
mereka mencoba untuk mendapatkan lokasi penimbunan sampah yang
diperlukan dalam 5 tahun kedepan rencana pengembangannya.
-
The JICA Study on Formulation of Spatial Planning for
GERBANGKERTOSUSILA Zone Bab 4
4-68
Tabel 4.7.2 Kapasitas Eksisting TPA dan Rencana untuk
Pengembangan yad.
Kab / Kota Eksisting Rencana Jangka Menengah Rencana Jangka
Panjang
Kab Sidoarjo 7.66 ha (salah satu sdh ditutup; yg lain akan tutup
th 2009) Perluasan 10 ha Penyediaan Fasilitas Komposting (100
unit)
Kab Mojokerto 10.5ha (Tidak ada data berapa banyak tersedia)
Manajemen TPA, tinggi 0.5~1.0 m
Kab Lamongan 6.68ha (Tidak ada data berapa banyak tersedia)
Perluasan 1.0 ha & Fasilitas Komposting Konstruksi Prasarana
TPA
Kab Gresik 6 ha Pengamanan lahan TPA 15 ha
Kab Bangkalan 2.25 ha Pindah ke TPA baru Perbaikan prasarana
Kota Mojokerto 3.5 ha (akan tutup tahun 2011) 2.8 ha (TPA baru
dibuka tahun 2012) Perbaikan pengelolaan TPA
Kota Surabaya 37.4 ha (penuh pd tahun 2012)
Perluasan 15 ha (beroperasi sejak th 2012); Rencana baru utk TPA
wilayah timur
Tabel 4.7.3 Produksi Kompos
Kota/Kab. Kapasitas Komposting (m3/hari) Produksi Kompos
(m3/hari) Jumlah Lokasi Komposting
Kab. Sidoarjo 28.0 14.0 3 Kab. Mojokerto 15.0 5.0 1 Kab.
Lamongan 36.2 18.1 5 Kab. Gresik 59.0 25.1 3 Kab. Bangkalan 6.5 3.3
4 Kota. Mojokerto 5.0 2.5 2 Kota Surabaya 87.5 44.6 13
Sumber: Interview oleh JICA Team dengan DKP 4.7.2 Rencana
Kebutuhan Lahan TPA (1) Perkiraan Rencana Timbulan Sampah
Diperkirakan bahwa sampah akan dihasilkan sebesar 5,35 juta ton
pada tahun 2030, dibandingkan dengan 3,51 juta ton pada tahun 2007,
seperti ditunjukkan pada Tabel 4.7.4, dan Gambar 4.7.1.
Tabel 4.7.4 Perkiraan Masa Depan Timbulan Sampah di Kawasan
GKS
Kabupaten/Kota 2007 2010 2020 2030 Kab. Sidoarjo 695,959 758,487
994,860 1,212,730 Kab. Mojokerto 397,190 424,534 530,304 615,440
Kab. Lamongan 483,032 496,313 605,025 668,316 Kab. Gresik 432,257
455,881 583,580 711,316 Kab. Bangkalan 366,027 387,862 484,511
590,654 Kota. Mojokerto 45,548 47,878 58,377 71,147 Kota. Surabaya
1,093,076 1,119,799 1,299,575 1,478,756
Total GKS 3,513,088 3,690,754 4,556,232 5,348,367
-
The JICA Study on Formulation of Spatial Planning for
GERBANGKERTOSUSILA Zone Laporan Final (Ringkasan)
4-69
0
1,000,000
2,000,000
3,000,000
4,000,000
5,000,000
6,000,000
2007 2010 2020 2030
ton/y
Surabaya
Kota Mojokerto
Bangkalan
Gresik
Lamongan
Kab Mojokerto
Sidoarjo
Gambar. 4.7.1 Perkiraan Masa Depan Timbulan Sampah di Kawasan
GKS
(2) Pengurangan Sampah setelah melalui Pergerakan 3R
Pengurangan jumlah timbulan sampah sangat penting dan sangat
diperlukan bagi masyarakat di masa mendatang. Jadi proses 3R (Reuse
Reduce Recycle Memakai Kembali, Mengurangi dan Daur Ulang)
langkah-langkahnya harus difasilitasi dengan memobilisasi
masyarakat.
Melalui langkah-langkah 3R, jumlah sampah padat yang akan
dilayani untuk TPA akan berkurang drastis dari 35,8 juta ton /
tahun menjadi 1,63 juta ton / tahun pada tahun 2030, atau
mengurangi separuh lahan TPA yang diperlukan.
Tabel 4.7.5 Target dengan Penerapan 3R di GKS Tingkat Timbulan
Sampah (Kg/Kapita/Hari) Kabupaten/
Kota Rasio
Komposting (%)
Ratio Kemungkinan 3R (%) 2010 2020 2030
Kab Sidoarjo 60 7 1.0 0.9 0.8
Kab Gresik 50 30 1.0 0.9 0.8
Kab Lamongan 70 13 1.0 0.9 0.8
Kota Mojokerto 75 10 1.0 0.9 0.8
Kota Surabaya 50 30 1.1 1.0 0.9 Sumber: Tim Study JICA
(3) Lahan TPA yang Diperlukan dalam Pergerakan 3R
Seperti terlihat pada Tabel 4.7.6, sebuah luasan lahan TPA yang
besar akan dibutuhkan pada tahun 2030 di GKS, khususnya di
Surabaya, Gresik dan Sidoarjo. Kabupaten berusaha untuk mengamankan
daerah rencana TPA dalam rencana pembangunan jangka menengah.
Namun, perhitungan kebutuhan jangka panjang tidak dipertimbangkan.
Rencana tersebut harus mencakup sasaran jangka panjang untuk
kebutuhan TPA.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa kegiatan 3R (pengurangan,
daur ulang, dan menggunakan kembali/pengomposan), harus didorong
dengan upaya maksimal, jika tidak, wilayah yang luas, atau sekitar
1.200 ha, harus disiapkan untuk lokasi penimbunan sampah saniter
(sanitary landfill) di kawasan GKS. Bahkan dengan langkah-langkah
3R yang kuat, 970 hektar lahan akan
-
The JICA Study on Formulation of Spatial Planning for
GERBANGKERTOSUSILA Zone Bab 4
4-70
dibutuhkan di GKS, dari yang 645 ha untuk Surabaya saja
diperlukan untuk menampung sampah yang semakin meningkat. TPA baru
harus ditetapkan antara opsi-opsi berikut, dengan studi lingkungan
yang cermat dan melalui kesepakatan stakeholder.
Tabel 4.7.6 Kebutuhan TPA dengan Langkah Perhitungan Intensif 3R
Sampah yang Terkumpul Th.
2010 - 2030 (000 ton)
Reduksi dg Penerapan 3R
2010 - 2030 (000 ton)
Jumlah Sampah setelah Penerapan
3R 2010 - 2030 (000 ton)
Kebutuhan Lahan TPA
(ha)
Tambahan Kapasitas (ha)
Jangka Menengah
Faktor Kebutuhan Kabupaten/
Kota
(A) (B) (A)-(B) (C) (D) (C)/(D)
Kab Sidoarjo 3,505 670 2,835 95 10 9.5 Kab Mojkerto 1,374 166
1,208 40 5 8.0 Kab Lamongan 601 79 522 17 1 17.0 Kab Gresik 4,108
1,010 3,098 103 15 6.9 Kab Bangkalan 1,456 289 1,167 39 - - Kota
Mojokerto 1,136 211 925 31 2.8 11.1 Kota Surabaya 23,611 4,267
19,344 645 15 43.0
GKS 35,792 6,692 29,100 970 49 19.9 Sumber: Tim Study JICA
1) Metode TPA baru di daerah rawa: Rawa akan baik digunakan
untuk TPA. Daerah rawa di Kota Surabaya timur akan menjadi kandidat
untuk tujuan tersebut. Setelah Keputih ditutup di wilayah timur
Surabaya, TPA Benowo di sisi barat telah melayani untuk semua
sampah di Kota Surabaya. Dalam rangka efisiensi pengumpulan dan
pengangkutan sampah, TPA di wilayah timur Surabaya akan
dibutuhkan.
2) Reklamasi / Penggalian TPA: sampah di Kota Mojokerto, yang
sudah dibuang direncanakan akan digali lagi bertujuan mengamankan
TPA. Hal ini bisa direkomendasikan untuk kabupaten lainnya. Masalah
yang timbul adalah berapa jumlah banyak yang bisa digunakan pabrik
untuk pupuk dan kontribusi terhadap pengurangan limbah.
(4) Adopsi Sistem Pembuangan Lintas-Regional
Pengelolaan Persampahan pada prinsipnya menempatkan tanggung
jawab pelaksanaan pada pemerintah daerah. Mengingat kompleksitas
pengelolaan sampah di GKS sepertitimbulan sampah dan mengamankan
lahan, untuk mengolah limbah bekerjasama dengan kabupaten tetangga
lainnya adalah cara yang efisien. Metode ini diperkenalkan dalam
banyak kasus di Jepang, dan juga membawa keuntungan dari
operasional fasilitas yang konsisten dan berbagi anggaran.
Di kawasan GKS, sebuah proyek akan mengadopsi sistem ini yaitu
"Environmental Recycling Park" (ERP) yang sedang direncanakan,
tetapi sedikit terhambat karena kesulitan dalam pembebasan tanah.
Pembebasan tanah merupakan prioritas tertinggi untuk pembangunan
baru fasilitas Pengelolaan Sampah Akhir. Proyek ini, yang
diprakarsai oleh Pemerintah Provinsi Jawa Timur, diharapkan dapat
secara kolektif didukung oleh semua kabupaten di GKS, tidak hanya
Kabupaten Gresik sebagai prototipe dari sistem pembuangan lintas
daerah.
(5) Skenario Privatisasi untuk Operasional Pengelolaan
Sampah
Ketika lahan pembuangan dapat diperoleh dengan biaya tertentu,
dapat diusulkan skenario kemungkinan manajemen proyek oleh
perusahaan swasta. Isu penting yang mendasari skenario ini adalah
untuk mengatur pengaturan harga yang tepat untuk pelayanan ini,
dengan
-
The JICA Study on Formulation of Spatial Planning for
GERBANGKERTOSUSILA Zone Laporan Final (Ringkasan)
4-71
memperhitungkan biaya rekening tanah, biaya penjualan, biaya
manajemen dan bunga pinjaman, dll. Misalnya, dihitung bahwa biaya
pembuangan berkisar antara US $ 20/ton ~ US $ 38/ton akan sangat
mungkin pengembangan TPA dan pengelolaan yang layak dilakukan oleh
sektor swasta.
KAB. LAMONGAN
KAB.GRESIK
KAB. BABGKALAN
KAB. MOJOKERTO
KAB. SIDOARJO
KOTA SURABAYA
TPA JABON
TPA BENOWO
TPA NGIPIK
PROPOSED MSW TREATMENT PLANT, KEDAMEAN
Existing TPA
ISLF @GRESIK
Waste flow to ISLF
Initial Service Coverage Area
Sumber: Dinas PUCKTR, Provinsi Jawa Timur
Gambar. 4.7.2 Lokasi Rencana Lahan TPA 4.7.3 Strategi dan
Prioritas Implementasi Pengelolaan Persampahan Berdasarkan temuan
di atas, berikut strategi yang relevan dan harus dilakukan:
1) Paradigma pergeseran dari metode pendekatan end-of-pipe ke
motode 3R. - Memobilisasi masyarakat untuk meningkatkan kesadaran
masyarakat dan kerjasama
untuk Gerakan 3R 2) Peningkatan Kualitas dan Pelayanan
Pengelolaan Persampahan.
- Rehabilitasi infrastruktur, peningkatan regulasi dan kapasitas
kelembagaan, dan manajemen kurikulum pendidikan
3) Pengenalan Teknologi Tepat Guna bagi langkah-langkah 3R. -
Daur ulang dan teknologi pengomposan pada khususnya
4) Peningkatan Sistem Manajemen Data Pengelolaan Persampahan
oleh pemerintah provinsi maupun masing-masing kabupaten.
5) Peningkatan Kapasitas Kelembagaan - Memfasilitasi
pengembangan kapasitas yang komprehensif, termasuk
administrasi, pembiayaan, manajemen informasi dan pengembangan
sumber daya manusia.
-
The JICA Study on Formulation of Spatial Planning for
GERBANGKERTOSUSILA Zone Bab 4
4-72
- Mempromosikan pendekatan lintas-wilayah (antar-kabupaten)
untuk solusi praktis untuk pembebasan lahan untuk sanitary
landfill.
- Mencarikan skema privatisasi yang tepat untuk pelayanan total
Pengelolaan Persampahan.
6) Pengenalan Teknologi Baru untuk pengurangan sampah,
memperhitungkan TPA yang tersedia terbatas, termasuk teknologi
insenerasi dalam jangka panjang Tabel 4.7.7 Implementasi Prioritas
untuk Pengelolaan Sampah di GKS
Prioritas Program Implementasi Instansi Pelaksana 1 Peningkatan
Fasilitas
dan Peralatan yang ada Melakukan survei dan perencanaan
rehabilitasi
fasilitas dan peralatan yang ada DKP
2 Pengembangan Kapasitas Pembuangan
Peningkatan Rencana 3R: Sistem pembuangan/pengumpulan; renovasi
sistem pengolahan jangka menengah;
Promosi Keperdulian Masyarakat: mobilisasi masyarakat untuk
Gerakan 3R
Rencana Teknologi Baru Pengurangan Sampah: pengenalan teknologi
baru
Rencana TPA Baru: Pengembangan metode pembuangan akhir
BAPPEPROV BAPPEKO DKP Masyarakat
3 Pengembangan Sistem Pembuangan lintas-daerah
Memfasilitasi proyek yang sedang berlangsung dari "Environment
Recycling Park (ERP)
Mengatur sebuah komite kerjasama proyek untuk mencari pendekatan
bersama untuk solusi Pengelolaan Persampahan
BAPPEPROV BAPPEKO BAPPEDA
4 Pengembangan Sistem Informasi Jaringan Pengelolaan
Persampahan
Membangun basis data Pengelolaan Persampahan di tingkat provinsi
dengan upaya bersama kabupaten-kabupaten anggota GKS
Memberikan dukungan teknis dan kerjasama hibah untuk Pemerintah
Pusat
BAPPEPRO PUCKTR DKP
5 Pengembangan Kapasitas Kelembagaan
Pengembangan kapasitas kelembagaan Program peningkatan
kepedulian masyarakat
BAPPEDA BAPPEKO
Penyusunan Master Plan Pengelolaan Persampahan di GKS
Meneliti solusi jangka panjang DKP BAPPEKO
-
Studi JICA untuk Merumuskan Rencana Tata Ruang Kawasan
GERBANGKERTOSUSILA (GKS) Laporan Final (Ringkasan)
5 - 1
5.1 Evaluasi Penggunaan Lahan untuk Analisa Daya Dukung Tata
Ruang
5.1.1 Metodologi dan Tujuan dari Analisa
Tujuan dari analisa evaluasi penggunaan lahan adalah untuk
mengidentifikasi daya dukung tata ruang untuk memastikan
keseimbangan dan kesesuaian pola penggunaan lahan di zone GKS
sebagai satu kesatuan. Dalam analisa ini, wilayah dengan lingkungan
yang sensitif diambil untuk konservasi dan/atau perlindungan sumber
daya alam. Melalui analisa ini, keseimbangan penggunaan lahan
antara pengembangan ekonomi dan perlindungan lingkungan secara
teoritis dapat dikejar.
5.1.2 Metodologi dari Analisa
Analisa penggunaan lahan dilakukan, dengan menggunakan teknik
GIS. Kriteria evaluasi digolongkan menjadi dua kelompok: satu
adalah kelompok komponen lingkungan yang harus dilindungi,
dilestarikan dan / atau disediakan terhadap kegiatan pembangunan
perkotaan, dan yang lainnya adalah kelompok komponen pengembangan
potensial yang mencakup aksesibilitas dan / atau ketersediaan dari
layanan perkotaan seperti transportasi, pusat layanan dan
infrastruktur. Kelompok yang pertama juga diakui sebagai faktor
kendala terhadap pembangunan, sementara yang kedua, "potensi
positif" untuk pengembangan.
Kriteria dalam analisa tersebut di tunjukkan pada Tabel 5.1.1
untuk faktor-faktor kendala (atau komponen lingkungan) dan Tabel
5.1.2 untuk faktor-faktor potensi pembangunan. Tabel tersebut
menunjukkan sejumlah peringkat skor untuk tiap kriteria yang
tercermin dari tingkat kepentingannya.
Secara teori, unit lahan (= suatu sel dengan luas 200m x 200m)
memiliki dua macam nilai negatif dan positif, dan jumlah kedua
adalah nilai asli yang diberikan kepada lahan. Jika lahan tersebut
menghasilkan jumlah negative, itu berarti bahwa lahan tersebut
harus dilindungi, meskipun lahan tersebut memiliki sejumlah tingkat
tertentu dari potensi pengembangan dan demikian juga sebaliknya.
Dengan demikian, skor tiap sel dihitung dengan alogaritma
berikut:
Dimana,
- LPi : Skor Total evaluasi penggunaan lahan dari i-cell: - PFi
: Skor faktor potensial pengembangan dari i-cell - CFi : Skor
faktor konservasi lingkungan dari i-cell - Dj : Bobot yang
diberikan kepada faktor potensial pengembangan - Ek: Bobot yang
diberikan kepada faktor konservasi lingkungan
Gambar 5.1.1 menunjukkan metodologi penggunaan teknik GIS untuk
evaluasi analisa penggunaan lahan seperti yang telah dibahas di
atas. Seperti yang ditunjukkan pada gambar ini, pola faktor kendala
saat ini (per 2009) adalah identik dengan yang berlaku di masa
depan, 2030, hanya karena nilai-nilai lingkungan hidup tidak
berkurang selama waktu tersebut . Di sisi lain, pola pembangunan
yang potensial akan berubah secara drastis pada tahun 2030, dimana
diberikan jaringan infrastruktur transportasi yang baru.
5. POLA TATA RUANG DI KAWASAN GKS
-
Bab 5
5 - 2
Tabel 5.1.1 Faktor-Faktor Kendala untuk Evaluasi Lahan
Kawasan Hutan Bakau Kawasan Hutan Bakau Eksisting + 1 km daerah
jarak euclidean
Kawasan Militer Kawasan Militer Eksisting + 1 km daerah jarak
Euclidean
Kawasan Banjir Lumpur Porong
Kawasan Banjir Lumpur Porong +5 km daerah jarak euclidean
Rawa-rawa/Kolam ikan Kawasan rawa-rawa/kolam ikan eksisting
Pertanian Irigasi Kawasan irigasi pertanian eksisting
Tempat Pembuangan Tempat pembuangan eksisting + 2 km daerah
jarak Euclidean
Hutan Kawasan hutan eksisting + 1 km daerah jarak euclidean
Kawasan berpotensi banjir Daerah berpotensi banjir di Jatim
Bandara Bandara + 5 km daerah jarak euclidean
Hutan produksi Daerah hutan produksi di Jatim
Hutan lindung Daerah hutan lindung di Jatim
Kondisi tanah (erosi) Kondisi tanah di Jatim
Stabilitas lahan Hasil analisa stabilitas lahan di GKS-ISP
Tangkapan air Daerah tangkapan air di Jatim
Kawasan konservasi Kawasan konservasi di Jatim Sumber: Tim Studi
JICA
Tabel 5.1.2 Faktor-faktor Potensi Pembangunan untuk Evaluasi
Lahan Faktor-faktor analisa untuk tahun 2009 Faktor-faktor analisa
untuk tahun 2030
Jarak dari pusat kota Surabaya Jarak dari pusat daerah
Jarak dari Gresik/ Sidoarjo Jarak dari pusat setingkat SMA
Jarak dari Bangkalan/ Labang/ Menga/ Kerian Jarak dari pusat
kabupaten GKS
Aksesibilitas ke/dari Pusat Perkotaan
Jarak dari Lamongan/ Mojokerto/ Gempol/ Babat
Jarak dari sub-pusat GKS / sub-pusat SMA / sub-pusat kabupaten
lainnya
Jarak dari terminal bus (antar propinsi) Jarak dari terminal bus
(antar propinsi)
Jarak dari terminal bus (terminal bus tingkat 2)
Jarak dari terminal bus (terminal bus tingkat 2)
Jarak dari terminal bus (terminal bus tingkat 3)
Jarak dari terminal bus (terminal bus tingkat 3)
Jarak dari trayek bus Jarak dari trayek bus
Aksesibilitas ke/dari Pelayanan Bus
- Jarak dari sub-terminal bus Jarak dari Pelabuhan (Pelabuhan
tingkat 1)
Jarak dari Pelabuhan (Pelabuhan tingkat 1)
Jarak dari Pelabuhan Jarak dari Pelabuhan (Pelabuhan tingkat
2)
Jarak dari Pelabuhan (Pelabuhan tingkat 2)
Aksesibilitas ke/dari Pelayanan KA Jarak dari Stasiun KA Jarak
dari Stasiun KA
Jarak ke/dari kawasan Jarak dari Kawasan Industri Jarak dari
Kawasan Industri
-
Studi JICA untuk Merumuskan Rencana Tata Ruang Kawasan
GERBANGKERTOSUSILA (GKS) Laporan Final (Ringkasan)
5 - 3
Faktor-faktor analisa untuk tahun 2009 Faktor-faktor analisa
untuk tahun 2030 industri dan Terminal Kargo Jarak dari terminal
angkutan barang Jarak dari terminal angkutan barang
Jarak dari jalan arteri sekunder Jarak dari jalan arteri
sekunder
Jarak dari jalan tol Jarak dari jalan tol
Jalan dari jalan kolektor Jalan dari jalan kolektor
Jarak dari ramp Jarak dari ramp
Jarak dari jalan lokal Jarak dari jalan lokal
Aksesibilitas Jalan
Jarak dari jalan arteri Jarak dari jalan arteri
Jarak dari bandara Jarak dari bandara Jarak dari bandara
Daerah waktu-jarak 60 menit Daerah waktu-jarak 60 menit
Waktu-Jarak ke/dari Pusat Surabaya Daerah waktu-jarak 30 menit
Daerah waktu-jarak 30 menit
- Jarak dari proyek - Jarak dari koridor transit bus yang baru -
Jarak dari stasiun transit bus yang baru
Aksesibilitas ke/dari pelayanan lainnya
- Jarak dari halte komuter Sumber: Tim Studi JICA
Sumber: Tim Studi JICA
Gambar 5.1.1 Teknik GIS untuk Keseluruhan Analisa Penggunaan
Lahan
5.1.3 Distribusi Lahan dengan Kendala (2009-2030)
Teknik GIS mengungkapkan adanya pola distribusi lahan dengan
kendala pembangunan yang tinggi, seperti digambarkan pada Gambar
5.1.2, yang menunjukkan gradasi yang mewakili adanya akumulasi
nilai negatif. Lahan yang memiliki skor negatif yang lebih tinggi
diwarnai dengan warna coklat yang lebih gelap, sedangkan lahan yang
memiliki skor negatif yang lebih rendah diwarnai dengan warna hijau
yang lebih gelap. Berdasarkan peta ini, daerah yang akan
-
Bab 5
5 - 4
diberikan perhatian secara lebih cermat terhadap masalah
pembangunan perkotaan atau konversi lahan dapat dengan mudah
diidentifikasikan di Kawasan GKS.
5.1.4 Distribusi Lahan dengan Potensi Pengembangan Land (2009
dan 2030)
Analisa GIS juga menggambarkan adanya pola distribusi potensi
pembangunan pada tahun 2009 dan 2030, seperti yang ditunjukkan pada
Gambar 5.1.3. daerah yang memiliki skor yang lebih tinggi diwarnai
dengan warna coklat lebih gelap dalam skala gradasi yang
menggambarkan akumulasi nilai positif. Sangat jelas bahwa potensi
pengembangan lahan akan sangat berkembang bersama dengan jaringan
angkutan di masa depan yang telah diusulkan. Perubahan yang dapat
dicatat dalam hal perbandingan antara 2009 dan 2030 terjadi di
daerah sub-urban barat Surabaya, daerah pantai utara sepanjang
Gresik dan Lamongan, dan koridor Jembatan Suramadu di
Bangkalan.
5.1.5 Evaluasi Potensi Penggunaan Lahan Secara Keseluruhan
Menggabungkan dua peta yang telah dikategorikan akan memberikan
hasil evaluasi secara keseluruhan terhadap potensi pemanfaatan
lahan, seperti yang ditunjukkan pada Gambar 5.1.4, yang akan
menjadi kondisi dasar yang harus dipertimbangkan untuk perencanaan
tata guna lahan dan pembentukan kebijakan lingkungan.
Pola distribusi wilayah lahan yang telah diberi skor
ditabulasikan pada Tabel 5.1.3. Pada hasil analisa tersebut, dapat
dinilai bahwa jika wilayah lahan dievaluasi pada skor negatif, maka
wilayah tersebut harus dilestarikan atau dikonservasikan secara
ketat, karena faktor negatif di daerah itu lebih kuat daripada
faktor positif. Sedangkan jika diberikan nilai keseluruhan positif
yang besar, maka wilayah tersebut dapat menerima sejumlah kegiatan
pengembangan. Dalam pengertian ini, wilayah yang memiliki skor
negative adalah sekitar 165.000 ha secara total, atau 26,0% dari
seluruh Kawasan GKS pada tahun 2030. Di sisi lain, wilayah dengan
skor positif adalah sekitar 470.000 ha, 74,0% dari seluruh Kawasan
GKS pada tahun 2030. Perlu dicatat bahwa wilayah dengan skor
positif adalah termasuk lahan pertanian.
Tabel 5.1.3 Hasil Evaluasi Keseluruhan dari Potensi dan Kendala
Penggunaan Lahan di Kawasan GKS
less than -81 288 0.0% 520 0.1%-71 - -80 652 0.1% 424 0.1%-61 -
-70 5,460 0.9% 8,424 1.3%-51 - -60 4,960 0.8% 4,272 0.7%-41 - -50
18,856 3.0% 23,880 3.8%-31 - -40 72,020 11.3% 71,448 11.3%-21 - -30
28,604 4.5% 21,068 3.3%-11 - -20 4,024 0.6% 5,952 0.9%-1 - -10
22,324 3.5% 28,904 4.6%
0-10 Low Potential 50,028 7.9% 58,172 9.2%11-20 235,028 37.0%
197,956 31.2%21-30 111,012 17.5% 99,392 15.7%31-40 38,796 6.1%
46,148 7.3%41-50 18,820 3.0% 29,824 4.7%51-60 18,420 2.9% 24,252
3.8%
more than 60 5,608 0.9% 14,264 2.2%634,900 100.0% 634,900 100.0%
634,900 100.0% 634,900 100.0%
470,008
26.0%
74.0%
Categorized Area Categorized Area
HighPotential
157,188
477,712
24.8%
75.2%
Y2009Attribute
Area (ha) Area (ha)High
Constained
LowConstrained
ScoreY2030
164,892
Sumber: Tim Studi JICA
-
Studi JICA untuk Merumuskan Rencana Tata Ruang Kawasan
GERBANGKERTOSUSILA (GKS) Laporan Final (Ringkasan)
5 - 5
Gambar 5.1.2 Pola Distribusi Lahan dengan Kendala
Pengembangan
-
Bab 5
5 - 6
Gambar 5.1.3 Pola Distribusi Lahan dengan Potensial Pengembangan
(2009 dan 2030)
-
Studi JICA untuk Merumuskan Rencana Tata Ruang Kawasan
GERBANGKERTOSUSILA (GKS) Laporan Final (Ringkasan)
5 - 7
Gambar 5.1.4 Evaluasi Keseluruhan dari Potensial Pengembangan
Lahan (2009 dan 2030)
-
Bab 5
5 - 8
5.2 Pengendalian Penggunaan Lahan dan Pengelolaan Lingkungan
5.2.1 Langkah-langkah Pengendalian Penggunaan Lahan untuk
Perlindungan Lingkungan
Perhatian harus diberikan kepada kendala pengembangan, dengan
memperhatikan kesesuaian lahan, bencana alam dan kerentanan
lingkungan dilihat dengan sudut pandang perlindungan lingkungan,
konservasi dan rehabilitasi sesuai dengan undang-undang dan pedoman
dari pemerintah daerah dan pemerintah pusat dalam hal pengelolaan
lingkungan. Wilayah tersebut sangat penting untuk menjamin keamanan
pangan, pengelolaan lingkungan sumber daya air dan pengelolaan
bencana. Meskipun saat ini masyarakat membayar kesempatan tersebut,
perlindungan dan konservasi tetap harus dilakukan, atau masyarakat
harus membayar dampak sosial yang lebih besar oleh generasi
berikutnya.
Gambar 5.2.1 menunjukkan faktor evaluasi yang harus dilaksanakan
terhadap pola tata ruang atau perencanaan penggunaan lahan. Selain
itu, hasil analisa yang berasal dari bagian sebelumnya, 5.1
menyediakan dengan implikasi yang bermanfaat terhadap pembentukan
kebijakan penggunaan lahan. Berikut ini adalah langkah-langkah
pengendalian penggunaan lahan:
(1) Wilayah Perlindungan Lingkungan
Meskipun tidak ada kawasan perlindungan nasional di GKS,
beberapa daerah perlindungan provinsi harus dibuat seperti taman
alam yang bernama Taman Hutan Raya di daerah pegunungan Kabupaten
Mojokerto.
(2) Wilayah Perlindungan Hutan
Beberapa jenis wilayah perlindungan hutan di GKS diantaranya
adalah sebagai berikut:
- Kawasan Hutan Lindung - Kawasan Hutan Produksi - Kawasan Hutan
Konservasi
Kawasan hutan lindung ini harus benar-benar dilestarikan untuk
melindungi DAS, untuk mencegah erosi tanah dan untuk mencegah
banjir. Hal ini diamanatkan oleh UU No 41 tahun 1999.
Kawasan hutan lindung harus benar-benar dikelola sesuai dengan
UU, sementara untuk kawasan hutan produksi dapat dimasukkan ke
dalam kawasan konservasi di mana beberapa kegiatan sosial dan
ekonomi diijinkan untuk dilaksanakan secara terkendali.
(3) Peraturan Ruang Hijau dan Ruang Terbuka
Menurut UU No 26 2007, pengelolaan tata ruang, setidaknya 30%
daerah terbuka harus tersedia di DAS masing-masing. Daerah ini
harus dilestarikan, dan pada saat yang sama, zona penyangga harus
ditetapkan di daerah sekitarnya.
(4) Perlindungan Sumber Mata Air dan Wilayah Tangkapan Air
Hutan lindung sumber mata air dan daerah sumber daya air harus
benar-benar dilindungi dengan penegakan hukum. Kebanyakan dari
mereka adalah termasuk dalam "Kawasan Hutan Lindung" yang ditunjuk
oleh UU No 41 tahun 1999. Namun, beberapa tetap tidak diatur oleh
UU. Masyarakat harus dimobilisasi untuk menjaga daerah
tersebut.
-
Studi JICA untuk Merumuskan Rencana Tata Ruang Kawasan
GERBANGKERTOSUSILA (GKS) Laporan Final (Ringkasan)
5 - 9
(5) Lahan Pertanian Irigasi
Departemen Pertanian Jawa Timur menyediakan kebijakan tentang
lahan pertanian eksisting, dengan kebijakan bahwa lahan harus
dipertahankan. Karena meningkatnya tekanan urbanisasi, lahan
pertanian cenderung dikonversi menjadi perumahan dan / atau lahan
industri. Namun, kecenderungan ini harus diminimalkan atau
dikendalikan terutama di daerah lahan pertanian irigasi di mana
investasi pertanian secara historis diakumulasikan untuk
mengamankan produksi pangan, karena perubahan tersebut tidak dapat
diubah selamanya. Kerugian ekonomi kadang-kadang lebih besar
daripada manfaat ekonomi yang timbul dari konversi lahan.
(6) Wilayah Pesisir Rawa dan Wilayah rawan banjir
Daerah rawa yang luas tersebar di pesisir pantai timur dan
utara. Daerah ini pada prinsipnya harus dilestarikan, karena
keunikan ekologi dan pentingnya keanekaragaman hayati dan simbiosis
dengan kegiatan perikanan.
Wilayah yang rawan banjir besar di sepanjang Sungai Solo harus
dilestarikan, sambil sekaligus mengontrol konversi penggunaan lahan
untuk perumahan, industri dan tujuan komersial. Sebaliknya,
penggunaan pertanian dapat dilakukan dengan tindakan rekayasa untuk
drainase.
(7) Wilayah Semburan Lumpur Lapindo
Semburan lumpur Lapindo di Kab. Sidoarjo memiliki dampak
langsung dan tidak langsung yang cukup besar terhadap GKS,
pemerintah Indonesia telah membentuk BPLS (Badan Penanggulangan
Lumpur Sidoarjo). Badan ini memiliki misi: (a) upaya mitigasi
terhadap semburan lumpur, (b) upaya penanganan genangan lumpur, (c)
pengelolaan dampak sosial, dan (d) manajemen dampak terhadap
infrastruktur.
Wilayah lapindo harus dilestarikan untuk sementara waktu sampai
dengan berhentinya fenomena tersebut dan terjaminnya stabilitas
dilihat dari sudut pandang geologi. Di masa yang akan datang,
daerah dapat dikembangkan untuk tujuan rekreasi dan pariwisata,
apabila stabilitas geologis tanah sudah terjamin.
-
Bab 5
5 - 10
Gambar 5.2.1 Faktor Lingkungan yang harus Dipertimbangkan untuk
Konservasi dan Preservasi
-
Studi JICA untuk Merumuskan Rencana Tata Ruang Kawasan
GERBANGKERTOSUSILA (GKS) Laporan Final (Ringkasan)
5 - 11
5.2.2 Strategi-strategi Pengelolaan Lingkungan
(1) Struktur Permasalahan Lingkungan di Kawasan GKS
Struktur masalah lingkungan yang utama di Kawasan GKS
ditunjukkan pada Gambar 5.2.2. Seperti yang diilustrasikan dalam
gambar ini, masalah lingkungan di Kawasan GKS bergantung terutama
pada kondisi topografi dan penggunaan lahan. Hal ini terutama
ditandai oleh adanya masalah di daerah perbukitan, daerah pedesaan
dan perkotaan. Di daerah perbukitan, misalnya, masalah yang terjadi
berkaitan dengan konservasi hutan dan tanah, khususnya di Kab.
Mojokerto. Di daerah perkotaan, masalah ini berkaitan dengan
pertumbuhan penduduk, dan secara kolektif disebabkan oleh masalah
industrialisasi, urbanisasi dan peningkatan populasi.
Perlu dicatat bahwa sebagian besar tekanan pembangunan di
Kawasan GKS telah datang dari hilir ke hulu. Manifestasi termasuk
berkurangnya lahan pertanian yang diakibatkan oleh semakin
banyaknya industri dan pemukiman dan perluasan perumahan. Wilayah
tutupan hutan di daerah perbukitan, di sisi lain, diketahui menurun
akibat konversi lahan ilegal di beberapa wilayah hutan untuk lahan
pertanian. Dampak lingkungan ini berjalan berbeda dengan tekanan
perkembangan dan pengaruh perkembangan yang terjadi dari hulu
hingga hilir.
Gambar 5.2.2 Struktur Permasalahan Lingkungan di Kawasan GKS
(2) Kebutuhan terhadap Strategi Fungsional Pengelolaan
Lingkungan
Seperti yang terlihat di atas, perekonomian GKS telah berkembang
pesat dalam dekade terakhir ini. Saat ini, pertumbuhan ekonomi
tersebut telah menimbulkan masalah lingkungan akibat adanya
industrialisasi dan urbanisasi. Di masa yang akan datang, ada
kemungkinan bahwa kondisi lingkungan akan memburuk secara lebih
serius jika tindakan yang diperlukan tidak diambil.
Skenario di atas mungkin merupakan situasi umum yang terjadi di
Indonesia, sehingga GKS harus menjadi model keberlanjutan
pengembangan wilayah untuk Indonesia. Dalam rangka
-
Bab 5
5 - 12
mempertahankan dan memelihara posisi tertentu di Indonesia,
Kawasan GKS harus mempromosikan pengembangan berkelanjutan wilayah
yang memiliki unsur-unsur penting untuk menyeimbangkan pertumbuhan
ekonomi dan perlindungan lingkungan. Isu-isu kebijakan lingkungan
tersebut adalah:
x Simbiosis dengan lingkungan untuk kemakmuran yang
berkelanjutan x Menjamin lingkungan hidup dan memperbaiki kerusakan
lingkungan x Memberikan kontribusi dalam isu-isu lingkungan global
terutama perubahan iklim
5.2.3 Pengelolaan Wilayah Lingkungan Sensitif
(1) Identifikasi terhadap Wilayah Lingkungan Sensitif di
Zona
Pengenalan wilayah Lingkungan Sensitif / Environmentally
Sensitive Area (ESA) merupakan pendekatan strategis untuk
pengembangan wilayah yang berkelanjutan, dengan mempertimbangkan
lanskap bernilai dan / atau rentan dan ekosistem dilihat dari sudut
pandang lingkungan.
Peta ESA, yang menunjukkan lokasi wilayah lingkungan yang
sensitif, akan digambarkan sebagai salah satu peta zoning umum.
Dari peta ESA, seseorang dapat mengidentifikasikan lokasi daerah
mana harus dipelihara, dilestarikan dan dikembalikan dari sudut
pandang lingkungan alam dan konservasi ekosistem seperti:
- Untuk menjaga wilayah yang penting dan kritis, serta
fitur-fitur uniknya; - Untuk melindungi habitat yang kritis,
ekosistem dan proses ekologi; - Untuk memisahkan konflik kegiatan
manusia; dan - Untuk meminimalisir dampak dari kegiatan manusia di
wilayah daratan dan perairan pantai.
(2) Implikasi Perencanaan Peta ESA
Hal ini penting untuk memastikan keseimbangan antara kebutuhan
pembangunan, situasi sosial-ekonomi dan pelestarian lingkungan.
Seperti telah disebutkan sebelumnya, sebuah Peta ESA menunjukkan
arah daerah yang harus dijaga, dilestarikan dan dipulihkan dari
sudut pandang pelestarian lingkungan. Oleh karena itu, peta ESA
digunakan sebagai dasar untuk perencanaan tata guna lahan dan
pembangunan infrastruktur dalam rangka mencapai pembangunan daerah
yang berkelanjutan. Hal ini dapat digunakan dalam menetapkan
pedoman bagi perencanaan
tata ruang, pembangunan infrastruktur, dan studi penilaian
dampak lingkungan.
Secara khusus, tiga (3) ekosistem lingkungan yang harus
dipertimbangkan dalam peta ESA adalah:
x Stabilitas Lahan untuk perlindungan terhadap bencana seperti
tanah longsor dan banjir
x Ekosistem Hutan untuk melindungi habitat kritis dan proses
ekologi x Ekosistem Hutan Bakau untuk melindungi sumber daya
pantai
Gambar 5.2.3 Peta ESA yang diusulkan berdasarkan pertimbangan
diatas.
Land Stability
Forest Ecosystem
Mangrove Ecosystem
Environmental Policies for: Preservation Conservation
Restoration
-
Studi JICA untuk Merumuskan Rencana Tata Ruang Kawasan
GERBANGKERTOSUSILA (GKS) Laporan Final (Ringkasan)
5 - 13
Gambar 5.2.3 Peta Wilayah Lingkungan Sensitif di Kawasan GKS
4. STRUKTUR RUANG KAWASAN GKS4.6 Telekomunikasi4.6.1 Situasi
saat ini4.6.2 Strategi Pembangunan
4.7 Manajemen Persampahan4.7.1 Situasi Saat Ini4.7.2 Rencana
Kebutuhan Lahan TPA4.7.3 Strategi dan Prioritas Implementasi
Pengelolaan Persampahan
5. POLA TATA RUANG DI KAWASAN GKS5.1 Evaluasi Penggunaan Lahan
untuk Analisa Daya Dukung Tata Ruang5.1.1 Metodologi dan Tujuan
dari Analisa5.1.2 Metodologi dari Analisa5.1.3 Distribusi Lahan
dengan Kendala (2009-2030)5.1.4 Distribusi Lahan dengan Potensi
Pengembangan Land (2009 dan 2030)5.1.5 Evaluasi Potensi Penggunaan
Lahan Secara Keseluruhan
5.2 Pengendalian Penggunaan Lahan dan Pengelolaan
Lingkungan5.2.1 Langkah-langkah Pengendalian Penggunaan Lahan untuk
Perlindungan Lingkungan5.2.2 Strategi-strategi Pengelolaan
Lingkungan5.2.3 Pengelolaan Wilayah Lingkungan Sensitif