Top Banner
95 JSDG Vol. 19 No. 2 April 2009 Naskah diterima : 19 Februari 2009 Revisi terakhir : 30 April 2009 LINGKUNGAN PENGENDAPAN FORMASI MALAWA, SULAWESI SELATAN BERDASARKAN KANDUNGAN MAKRO FOSIL Fauzie Hasibuan Pusat Survei Geologi Jl. Diponegoro No. 57 Bandung 40122 SARI Penelitian makrofosil, terutama moluska yang dikandung oleh Formasi Malawa mengungkapkan lingkungan pengendapannya. Empat penampang stratigrafi yang mewakili formasi tersebut telah diukur dan mengandung fosil moluska yang terawetkan dengan baik. Hasil analisis menunjukkan bahwa Formasi Malawa yang berumur Eosen Tengah ini diendapkan dalam lingkungan hutan bakau, dekat pantai, berarus kuat, kadang-kadang dipengaruhi air tawar (sungai), suatu lingkungan yang berbentuk laguna dan pematang pasir (sand-bar), seperti lingkungan delta. Kata kunci: Formasi Malawa, Eosen Tengah, moluska, bakau, lingkungan delta ABSTRACT The study of molluscs from the Malawa Formation revealed the paleoenvironmental deposition of the formation. Four measured stratigraphic sections which are representastive of the formation contain well preserved molluscan fauna. The results of analysis indicate that the Malawa Formation of Middle Eocene age has been deposited in a mangrove environment, near shore, high energy, with fresh water influx such as rivers, in a lagoon with sand bars, a kind of deltaic environment. Keywords: Malawa Formation, Middle Eocene, molluscs, mangrove, deltaic environment [email protected] untuk dijadikan dasar analisis pengendapan Formasi Malawa. Walaupun demikian, penelitian kelompok fosil lain, seperti seperti foraminifera, nanoplankton, dan palinologi juga dilakukan. Penentuan umur Formasi Malawa juga didukung oleh keberadaan kelompok fosil-fosil lain seperti tersebut di atas. Makalah ini merupakan pengembangan laporan penelitian lapangan yang tersimpan di perpustakaan dan Laboratorium Paleontologi, Pusat Survei Geologi, Bandung. Daerah penelitian meliputi Kabupaten Barru, Pangkep, dan Bone, Sulawesi Selatan. Sebagai peta dasar, dipakai peta topografi Lembar Camba, Lalebata, dan Segeri dengan skala 1:50.000 yang diterbitkan oleh BAKOSURTANAL. Peta geologi daerah penelitian termasuk di Lembar Pangkajene dan Watampone Bagian Barat, Sulawesi, Skala 1:250.000 (Sukamto, 1982) (Gambar 1). Kedudukan stratigrafi formasi-formasi batuan di daerah ini dapat dilihat pada Gambar 2. Peta lokasi pembuatan penampang terukur dapat dilihat pada Gambar 3. PENDAHULUAN Formasi Malawa tersebar di Sulawesi Selatan, antara lain di daerah-daerah Padanglampe, Doidoi, Malawa, sepanjang Sungai Duri, Gatareng, Sungai Umpung, Birane, dan Tondongkura. Selain mengandung batubara, formasi ini juga mengandung fosil moluska yang terawetkan dengan cukup baik. Dalam rangka inventarisasi endapan batubara secara nasional, telah dilakukan penelitian terhadap formasi tersebut. Dalam kesempatan ini telah pula dilakukan penelitian khusus terhadap kumpulan fosil moluska yang dijumpai, guna menunjang analisis lingkungan pengendapan batubara terkait. Maksud penelitian ini ialah untuk menganalisis lingkungan pengendapan Formasi Malawa yang mengandung lapisan-lapisan batubara berdasarkan kandungan makrofosilnya. Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan acuan pada penelitian batubara di daerah lain di masa mendatang. Makalah ini lebih ditekankan pada percontoh fosil moluska yang dikumpulkan dalam kegiatan lapangan Geo-Sciences J G S M
12

02 Hal 95 - 106 Fauzie hasibuan - Jurnal Geologi dan ...

Jan 26, 2022

Download

Documents

dariahiddleston
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: 02 Hal 95 - 106 Fauzie hasibuan - Jurnal Geologi dan ...

95JSDG Vol. 19 No. 2 April 2009

Naskah diterima : 19 Februari 2009

Revisi terakhir : 30 April 2009

LINGKUNGAN PENGENDAPAN FORMASI MALAWA, SULAWESI SELATAN BERDASARKAN KANDUNGAN MAKRO FOSIL

Fauzie Hasibuan

Pusat Survei Geologi

Jl. Diponegoro No. 57 Bandung 40122

SARI

Penelitian makrofosil, terutama moluska yang dikandung oleh Formasi Malawa mengungkapkan lingkungan

pengendapannya. Empat penampang stratigrafi yang mewakili formasi tersebut telah diukur dan mengandung fosil

moluska yang terawetkan dengan baik. Hasil analisis menunjukkan bahwa Formasi Malawa yang berumur Eosen Tengah

ini diendapkan dalam lingkungan hutan bakau, dekat pantai, berarus kuat, kadang-kadang dipengaruhi air tawar (sungai),

suatu lingkungan yang berbentuk laguna dan pematang pasir (sand-bar), seperti lingkungan delta.

Kata kunci: Formasi Malawa, Eosen Tengah, moluska, bakau, lingkungan delta

ABSTRACT

The study of molluscs from the Malawa Formation revealed the paleoenvironmental deposition of the formation. Four

measured stratigraphic sections which are representastive of the formation contain well preserved molluscan fauna.

The results of analysis indicate that the Malawa Formation of Middle Eocene age has been deposited in a mangrove

environment, near shore, high energy, with fresh water influx such as rivers, in a lagoon with sand bars, a kind of deltaic

environment.

Keywords: Malawa Formation, Middle Eocene, molluscs, mangrove, deltaic environment

[email protected]

untuk dijadikan dasar analisis pengendapan Formasi

Malawa. Walaupun demikian, penelitian kelompok

fosil lain, seperti seperti foraminifera, nanoplankton,

dan palinologi juga dilakukan. Penentuan umur

Formasi Malawa juga didukung oleh keberadaan

kelompok fosil-fosil lain seperti tersebut di atas.

Makalah ini merupakan pengembangan laporan

penelitian lapangan yang tersimpan di perpustakaan

dan Laboratorium Paleontologi, Pusat Survei Geologi,

Bandung.

Daerah penelitian meliputi Kabupaten Barru,

Pangkep, dan Bone, Sulawesi Selatan. Sebagai peta

dasar, dipakai peta topografi Lembar Camba,

Lalebata, dan Segeri dengan skala 1:50.000 yang

diterbitkan oleh BAKOSURTANAL. Peta geologi

daerah penelitian termasuk di Lembar Pangkajene

dan Watampone Bagian Barat, Sulawesi, Skala

1:250.000 (Sukamto, 1982) (Gambar 1).

Kedudukan stratigrafi formasi-formasi batuan di

daerah ini dapat dilihat pada Gambar 2. Peta lokasi

pembuatan penampang terukur dapat dilihat pada

Gambar 3.

PENDAHULUAN

Formasi Malawa tersebar di Sulawesi Selatan, antara

lain di daerah-daerah Padanglampe, Doidoi,

Malawa, sepanjang Sungai Duri, Gatareng, Sungai

Umpung, Birane, dan Tondongkura. Selain

mengandung batubara, formasi ini juga mengandung

fosil moluska yang terawetkan dengan cukup baik.

Dalam rangka inventarisasi endapan batubara secara

nasional, telah dilakukan penelitian terhadap formasi

tersebut. Dalam kesempatan ini telah pula dilakukan

penelitian khusus terhadap kumpulan fosil moluska

yang dijumpai, guna menunjang analisis lingkungan

pengendapan batubara terkait.

Maksud penelitian ini ialah untuk menganalisis

lingkungan pengendapan Formasi Malawa yang

mengandung lapisan-lapisan batubara berdasarkan

kandungan makrofosilnya. Hasil penelitian ini

diharapkan dapat dijadikan acuan pada penelitian

batubara di daerah lain di masa mendatang.

Makalah ini lebih ditekankan pada percontoh fosil

moluska yang dikumpulkan dalam kegiatan lapangan

Geo-Sciences

J G S M

Page 2: 02 Hal 95 - 106 Fauzie hasibuan - Jurnal Geologi dan ...

96 JSDG Vol. 19 No. 2 April 2009

S

t t

t

t

t

t

Ub

Ub

d

S

Sm

m

m

Qa

Qa

t

Tm

c

TemTem

dTem

Kb

Tpv

d

Kb

Kb

Temt

Temt

Qpt

Temt

Qpt

Tmc

Tmcv

Tmcv

t

t

Temt

Qpt

Qpt

Tem

Temt

Temt

Tem

Kb

Qac

Qac

Qac

Qac

b

b

Tem

b

Temt

Temt

Qac

d

d

Temt

Tmcv

Tmc Qac

Tmc

Tpbv

Tmcv

d

d

Temt

Temt

dd

b

d

Kb

d

Kb

Tem

Temt

Temt

Temt

Temt

Tmc

Tmcv

Tm

cl

Tmpt

Tmc

Kb

Tem

Temt Tmpt

Tmpt Tmpt

Tmpt

Temt

TemtTem

Tmsv

Tmpw

Tmpw

Tmcv

Tmcv

Tmca

20

25

1220

25

65

15

22

25

29

35

25

20

30

22 50

40 15

10

12

40

30

25

15

5 20

8 6

10

1110

10

10

10

15

11 20

1020

30

30

20

16

5

28

25

520

15

5

10

12

20

35

20

815

30

38

10

20

60

35

B.PASOPANG

B. BULULATONA

Manyengo

Mario

B.BALLANG

B.SARAUNG

B.TAMANGUMBA

B.LEAPUTE

B. MANDALEB. LANGKAE

B.BARINGAN

B. MATUMPA

B. MALEMPONG

Ujunglamuru

Watan lamuru

B. MARAJA

B. PAKITA

KETERANGAN :

Doidoi

4 40 0 30' 30'

5 50 000' 00'

120

120

00

00'

00'

119

119

00

34'

34'

0 12,5 km

Batuan Sedimen

Qac

Tmpw

Tmc

Temt

Tem

Kb

Endapan aluvium

Formasi Walanae

Formasi Camba

Formasi Tonasa

Formasi Malawa

Formasi Balangbaru

Batuan malihan

Batuan ultrabasa

Batuan gunung api dan terobosan

Tpbv

Tmsv

Tpv

d

t

b

Batuan gunung apiBaturape - Cindako

Batuan gunung api Soppeng

Batuan gunung api terpropilitkan

Diorit - granodiorit

Trakit

Basal

Tmca

Tmcv

Formasi Camba (Tefrit Lesit)

Formasi Camba

S

Ub

Sesar naik

Sesar normal

Malawa

Camba

U

Gambar 1. Peta geologi Lembar Pangkajene dan Watampone Bagian Barat, Sulawesi Selatan (Sukamto, 1982).

Geo-Sciences

J G S M

Page 3: 02 Hal 95 - 106 Fauzie hasibuan - Jurnal Geologi dan ...

97JSDG Vol. 19 No. 2 April 2009

SULAWESI SELATAN BAGIAN BARAT SULAWESI BAGIAN TIMUR

B TNama-nama formasi, batuan dan

ketebalanB TUmur

Miosen Akhir

MiosenTengah

AwalMiosen

MIO

SE

NO

LIG

OS

EN

OligosenAkhir

OligosenAwal

EosenAkhir

Eosen Tengah

EO

SE

N

EosenAwal

PA

LE

OS

EN Paleosen

Akhir

PaleosenAwal

KapurAkhir

KA

PU

R

KapurTengah

10

15

20

25

30

35

40

45

50

55

60

65

70

F. CAMBA (bagian atas) dan Batuan Gunung

Api lainnya

FORMASITONASA

-300 M - 1100 M

FORMASIMALAWA

FORMASILANGI

FORMASIBALANGBARU

FORMASIMARADA

KOMPLEKBATUAN ALAS

DE

PR

ES

I W

AL

AN

AE

FORMASITACIPI

FORMASI. WALANAE .

FORMASIKALAMISENG

FORMASICAMBA

?

?

?

FORMASI SALOKALUPANG

FORMASITONASA

?

KETERANGAN LITOLOGI

Batugamping laut dangkal

Fasies karbonat terendapkanulang

Napal endapan cekungan

Batuan kecuran laut (tepian)

Batuan kecuran laut dalam dan batuankecuran gunung api

Lava dan batuan kecuran gunung api

Batuan kecuran laut dalam

Batuan malihan dan ultrabasa

FORMASICAMBA

(bagian bawah)

Nama-nama formasi, batuan danketebalan

Gambar 2. Stratigrafi daerah penelitian (dimodifikasi dari Wilson, 1995a).

Geo-Sciences

J G S M

Page 4: 02 Hal 95 - 106 Fauzie hasibuan - Jurnal Geologi dan ...

0 10 km

U

TB

S

98 JSDG Vol. 19 No. 2 April 2009

Gambar 3. Peta lokasi pembuatan penampang terukur.

S. U

mpung

1

7

2

Raia

Doidoi

6Gatareng

S. M

ario

WATAN LAMURU

SEGERI

S. S

ug

eri

Bontobonto S. Duri5

S. Watangmaliawa

4

3Tocappa

S. M

on

rolo

ng

CAMBA

S. Elle

89

Mario

Bua

Ke PANGKAJENE (10 Km)

011

930’

004 30’

0120

00’

004 30’

004 30’

Sel

at M

akas

ar

KETERANGAN :

9

Jalan

Sungai

Lokasi kolom stratigrafi

0 5 10 15 20 Km

SULAWESI SELATAN

U

005 00’

011

930’

011

930’

UJUNG LAMURU

BULU MALEMPONG

MALAWA

BULU PAKITA

BULU MARAJA

BULU LATONA

BARRU

METODE PENELITIAN

Untuk penelitian ini telah dibuat sembilan

penampang stratigrafi terukur Formasi Malawa di

tempat-tempat yang singkapannya dianggap

mewakili. Kemudian dilakukan pemercontohan

litologi dan fosil moluska untuk keperluan analisis

laboratorium.

Tidak semua dari sembilan penampang terukur

mengandung makrofosil yang layak dideterminasi.

Penelitian di laboratorium menunjukkan banyak di

antara makrofosil tersebut sudah sangat lapuk, tidak

lengkap (rusak), dan mempunyai cangkang yang

memang sangat tipis. Pengukuran penampang

stratigrafi dilakukan di daerah Padanglampe, di Desa

Doidoi, lokasi penambangan pasirkuarsa di Desa

Malawa, sepanjang anak Sungai Malawa, sepanjang

Sungai Duri, di Desa Birane, sepanjang Sungai

Umpung, di Desa Gatareng, dan di Desa

Tondongkura. Korelasi antar penampang terukur

tersebut dapat dilihat pada Gambar 4. Tebal

maksimum Formasi Malawa yang terukur mencapai

60 m, jauh berbeda dengan yang diperkirakan oleh

Sukamto (1982), yaitu 400 m.

GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

Secara tektonis Pulau Sulawesi merupakan

pertemuan tiga lempeng samudra, yaitu Indo-

Australia yang bergerak ke utara, Pasifik yang

bergerak ke arah barat, dan Eurasian yang relatif

statis.

Geo-Sciences

J G S M

Page 5: 02 Hal 95 - 106 Fauzie hasibuan - Jurnal Geologi dan ...

99

Pulau ini dibagi menjadi empat lajur tektonik

(Sukamto, 1986), yaitu Lajur Gunung Api Plutonik

Sulawesi Bagian Barat, Lajur Metamorfosa Sulawesi

Tengah, Lajur Ofiolit Sulawesi Bagian Timur, dan

Paparan Banggai-Sula. Daerah penelitian terletak

pada Jalur Gunung Api Plutonik Sulawesi Bagian

Barat.

Formasi Malawa menempati daerah perbukitan

rendah di daerah penelitian (Potret 1 dan Potret 2).

Formasi ini dialasi secara tidak selaras oleh Formasi

Balangbaru yang berumur Kapur Akhir (Potret 3).

Formasi Balangbaru merupakan endapan tipe flysch

(flysch type deposit) (Hasan, 1992).

Di bagian bawah, Formasi Malawa terdiri atas

batupasir kuarsa dan konglomerat kuarsa. Ke arah

atas batuannya berangsur menjadi berbutir lebih

halus dengan sisipan lapisan-lapisan batubara

diikuti oleh batulanau dan napal yang menunjukkan

aspek endapan laut (Potret 4). Pada batulempung,

misalnya di Sungai Umpung ( Potret 5) banyak

ditemukan makrofosil (moluska, koral) dan

mikrofosil (foraminifera, nanoplankton, spora, dan

serbuk sari). Fosil moluska sering ditemukan pada

lapisan batugamping, tetapi pemercontohannya

sangat sulit dilakukan (Potret 6). Di daerah

Padanglampe, formasi ini mengandung lapisan

batubara di antara lapisan batupasir dan lempung

(Potret 7). Di daerah Gatareng, ditemukan lapisan

batubara yang cukup tebal (6 m) (Potret 8). Kusnama

dan Mangga (2007) telah menganalisis kandungan

batubara di daerah Kandangsapi dan Bakeko yang

menunjukkan nilai kalori antara 2400 sampai 4600

kal/gram dan antara 5000 sampai 6000 kal/gram.

Formasi Malawa ditindih selaras oleh Formasi

Tonasa yang terdiri atas endapan batugamping

paparan. Di beberapa tempat Formasi Malawa

menjemari dengan Langi Volcanics (Wilson,

1995a,b; Hasibuan, 1995, 1997; Wilson dan

Bosence, 1996).

UMUR FORMASI MALAWA

Penentuan umur Formasi Malawa dilakukan

berdasarkan hasil penelitian laboratorium beberapa

kelompok fosil seperti serbuk sari/spora,

nanoplankton, foraminifera, dan moluska.

Berdasarkan keberadaan fosil serbuk sari dari

Penggalian Tonasa-I dan Barru di dalam lapisan

teratas Formasi Malawa Khan & Tsudy (lihat

Sukamto, 1982) menyimpulkan umur formasi ini

adalah Paleogen. Hazel (lihat Sukamto, 1982)

meneliti fosil ostrakoda dan menyimpulkan juga

bahwa umur Formasi Malawa adalah Eosen. Crotty &

Engelhardt (1993) menemukan spesies serbuk sari

Retitribrevicolporites matamanadhensis yang

berumur Eosen Tengah seperti di India dan spesies

dinoflagelata seperti Muratodinium fimbriatum dan

Homotryblium floripes juga menunjukkan umur

Eosen Tengah.

Keberadaan spesies foraminifera besar seperti

Fasciolites sp. dan Nummulites javanus di bagian

bawah Formasi Tonasa menunjukkan, bahwa umur

Formasi Malawa tidak lebih muda dari akhir Eosen

Tengah atau lebih muda dari Ta (Sudijono, 1995; 3

2001, kom. tertulis; Suyoko drr. 2001). Hasibuan

(2001) melaporkan bahwa jenis bivalvia yang

banyak ditemukan di dalam lapisan batupasir halus

dan batulempung adalah Ostrea (Turkostrea)

doidoiensis suatu subgenus yang umum ditemukan

pada batuan berumur Eosen (Hasibuan,2006),

seperti di Asia Tengah, Afrika Utara (Cox drr., 1971),

di Kyrgyzstan (Averianov, 1994), di Argentina (Kiser,

1997), di Texas (Perrilliat, 2001), di Mexico (Vega

drr., 2007).

Pada penelitian ini juga ditemukan adanya serbuk

sari dan spora yang pengawetannya cukup baik. Dari

sebanyak 22 percontoh yang diperiksa hanya tiga

yang tidak mengandung fosil serbuk sari atau spora.

Percontoh No. 01/DD/07 dari bagian tengah

penampang terukur Doidoi mengandung satu jenis

serbuk sari yang berumur Eosen Awal yaitu

Gemmatricolporites pilatus bersama dengan

Palmaepollenites kutchensis yang mempunyai

kisaran umur Eosen Awal sampai Eosen Akhir.

Keberadaan spesies Eosen Awal di sini kemungkinan

merupakan fosil runtungan (reworked) dari lapisan

yang lebih tua. Lapisan lebih tua ini kemungkinan

bagian bawah Formasi Malawa sendiri atau formasi

lain yang lebih tua. Hasil analisis menunjukkan,

bahwa umur Formasi Malawa adalah Eosen Tengah.

Umur bagian bawah Formasi Malawa dalam

penelitian ini belum dapat ditentukan karena

beberapa percontoh yang dikumpulkan tidak

mengandung fosil (Polhaupessy, 2001, kom. tertulis;

Suyoko drr. 2001).

JSDG Vol. 19 No. 2 April 2009

Geo-Sciences

J G S M

Page 6: 02 Hal 95 - 106 Fauzie hasibuan - Jurnal Geologi dan ...

100 JSDG Vol. 19 No. 2 April 2009

Gatareng (6)

Padanglampe (1)

S. Umpung (7)

Doidoi (2)

Doidoi (2)

Doidoi (2)

S. Duri (5)

Birane (8)

Tondongkura (9)

Anak S. Malawa (4)

Bekas penggalian,Malawa (3)

KETERANGAN :

Batulempung

Batugamping

Batulanau

Batupasir

Kerikil/kerakal

Batubara

Batuan vulkanik (retas)

Galian binatang (burrows)

Kongkresi

Moluska

Koral

Foraminifera

Sisa tumbuhan / bahan karbonan

Perlapisan silang-siur

FO

RM

AS

I TO

NA

SA

FO

RM

AS

I MA

LA

WA

FO

RM

AS

IB

AL

AN

GB

AR

U

Skala vertikal

15 m

10

5

0

Gambar 4. Korelasi penampang terukur di daerah penelitian.

Geo-Sciences

J G S M

Page 7: 02 Hal 95 - 106 Fauzie hasibuan - Jurnal Geologi dan ...

101JSDG Vol. 19 No. 2 April 2009

Formasi Malawa

Formasi Balangbaru

Potret 1. Satuan morfologi perbukitan bergelombang Formasi Malawa di Desa Padanglampe.

Potret 2. Satuan morfologi perbukitan bergelombang Formasi Malawa di Desa Gatareng.

Potret 3. Kontak antara Formasi Balangbaru dan Formasi Malawa di dekat Desa Malawa.

Potret 4. Singkapan fasies laut Formasi Malawa bagian tengah di Desa Doidoi.

Potret 6. Singkapan batugamping mengandung moluska di dalam Formasi Malawa, di Sungai Umpung.

Potret 5. Singkapan batulempung berselingan dengan batugamping, bagian atas Formasi Malawa di di Sungai Umpung.

Potret 8. Singkapan batulempung dan sisipan batubara di Desa Gatareng.

Potret 7. Singkapan batulempung, batubara, batupasir, dan ba tugamping Formas i Malawa d i Desa Padanglampe.

Geo-Sciences

J G S M

Page 8: 02 Hal 95 - 106 Fauzie hasibuan - Jurnal Geologi dan ...

102 JSDG Vol. 19 No. 2 April 2009

Spesies nanoplankton yang dikenali antara lain

Reticulofenestra umbilica, R. hampdenensis,

Pemma basquensis, Er icsonia formosa,

Braamdosphaera bigelowioi, Sphenolithus

moriformis, dan Micrantholithus sp. Dari himpunan

spesies fosil nanoplankton ini dapat disimpulkan

bahwa umur Formasi Malawa Eosen Tengah (NP16-

NP17) (Limbong, 2001, kom. tertulis; Suyoko drr.

2001).

KANDUNGAN MAKROFOSIL

Dari sebanyak 9 penampang stratigrafi yang telah

diukur hanya empat yang dipakai dalam analisis

lingkungan pengendapan formasi. Hal ini karena dari

empat penampang tersebut ditemukan jenis

makrofosil seperti moluska (dominan), koral, dan

artropoda yang pengawetannya cukup baik dan

dapat dikenali. Keempat penampang terukur tersebut

masing-masing adalah Sungai Umpung,

Padanglampe, Dodidoi, dan Gatareng.

Kandungan makrofosil masing-masing penampang

adalah sebagai berikut:

Penampang S. Umpung

Gastropoda:

Gastropod indet.

Bivalvia:

Septifer (S.) sp. A, Gonidea? sp., Unionacea indet., Corbula (Varicorbula) sp. A, Ostrea (Turkostrea) doidoiensis. Ostrea sp., Bivalve indet.

Penampang Padanglampe.

Gastropoda:

Vicar ya sp., Muricopsis sp,. Tonna sp., Megalocypraea sp., Oliva (Anazola) sp., Sconsia sp., Tibia sp., Cerithiidae.Gastropod indet.

Bivalvia:

Cultellus (C.) sp., Atrina sp., Septifer sp. A., Ostrea (Turkostrea) doidoiensis, Cardiidae, Bivalve indet.

Koral:

Discocyathus? sp. 2. Caryophylliidae

Penampang Doidoi.

Gastropoda:

Tibia sp. A., Vicarya sp. A., Oliva sp., Volutocorbis sp., Sconsia sp., Semicasis sp., Tonna sp., Natica sp., Strombus sp., Delphinula sp., Ringicula sp., Muricopsis sp., Gastropod indet.

Bivalvia:

Loxocardium sp., Ostrea (Turkostrea) doidoiensis, Chioninae, Bivalve indet.

Koral:

Caryophylliidae

Artropod:

Crustaceae indet.

Penampang Gatareng

Gastropoda:

Natica sp., Oliva sp., Ancilla sp., Rimella sp., Siphonalia sp., Gastropod indet.

Bivalvia:

Isognom (I.) sp., Cardium sp., Ostreidae, Bivalve indet.

Artropoda:

?Callianasa sp.

Fosil jejak:

Ophiomorpha? sp.

Koral:

Discocyathus? sp., Solitary coral indet.

ANALISIS LINGKUNGAN PENGENDAPAN

Analisis ini didasarkan atas ciri organ tubuh pada

cangkang dan perilaku hidup makrofosil tersebut

secara umum. Dalam melakukan analisis,

dipergunakan laporan penulis-penulis terdahulu

misalnya Cox drr. (1969; 1971), dan Wenz (1938).

Sebagian makrofosil dalam Formasi Malawa dapat

dilihat pada Potret 9.

Asosiasi makrofosil Sungai Umpung

Jenis bivalvia yang ditemukan di Sungai Umpung

terdiri atas Ostrea (Turkostrea) doidoiensis, Septifer

(S.) sp. A adalah jenis yang melekatkan diri dengan

sejenis rambut (byssus) pada dasar yang keras

seperti batu dan kayu/tetumbuhan. Jenis lain yang

ditemukan seperti Famili Unionacea adalah jenis

infauna, yaitu membenamkan (menggali) dirinya

dalam sedimen. Gonidea adalah jenis yang hidup di

air tawar sampai payau pada daerah dengan dasar

yang keras. Pada lintasan Sungai Umpung jarang

sekali ditemukan kelompok makrofosil gastropoda,

kalau pun ada umumnya sudah sangat lapuk dan

sulit dikenali.

Asosiasi fauna di atas menunjukkan bahwa

lingkungan pada saat pengendapan formasi berarus

kuat (high energy) dan dangkal. Diperkirakan

tetumbuhan pada waktu itu adalah hutan bakau

dengan adanya pengaruh air tawar (sungai).

Ket idakhadiran gastropoda menunjukkan

Geo-Sciences

J G S M

Page 9: 02 Hal 95 - 106 Fauzie hasibuan - Jurnal Geologi dan ...

103JSDG Vol. 19 No. 2 April 2009

kemungkinan arusnya terlalu deras dan berlumpur.

Kemungkinan lain ialah bahwa daerah tersebut

merupakan rawa dengan tetumbuhan yang

melimpah yang pembusukannya menyebabkan

lingkungannya menjadi berasam tinggi, sehingga

cangkang moluska pada umumnya terlarutkan.

Asosiasi makrofosil di Padanglampe

Pada lintasan Padanglampe ini asosiasi fauna sangat

bervariasi, misalnya ditemukan kelompok

gastropoda, bivalvia, dan koral dengan jumlah yang

melimpah. Adanya Vicarya sp., Tibia sp. dan

Cerithiidae adalah ciri lingkungan pantai berbakau di

daerah pasang-surut yang kadang-kadang terkena

sinar matahari. Muricopsis sp. adalah jenis yang

hidup di atas sedimen yang kadang-kadang

membenamkan sebagian tubuhnya ke dalam

sedimen. Tonna sp. adalah jenis yang hidup di laut

terbuka.

Spesies bivalvia seperti Cultellus (C.) sp. dan

Cardiidae adalah fauna yang hidup di dalam

(infauna/burrower) berbutir halus sedimen seperti

lempung. Atrina sp., Septifer sp. dan Ostrea

(Turkostrea) doidoiensis adalah spesies yang

melekatkan dirinya pada dasar yang keras atau

tetumbuhan hidup dalam energi arus kuat (high

energy).

Discocyathus sp. dan Caryophylliidae yang hadir

pada bagian ini adalah jenis koral soliter yang

biasanya hidup di atas lumpur, atau bukan

organisme pembentuk terumbu (nonreef building

coral).

Asosiasi fauna di daerah Padanglampe ini

menunjukkan lingkungan purba yang berarus kuat

(high energy) dengan beberapa perangkap

lumpur/lempung. Lingkungan ini kemungkinan

berupa hutan bakau di daerah pantai.

Asosiasi makrofosil di Doidoi

Jenis gastropoda yang ditemukan di daerah Doidoi

ini, yakni Tibia sp., dan Vicarya sp., menunjukkan

daerah lingkungan hutan bakau yang dipengaruhi air

pasang-surut. Oliva sp., Volutocorbis sp., Sconsia

sp., Semicasis sp., Tonna sp. Natica sp., dan

Strombus sp. adalah jenis gastropoda yang mencari

makan di permukaan sediment, dan kadang-kadang

membenamkan sebagian dirinya dalam sedimen

tersebut. Delphinula sp. dan Muricopsis sp. adalah

jenis yang hidup di air dangkal berarus kuat.

Ringicula sp. adalah jenis yang hidup di laut dalam.

Jenis bivalvia Loxocardium sp. dan Chioninae

merupkan spesies bivalvia yang membenamkan

dirinya dalam sedimen (infauna), seperti

lumpur/lempung. Ostrea (Turkostrea) doidoiensis

adalah jenis bivalvia yang melekatkan dirinya pada

dasar yang keras atau tetumbuhan dengan arus lebih

tinggi/kuat.

Selain itu, ditemukan juga koral Caryophyllidae, yaitu

koral soliter (nonreef building coral) yang hidup di

permukaan lumpur Bersamanya ditemukan juga

jenis Crustaceae (jenis kepiting) yang hidup di daerah

pasang-surut.

Asosiasi fauna di daerah Doidoi ini menunjukkan

suatu lingkungan air dangkal, daerah pasang-surut

yang berhutan bakau dengan endapan lempung di

sana-sini.

Asosiasi makrofosil di Gatareng

Di daerah ini ditemukan jenis gastropoda seperti

Natica sp. Oliva sp. Ancilla sp., Rimella sp. dan

Siphonalia sp. yang hidup di permukaan sedimen

atau sebagian tubuhnya dibenamkan ke dalam

sedimen berbutir halus seperti lumpur/lempung.

Jenis bivalvia, seperti Isognom sp., dan Ostreidae,

hidup di arus kuat, menempelkan cangkangnya pada

dasar yang keras atau tetumbuhan. Cardium sp.

adalah bivalvia yang membenamkan dirinya ke

dalam sedimen (infaunal/burrower).

Hadirnya jenis kepiting Callianasa sp. dan fosil jejak

Ophiomorpha sp., mengindikasikan lingkungan

daerah pasang-surut.

Di daerah ini koral jenis Caryophyllidae dan koral

soliter lainnya yang hidup di atas lumpur (nonreef

building coral) juga masih ditemukan.

Assosiasi fauna tersebut menunjukkan bahwa

sedimentasi di daerah Padanglampe berlangsung di

daerah pasang-surut, atau daerah delta yang di sana-

sini mengandung endapan lempung.

Geo-Sciences

J G S M

Page 10: 02 Hal 95 - 106 Fauzie hasibuan - Jurnal Geologi dan ...

104 JSDG Vol. 19 No. 2 April 2009

12

67 8 9

3 54

1516

17

1314

10

1112

Potret 9. Sebagian potret makrofosil dari Formasi Malawa (Eosen Tengah).

Geo-Sciences

J G S M

Page 11: 02 Hal 95 - 106 Fauzie hasibuan - Jurnal Geologi dan ...

105JSDG Vol. 19 No. 2 April 2009

KESIMPULAN

Dari hasil analisis kandungan moluska dan elemen

makrofosil lainnya dapat disimpulkan, bahwa

Formasi Malawa diendapkan dalam lingkungan laut

dangkal yang dipengaruhi pasang-surut di daerah

pantai dan muara sungai dengan arus kuat (high

energy), tetapi masih menghasilkan endapan

lempung yang mungkin terperangkap dalam laguna-

laguna kecil pada daerah delta. Daerah ini juga

masih ada pengaruh laut terbuka yang mungkin di

daerah delta yang ditandai dengan adanya fosil dari

kelompok lain seper t i foramini fera dan

nanoplankton. Batubara diperkirakan terbentuk atau

teronggokkan pada daerah laguna yang terisolasi di

daerah delta ini.

Pascapembentukan Formasi Malawa daerah ini

berubah menjadi laut yang relatif dangkal saat

diendapkannya Formasi Tonasa yang diawali dengan

pembentukan batugamping berforaminifera besar

dalam formasi tersebut.

UCAPAN TERIMA KASIH

Penulis mengucapkan terima kasih kepada Kepala

Pusat Survei Geologi, Bandung, yang mengizinkan

makalah ini dipublikasikan dalam Jurnal Sumber

Daya Geologi , Badan Geologi. Terima kasih juga

penulis sampaikan kepada rekan-rekan, terutama di

Laboratorium Paleontologi, yang telah memberikan

pandangan dan bantuan kepada penulis dalam

menyelesaikan makalah ini.

ACUAN

Averianov, A.O., 1994. Early Eocene minotonids of Kyrgyzstan and the problem of Mixodonitea. Acta

Paleontologica Polonica 39 (4): 393-411.

Cox, L.R., Newell, N.D., Boyd, D.W., Branson, C.C., Casey, R., Chavan, A., Coogan, A.H., Dechaseaux, C.,

Fleming, C.A., Haas, F., Hertlein, L.G., Kauffman, E.G., Keen, A.M., LaRocque, A., McAlester, A.L.,

Moore, R.C., Nuttal, C.P., Perkins, B.F., Puri, H.S., Smith, L.A., Soot-Ryen, T., Stenzel, H.B.,

Trueman, E.R., Turner, R.D., and Weir, J., 1969. Treatise on Paleontology. Part N; V.1 of 3. Molusca

6, Bivalvia and Part N; V. 2 0f 3, Molusca 6, Bivalvia. The Geol. Soc. Am. Inc. and Univ. Kansas.

Cox, L.R.,Newell, N.D., Boyd, D.W., Branson, C.C., Casey, R., Chavan, A., Coogan, A.H., Dechaseaux, C.,

Fleming, C.A., Haas, F., Hertlein, L.G., Kauffman, E.G., Keen, A.M., LaRocque, A., McAlester, A.L.,

Moore, R.C., Nuttal, C.P., Perkins, B.F., Puri, H.S., Smith, L.A., Soot-Ryen, T., Stenzel, H.B.,

Trueman, E.R., Turner, R.D., and Weir, J., 1971. Treatise on Paleontology. Part N; V.3 of 3. Mollusca

6, The Geol. Soc. Am. Inc. and Univ. Kansas.

Crotty, K.J. dan Engelhardt, D.W., 1993. Larger foraminifera and palynomorphs of the upper Malawa and lower

Tonasa Formations, southwestern Sulawesi Island, Indonesia. In: Thanasuthipitak, T. (ed.)

Symposium on biostratigraphy of mainland Southeast Asia: Facies and Paleontology. Chiang Mai,

Thailand: 71-82.

Hasan, K. 1992,, Post Convention Field Trip Southwest Sulawesi. Puslitbang Geologi Bandung. Tidak

diterbitkan.

Hasibuan, F., 1995. Penelitian Stratigrafi Daerah Sulawesi Bagian Selatan. Puslitbang Geologi, Bandung. Tidak

diterbitkan.

Hasibuan, F., 1997. Penelitian Analisis Cekungan Di Sulawesi Bagian Selatan. Puslitbang Geologi, Bandung.

Tidak diterbitkan.

Hasibuan, F., 2001. Ostrea (Turkostrea) doidoiensis n.sp. from the Middle Eocene, of Malawa Formation, South

Sulawesi. Majalah Geologi Indonesia. V.16, Spec. Edition.

Hasibuan, F., 2006. Ostrea (Turkostrea) doidoiensis Hasibuan from the Bayah Formation, West Jawa: A New

Find. Jurnal Sumber Daya Geologi XVI(1): 16-29.

Kiser, G.D., 1997. Nuevas contribuciones a la geologia de Barinas-Apure y su frente de montarias. En prensa.

Kusnama dan Mangga, S.A., 2007. Hubungan Lingkungan Pengendapan Formasi Malawa dan Keterdapatan

Batubara di daerah Soppeng, Sulawesi Selatan. Jurnal Sumber Daya Geologi XVII(4): 218-232.

Geo-Sciences

J G S M

Page 12: 02 Hal 95 - 106 Fauzie hasibuan - Jurnal Geologi dan ...

106 JSDG Vol. 19 No. 2 April 2009

Perrilliat, M. D. C., 2001. NAPC 2001, Berkeley, California (Abstract).

Sudijono, 1995. Penelitian Paleontologi dan Stratigrafi di Sulawesi Selatan. Pusat Penelitian dan

Pengembangan Geologi. Laporan internal, tidak diterbitkan.

Sukamto, R., 1986. Tektonik Sulawesi Selatan dengan acuan khusus ciri-ciri himpunan batuan daerah

Bantimala. Disertasi Doktor, ITB, tidak diterbitkan.

Sukamto, R., 1982, Peta Geologi Lembar Pangkajene dan Watampone Bagian Barat, Sulawesi, Skala

1:250.000. Puslitbang Geologi, Bandung.

Suyoko, Sudijono, Hasibuan, F., Polhaupessy, A.A., Nugroho, E.H., dan Limbong, A., 2001. Pengkajian Geologi

Paleogen Cekungan Sengkang, Sulawesi Selatan (Dengan Acuan Khusus Palinologi Batubara).

Kegiatan Rutin Suplemen (DIK-S). Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi, Bandung. Tidak

diterbitkan.

Vega, F.J., Perrilliat, M.d.C., Duaste-Torres, L., Durân-Herrera, G., Rivas-Garcia, R., Aguilar-Piò a, M., and

Ventura, J.F., 2007. Lower Eocene in Sabinas Basin in NE Mexico. Boletin de la Sociedad

Geologica Mexican Tomo LIX(1): 115-123.

Wenz, W., 1938. Handbuch der Palazoologie, Band 6. Verlag von Gebruder Borntraeger, Berlin.

Wilson, M.E.J., 1995a. The Tonasa Limestone Formation, Sulawesi, Indonesia: Development of a Tertiary

Carbonate Platform. Ph.D. Thesis, Dept. of Geology, Royal Holloway, Univ. London. Tidak

diterbitkan.

Wilson, M.E.J., 1995b. Evolution and Hydrocarbon Potential of the Tertiary Tonasa Limestone Formation,

Sulawesi, Indonesia. Proc. Indon. Petrol. Assoc. 25th, Silver Anniv. Conv.: 227-240.

Wilson, M.E.J. dan Bosence, W.J., 1996. The Tertiary evolution of South Sulawesi, Indonesia: A record in

redeposited carbonate facies on the Tonasa Limestone Formation, near Barru. In: Tectonic

Avolution of Southeast Asia. (ed. R. Hall dan D.J. Blundell. Geol. Soc. London, Spec. Publ. No.

106: 365-389.

Geo-Sciences

J G S M