Top Banner
44

01 Kenari Edisi 3.pdf

Sep 17, 2015

Download

Documents

didinrukmana
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
  • Pelindung:Kepala Badan Penyuluhan dan Pengembangan

    SDM Kehutanan

    Pembina:Tenaga Ahli Menteri Bidang Peningkatan

    Kompetensi Penyuluh

    Penanggung Jawab:Kepala Pusat Perencanaan Pengembangan

    SDM Kehutanan

    Redaktur:Dr. Ir. Suwignya Utama, MBA

    Ir. Bambang Sigit, MMIr. Reyke L.S. Siswari

    Ir. Alwis, MMBudi Budiman, S.Hut

    Penyunting/Editor:Murtado, S.Hut, MP

    Hendro Asmoro, SST, M.SiIr. Endang DH, MM

    Desain Grafis dan Fotografer:Ir. Ida Setyawati

    Ir. Merza Sukamto, M.PdNur Patria Herryanto

    Sekretariat:Drs. R. Budi Utomo

    Penerbit:Pusat Perencanaan Pengembangan

    SDM Kehutanan

    Alamat Redaksi:Gedung Manggala Wanabakti Blok VII-Lantai 4

    Jakarta 10272Telp/Fax. (021)5720228

    e-mail: [email protected]

    Pembaca Kenari yang terhormat,

    Penyuluh Kehutanan sudah sepatutnya diperankan sebagai ujung tombak dalam pendampingan berbagai bidang pembangunan kehutanan. Dalam pelaksanaan tugas tersebut sering terdengar istilah penyuluh kehutanan harus polivalen dalam melaksanakan penyuluhan yang diterjemahkan bahwa penyuluh kehutanan harus mampu memberikan penyuluhan pertanian, perikanan, perkebunan di wilayah kerjanya.

    Namun konsep polivalen tersebut kurang pas bagi peningkatan profesionalisme penyuluh kehutanan. Polivalen dalam bidang kehutanan diartikan penyuluh kehutanan harus mampu memberikan materi penyuluhan kehutanan yang mencakup semua bidang kehutanan yaitu perencanaan hutan (inventarisasi hutan, pengukuhan kawasan hutan, penatagunaan kawasan hutan, pembentukan wilayah pengelolaan hutan) dan pengelolaan hutan (tata hutan, pemanfaatan hutan dan penggunaan kawasan hutan, rehabilitasi hutan dan lahan, dan perlindungan hutan dan konservasi alam).

    Pada edisi ketiga tahun 2012 ini Majalah Penyuluh Kehutanan Kenari mengangakat bahasan utama mengenai penyuluh kehutanan hanya polivalen dalam bidang kehutanan. Diangkat juga artikel mengenai kegiatan penyuluh kehutanan di Taman Nasional Wasur Papua serta Ditampilkan juga studi pemanfaatan ponsel berperangkat GPS untuk pengukuran areal yang merupakan orasil ilmiah pengukuhan widyaiswara utama Ir. Iwan Setiawan dari Balai Diklat Kehutanan Makasar.

    Akhir kata, Redaksi mengucapkan selamat membaca semoga bermanfaat.

    Salam Redaksi

    Kenari Edisi 3 Tahun 2012

    1DARI REDAKSI

  • Pendahuluan

    Kita sering mendengar istilah penyuluh kehutanan harus polivalen dalam melaksanakan penyuluhan. Namun istilah polivalen ini kadang diterjemahkan bahwa penyuluh kehutanan harus mampu memberikan penyuluhan pertanian, perikanan, perkebunan di wilayah kerjanya. Perbedaan persepsi dalam menerapkan penyuluhan kehutanan yang polivalen ini di lapangan ini membuahkan berbagai implikasi yang kurang mendukung pengembangan profesionalisme penyuluhan kehutanan.

    Berbagai pertanyaan kemudian muncul: sudah tepatkah seorang penyuluh kehutanan di lapangan dibebani tugas untuk melaksanakan penyuluhan dalam berbagai bidang selain kehutanan? Apa implikasi dari kebijakan penugasan penyuluh kehutanan yang tidak sesuai dengan kompetensinya tersebut? Bagaimana seharusnya memberikan peran yang tepat terhadap penyuluh kehutanan di lapangan? Berbagai pertanyaan inilah yang akan dikupas dalam tulisan singkat berikut ini.

    Apa definisi polivalen dalam penyuluhan kehutanan?

    Dalam penyuluhan pertanian, istilah polivalen diartikan bahwa penyuluh dituntut harus mampu memberikan materi penyuluhan yang mencakup semua komoditas pertanian antara lain tanaman pangan, perkebunan, perikanan dan peternakan. Dalam penyuluhan pertanian bahkan pernah mengalami penyuluh pertanian melakukan tugas penyuluhan dalam wilayah kerja yang dibagi per komoditas pertanian, sehingga penyuluhan bersifat monovalen atau per komoditi spesifik (Dwi Sadono, 2009).

    Dengan analogi yang sama, maka istilah polivalen dalam penyuluhan kehutanan dapat diartikan bahwa Penyuluh Kehutanan harus mampu memberikan materi penyuluhan kehutanan yang mencakup semua bidang kehutanan yaitu perencanaan hutan (inventarisasi hutan, pengukuhan

    kawasan hutan, penatagunaan kawasan hutan, pembentukan wilayah pengelolaan hutan) dan pengelolaan hutan (tata hutan, pemanfaatan hutan dan penggunaan kawasan hutan, rehabilitasi hutan dan lahan, dan perlindungan hutan dan konservasi alam).

    Usulan definisi ini merupakan hal yang ideal atau seharusnya karena mengacu kepada UU 41 tahun 1999 tentang kehutanan. Dalam undang-undang tersebut, penyuluhan kehutanan bertujuan meningkatkan meningkat-kan pengetahuan dan keterampilan serta mengubah sikap dan perilaku masyarakat agar mau dan mampu mendukung pembangunan kehutanan serta sadar akan pentingnya sumber daya hutan bagi kehidupan manusia.

    Dari sisi praktis, maka penyuluh kehutanan yang polivalen adalah penyuluh kehutanan yang mampu mendampingi berbagai kegiatan kehutanan di lapangan misalnya tata batas hutan, operasionalisasi KPH, HTI, Hutan Tanaman Rakyat, Rehabilitasi Hutan dan Lahan, Hutan Rakyat, Hutan Desa, Hutan Kemasyarakatan, Kebun Bibit Rakyat, pengembangan HHBK, pencegahan kebakaran hutan, konservasi kawasan, pemanfaatan tumbuhan dan satwa liar, perlindungan hutan, pengembangan jasa lingkungan dan ekowisata.

    Nah.. ternyata sangat banyak yang harus dikuasai

    Penyuluh Kehutanan:

    Polivalen Hanya dalam bidang Kehutanan!Oleh: Dr. Ir. Suwignya Utama, MBA

    *) Kepala Bidang Pemberdayaan Masyarakat, Pusyanluh Kehutanan Penyuluh Kehutanan Berperan Dalam Pendampingan Kegiatan KBR

    Komunikasi Edukasi Wana Lestari

    2 BAHASAN UTAMA

  • oleh seorang penyuluh kehutanan manakala penyuluhan kehutanan diperankan sebagai pendukung pembangunan kehutanan, sehingga penyuluh kehutanan harus mampu mendampingi seluruh kegiatan kehutanan di lapangan.

    Hal ini berbeda jauh dengan penyuluhan kehutanan masa lalu, di mana penyuluh kehutanan pada masa lalu lebih banyak berkecimpung dalam kegiatan rehabilitasi lahan. Penyuluh Kehutanan pada masa lalu bersifat monovalen atau bisa dikatakan sebagai penyuluh rehabilitasi hutan dan lahan, yang pada waktu itu dinamakan PPL (Petugas Penyuluh Lapangan) untuk menangani penghijauan di lahan-lahan milik. Ada juga dahulu adalah petugas PLR (Petugas Lapangan Reboisasi) yang menangani rehabilitasi pada kawasan hutan.

    Tepatkah penyuluh kehutanan melakukan penyuluhan di luar bidang kehutanan?

    Pada beberapa daerah, penyuluh kehutanan di lapangan ditempatkan dalam suatu wilayah kerja di desa. Kepada mereka diberikan tugas melakukan penyuluhan sesuai kebutuhan masyarakat pada desa tersebut, mulai bidang tanaman pangan, hortikultura, perkebunan, perikanan juga kehutanan. Dalam kondisi ini, persepsi di daerah tentang polivalen adalah Penyuluh Kehutanan juga harus mampu melakukan penyuluhan dalam berbagai bidang bidang di luar kehutanan.

    Hal ini tentu menimbulkan beberapa kerugian yaitu Penyuluh Kehutanan tidak akan memperoleh angka kredit kalau melaksanakan tugas di luar bidang kehutanan, kurang berkembangnya profesionalisme penyuluh kehutanan, kurang optimalnya kualitas layanan penyuluhan kepada masyarakat, dan kurang optimalnya dukungan penyuluhan terhadap program-program kehutanan. Penyuluh kehutanan yang menangani bidang selain bidang kehutanan akan

    kurang berkembang kompetensinnya yang mendukung profesionalisme sebagai penyuluh kehutanan, dan tidak mendapatkan angka kredit dari kegiatannya. Apalagi sekarang penyuluh kehutanan didorong untuk uji kompetensi dalam sertifikasi, yang menghendaki penyuluh kehutanan harus kompeten dalam bidangnya. Kualitas layanan penyuluhan terhadap masyarakat juga kurang optimal karena penyuluh kehutanan menangani bidang selain kehutanan (misalnya masalah tanaman pangan, masalah ternak, masalah kebun dll). Selain itu juga berbagai kegiatan kehutanan yang dilakukan oleh Dinas Kehutanan Kabupaten tidak bisa didampingi oleh penyuluh kehutanan karena penyuluhnya ditempatkan di desa yang di situ tidak ada kegiatan kehutanan-nya.

    Penyuluh Kehutanan Kabupaten Karawang Menjadi Fasilitator Pelatihan PL-III SL PTT Padi

    Bagaimana seharusnya memberikan peran terhadap penyuluh kehutanan di lapangan?

    Peran penyuluh kehutanan di lapangan seharusnya diposisikan sebagai ujung tombak dalam setiap kegiatan kehutanan di lapangan. Penyuluh kehutanan harus menjadi pengawal keberhasilan dan keberlanjutan pembangunan kehutanan. Dimanapun ada kegiatan kehutanan di lapangan, seharusnya penyuluh kehutanan berada di garda terdepan!. Tugasnya dimulai dari memberikan informasi dalam rangka penyadaran kepada masyarakat akan peluang dan kegiatan baru. Kemudian membangun kelembagaan kelompok agar tercipta kelembagaan yang kuat dan mandiri. Pendampingan dilakukan secara terus menerus terhadap kelompok-kelompok untuk mengakses berbagai peluang kegiatan yang diberikan, sampai menjadikan kelompok dampingannya produktif, maju dan mandiri.

    Penyuluh Kehutanan Melaksanakan Penyuluhan Bidang Pertanian

    Kenari Edisi 3 Tahun 2012

    3BAHASAN UTAMA

  • Peran tersebut dijiwai dari UU Nomor 41 tahun 1999 tentang kehutanan bahwa penyuluhan kehutanan merupakan pendukung pembangunan kehutanan. Peran tersebut juga dikuatkan melalui UU No 16 tahun 2006 tentang Sitem Penyuluhan P2K, yang menyatakan bahwa penyuluhan kehutanan membina aspek manusia agar tahu, mau dan mampu melakukan kegiatan agar pembangunan kehutanan menjadi maju dan berkelanjutan, serta masyarakat yang didampingi maju dan mandiri.

    Beberapa contoh kegiatan kehutanan di lapangan yang kelihatannya berhasil meski pendampingnya bukan penyuluh kehutanan, dari aspek output bisa terwujud tetapi keberlanjutan kegiatan tersebut dan dampaknya terhadap masyarakat tidak akan bisa terlihat, karena kurang efektifnya pendampingan yang dilakukan.

    Peran penyuluh kehutanan di lapangan akan bisa diwujudkan manakala para stakeholder bahu membahu dan bekerjasama secara erat untuk mewujudkannya. Dinas Kehutanan tingkat Kabupaten/Kota harus berupaya agar setiap kegiatan kehutanan di wilayahnya bisa didampingi Penyuluh Kehutanan di Kabupaten/Kota tersebut. Kepala Badan Pelaksana penyuluhan di tingkat Kabupaten harus gencar berkoordinasi dan mempromosikan penyuluh kehutanan di wilayahnya untuk bisa menangkap peluang mendampingi berbagai kegiatan kehutanan (misalnya RHL, KBR, HKM, HD, HTR, dll). UPT Kementerian Kehutanan diharapkan intensif berkoordinasi dengan Dinas Kehutanan dan badan Pelaksana Penyuluhan di tingkat Kabupaten / Kota untuk memberikan peran nyata kepada penyuluh kehutanan di lapangan sebagai pendamping kegiatan kehutanan yang diampu-nya. Badan Koordinasi Penyuluhan tingkat Provinsi

    juga perlu aktif memonitor, melakukan koordinasi dengan UPT Kehutanan, Dinas Kehutanan Provinsi dan kabupaten serta Badan Pelaksana Penyuluhan di Kabupaten agar para penyuluh kehutanan diberikan peran mendampingi seluruh kegiatan kehutanan di lapangan. Badan Penyuluhan dan P2SDM Kehutanan di Jakarta harus secara terpadu menyusun dan melakukan intervensi pada level berbagai peraturan yang memungkinkan penyuluh kehutanan diberikan peran sebagai pendamping seluruh kegiatan kehutanan di lapangan. Gerakan menjadikan peran penyuluh menjadi ujung tombak ini seharusnya memang merupakan gerakan kita bersama, dari berbagai pihak, dan dari berbagai level!.

    PenutupDalam rangka mendorong profesionalisme, penugasan

    penyuluh kehutanan seharusnya adalah untuk menangani berbagai bidang kegiatan kehutanan di lapangan. Karena keberhasilan berbagai kegiatan kehutanan di lapangan sangat memerlukan tenaga pendamping sebagai ujung tombak yaitu penyuluh kehutanan. Karena itu hendaknya dilakukan reorientasi dalam penempatan penyuluh kehutanan agar disesuaikan dengan wilayah kerja yang potensial terdapat berbagai kegiatan kehutanan. Peran penyuluh kehutanan sebagai pendamping berbagai kegiatan kehutanan perlu diperjuangkan oleh berbagai instansi dan berbagai level baik Pusat, Provinsi, Kabupaten sampai Kecamatan. Ke depan seluruh penyuluh kehutanan PNS yang saat ini berjumlah 4.056 orang, perlu diperjuangkan seluruhnya menjadi pendamping berbagai kegiatan kehutanan di lapangan. Dengan demikian, harapan untuk menjadikan Penyuluh Kehutanan polivalen dalam bidang kehutanan. Semoga.

    Pendampingan Kegiatan Penanaman Pohon Merupakan Salah Satu Tugas Penyuluh Kehutanan

    Komunikasi Edukasi Wana Lestari

    4 BAHASAN UTAMA

  • Latar Belakang

    Sumberdaya hutan memiliki posisi strategis dalam konteks pembangunan nasional, karena berperan dalam pembangunan ekonomi terutama dalam menyediakan barang dan jasa yang memberikan kontribusi terhadap pembangunan perekonomian nasional, daerah dan masyarakat serta berperan dalam pelestarian lingkungan hidup dengan menjaga keseimbangan sistem tata air, tanah dan udara sebagai unsur utama daya dukung lingkungan dalam sistem penyangga kehidupan.

    Beranjak dari realita tersebut, sudah barang tentu perlu adanya piranti-piranti pendukung, sehingga hutan dapat berfungsi dan bermanfaat seperti yang diharapkan. Pembangunan kehutanan tidak terlepas dari campur tangan penyuluh kehutanan sebagai garda terdepan yang turut memberikan andil dalam proses peningkatan fungsi hutan sesuai dengan visi Kementrian Kehutanan yaitu Hutan Lestari Untuk Kesejahteraan Masyarakat Yang Berkeadilan, sejalan dengan aspek filosofi (aspek-aspek yang melatar belakangi), yuridis (tidak bertentangan dengan UU/ketentuan diatasnya dan aspek sosiologis (pertimbangan teknis, sosial dan ekonomi), yang berorientasi pada kebijakan prioritas pembangunan kehutanan.

    Menyikapi hal tersebut, tentu tugas penyuluh kehutanan tidaklah ringan terlebih ditengah kondisi keterbatasan personil, kualitas SDM yang masih perlu ditingkatkan, biaya operasional yang masih rendah dan masih banyak kendala lainnya.

    Kini harapan baru dunia penyuluhan kehutanan memiliki harapan pasca lahirnya Undang-undang Nomor 16 Tahun 2006 tentang Sistem Penyuluhan Pertanian, Perikanan dan Kehutanan sebagai wujud dari revitalisasi sektor pertanian, perikanan dan kehutanan yang menekankan tentang betapa pentingnya peranan penyuluhan dalam mendukung pembangunan disektor pertanian, perikanan dan kehutanan secara umum. Dasar pertimbangan diterbitkannya undang-

    undang tersebut adalah pengaturan penyuluhan pertanian, perikanan dan kehutanan yang dulunya masih tersebar dalam berbagai peraturan perundang-undangan, sehingga belum dapat memberikan dasar hukum yang kuat dan lengkap bagi penyelenggaraan penyuluhan pertanian, perikanan dan kehutanan. Undang-undang Nomor 16 Tahun 2006 tersebut mengamanatkan perlu adanya kelembagaan penyuluhan baik di tingkat pusat, provinsi, kabupaten/kota dan kecamatan dimana penyuluhan dilaksanakan secara terintegrasi dengan subsistem pembangunan pertanian, perikanan, dan kehutanan.

    Implementasi terhadap pembentukan kelembagaan penyuluhan sesuai amanat Undang-undang 16 Tahun 2006 oleh pemerintah daerah diapresiasi berbeda-beda. Kondisi tersebut disebabkan beberapa daerah masih beranggapan bahwa kegiatan penyuluhan masih belum merupakan kegiatan prioritas. Disatu sisi Peraturan Presiden tentang Kelembagaan Penyuluhan Pertanian, Perikanan dan Kehutanan sesuai amanat Pasal 18 Undang-undang Tahun 2006 yang diharapkan sebagai dasar pembentukan kelembagaan penyuluhan bagi pemerintah daerah hingga saat ini belum ada.

    *) Penyuluh Kehutanan Ahli Kabupaten Buleleng-Bali

    Persepsi Sistem PolivalenTugas Penyuluh

    Oleh: I Gege Suyasa, SP.*)

    Kenari Edisi 3 Tahun 2012

    5ARTIKEL

  • Tuntutan Tugas Bagi Penyuluh KehutananPenyuluhan merupakan suatu proses pembelajaran

    bagi pelaku utama serta pelaku usaha agar mereka mau dan mampu menolong dan mengorganisasikan dirinya dalam mengakses informasi pasar, teknologi, permodalan dan sumberdaya lainnya, sebagai upaya untuk meningkatkan produktivitas, efisiensi usaha, pendapatan dan kesjahteraannya serta meningkatkan kesadaran dalam pelestarian fungsi lingkungan hidup.

    Penyuluhan Kehutanan merupakan sub sistem dalam sistem pembangunan kehutanan, akan tetapi juga merupakan sistem yang terdiri dari sub sistem kelembagaan, kebijakan, perencanaan, prosedur kerja, monitoring dan evaluasi, materi, metode dan alat bantu penyuluhan. Dengan demikian maka penyelenggaraan penyuluhan memerlukan suatu sistem yang terbentuk oleh adanya unsur-unsur yang berhubungan satu sama lain untuk membentuk suatu jaringan. Konsekuensi tugas yang harus diemban seorang penyuluh utamanya dalam melaksanakan tugas pokoknya sebagai komunikator, maka seyogyanya setiap penyuluh paham dan menguasai informasi maupun teknologi yang akan disampaikan kepada sasaran, sehingga output yang diharapkan dari proses berjalannya suatu sistem dapat terukur dan dapat memberikan akses positif kepada sasaran. Tuntutan ke depan pasca lahirnya Undang-Undang nomor 16 tahun 2006, yang mengamanatkan agar penyelenggaraan penyuluhan kehutanan mampu memenuhi azas demokrasi, manfaat, kesetaraan, keterpaduan, keseimbangan, keterbukaan, kerja sama, partisipatif, kemitraan, berkelanjutan, berkeadilan, pemerataan dan bertanggung gugat, mengharuskan insan penyuluh kehutanan mempersiapkan diri dalam rangka meningkatkan profesionalisme melalui peningkatan

    kapasitasnya sebagai seorang penyuluh kehutanan yang handal dan mampu mengemban amanat Undang-undang. Persoalannya adalah upaya apa yang akan dan harus ditempuh oleh para penyelenggara penyuluhan kehutanan untuk meningkatkan profesionalisme dan kapasitas penyuluh? Sedangkan di satu sisi berbagai kendala masih menghinggapi keberadaan penyuluh itu sendiri yang sampai kini belum tertuntaskan.

    Polivalen Tugas PenyuluhImplementasi tugas penyuluh dari penafsiran Undang-

    undang sistem penyuluhan diartikan bermacam-macam, ada yang beranggapan bahwa seorang penyuluh harus menguasai bidang pertanian, perikanan dan kehutanan, atau yang lagi ngetrend dikenal dengan sebutan polivalen. Namun ada yang menafsirkan bahwa dalam pelaksanaan tugasnya seorang penyuluh tetap melaksanakan tugasnya sesuai bidangnya masing-masing. Artinya seorang penyuluh kehutanan harus paham dan menguasai bidang kehutanan semata dan terhadap bidang tugas di luar bidang kehutanan, dapat dilaksanakan dengan sistem koordinasi antar penyuluh maupun antar lembaga.

    Persepsi kedua cukup beralasan diluar dari konteks kebijakan dan kewenangan daerah, dengan pertimbangan bahwa:a. Karakteristik sasaran penyuluhan masing-masing bidang

    cenderung berbeda, misalnya untuk bidang kehutanan tentu sasaran prioritasnya adalah masyarakat sekitar hutan.

    b. Karakteristik komoditi, juga cenderung berbeda misalnya bidang kehutanan lebih dominan mengembangkan tanaman hutan dibanding komoditi lainnya.

    c. Karakteristik penyuluhnya sendiri, yang dibentuk sesuai dengan bidangnya masing-masing berdasarkan disiplin keilmuan yang telah ditempuhnya.

    d. Karakteristik kepentingan, juga berbeda walaupun output akhirnya bermuara pada hal yang sama yaitu pelestarian sumberdaya alam dan kesejahteraan masyarakat, namun cara pandang untuk mewujudkan hal tersebut di atas di lakukan sesuai dengan program masing-masing bidang. Contoh, penyuluh kehutanan tentu lebih cenderung untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat melalui peningkatan kualitas sumberdaya hutan.

    e. Karakteristik kelembagaan dan tata hubungan kerja dari pusat sampai ke daerah juga berbeda, dimana masing-masing bidang memiliki Kementerian yang berbeda dan mengemban misi pembangunan sesuai dengan spesifikasinya.

    Komunikasi Edukasi Wana Lestari

    6 ARTIKEL

  • f. Karakterisik pengumpulan angka kredit masing-masing bidang penyuluhan juga berbeda, karena masing-masing bidang telah memiliki panduan dan pedoman yang berbeda dalam memperoleh angka kredit. Contoh, penyuluh kehutanan dapat mengambil angka kredit terhadap kegiatan yang dilaksanakan apabila bernuansa kehutanan semata.

    g. Karakteristik program juga berbeda dan masih banyak lagi karakteristik lain, sehingga konsep pemikiran tentang polivalen tugas penyuluh perlu untuk dikaji lebih lanjut. Konsekuensi dari penerapan sistem polivalen apabila

    belum dipersiapkan secara baik maka dapat menimbulkan kekeliruan terhadap informasi yang disampaikan atau kesalahan dalam menerapkan paket teknologi, yang berdampak terjadinya mis komunikasi antara sasaran dengan penyuluh, yang dapat menimbulkan kerugian material maupun inmaterial, bahkan sampai mempengaruhi keberhasilan program. Hal ini akan berimplikasi langsung terhadap profesi penyuluh itu sendiri, seperti pengenaan sanksi administratif bahkan dikenakan sanksi pidana sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku.

    Jejaring Kerja Penyelenggara PenyuluhanKebijakan dan strategi yang diharapkan dari

    penyelenggaraan penyuluhan sebagaimana yang diamanatkan dalam Undang-undang Nomor 16 tahun 2006 adalah penyuluhan secara terintegrasi, koordnasi, bersinergi dan sinkronisasi serta kerjasama penyuluhan yang dapat dilakukan antar kelembagaan penyuluhan, baik secara vertikal, horisontal maupun secara lintas sektoral. Dengan demikian sistem penyuluhan yang diharapkan adalah penyuluh terwadahi dalam satu lembaga, dengan tetap menjalankan fungsi penyuluhan sesuai dengan bidangnya masing-masing. Ibaratnya dalam sebuah rumah, penyuluh berada dalam satu atap yaitu Undang-undang Nomor 16 tahun 2006, berada dalam satu dapur yaitu sumber anggarannya dari APBN dan APBD, juga berada dalam satu

    lingkaran dinding yaitu yang dituangkan dalam programa penyuluhan dan bermuara pada satu pintu yaitu bertujuan untuk melestarikan sumberdaya alam dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat, yang dilaksanakan secara terintegrasi, koordinasi, bersinergi dan sinkronisasi namun tetap berada dalam bilik/kamar yang berbeda. Bilik yang berbeda itu adalah bilik pertanian, bilik perikanan dan bilik kehutanan.

    BANGUN KELEMBAGAAN SISTEM PENYULUHAN PERTANIAN, PERIKANAN DAN KEHUTANAN

    DAPURNYAAPBN/APBD

    KAMARPENYULUHPERTANIAN

    Integrasi, Koordinasi, Sinergi & Sinkronisasi

    SUMBER ALAM LESTARIDAN MASYARAKAT SEJAHTERA

    BERDINDING PROGRAMA PENYULUHAN

    BERATAP UU NO.16 TH. 2006

    KAMARPENYULUHPERIKANAN

    KAMARPENYULUH

    KEHUTANAN

    SATUPINTU

    Dari konsep di atas dapat kami garis bawahi bahwa sistem polivalen tugas penyuluh berlaku secara internal di bidang masing-masing. Contoh untuk penyuluh kehutanan, sistem polivalen wajib untuk dilaksanakan dan diharapkan seorang PKL paham akan bidang kehutanan, yang tidak hanya mengurusi kegiatan konservasi tanah saja, tetapi diharapkan paham akan kegiatan kehutanan lainnya. Hal ini disebabkan latar belakang penyuluh kehutanan dulunya adalah seorang Petugas RLKT.

    Demikianlah persepsi kami dalam mengartikan sistem polivalen yang sedang hangat dibicarakan terkait dengan pelaksanaan tugas dalam menjalankan amanat Undang-undang Nomor 16 Tahun 2006. Kami menyadari bahwa konsep dan persepsi kami terhadap sistem polivalen tugas penyuluh masih jauh dari sempurna. Untuk itu saran dan masukan yang bertujuan membangun sangat kami harapkan demi pembangunan kehutanan pada khususnya dan untuk suksesnya pelaksanaan Undang-undang Nomor 16 tahun 2006 tentang sistem penyuluhan pertanian, perikanan dan kehutanan.

    Sumber Bacaan:1. Asmoro H, 2011. Rumah Penyuluh Kehutanan. Artikel

    Majalah Kenari Edisi I Tahun 2011.2. Undang-undang No 16 Tahun 2006 tentang Sistem

    Penyuluhan Pertanian, Perikanan dan Kehutanan.

    Kenari Edisi 3 Tahun 2012

    7ARTIKEL

  • Adanya perubahan paradigma pembangunan kehutanan dari manajemen berbasis hasil kayu (timber based management) ke arah yang lebih berorientasi pada kepentingan masyarakat dan lingkungan (socio ecological benefit oriented), desentralisasi dan berbasiskan masyarakat (community based forest management), memberikan kesempatan kepada masyarakat saat ini untuk mengelola sumberdaya hutan secara optimal dengan senantiasa memperhatikan kelestariannya. Salah satu cara agar masyarakat sekitar hutan dapat memanfaatkan secara optimal sumberdaya hutan secara berkelanjutan adalah melalui penyuluhan yaitu dengan kegiatan pemberdayaan dan pendampingan.

    Menurut pasal 1 UU Nomor 16/2006, disebutkan bahwa definisi penyuluhan adalah proses pembelajaran bagi pelaku utama serta pelaku usaha (masyarakat sasaran) agar mereka mau dan mampu menolong dan mengorganisasikan dirinya dalam mengakses informasi pasar, teknologi, permodalan, dan sumberdaya lainnya, sebagai upaya untuk meningkatkan produktivitas, efisiensi usaha, pendapatan, dan kesejahteraannya, serta meningkatkan kesadaran dalam pelestarian fungsi lingkungan hidup. Berdasarkan dengan pengertian tersebut, maka dapat dikatakan bahwa penyuluhan merupakan bagian dari kegiatan dalam upaya mencerdaskan kehidupan bangsa serta memajukan kesejahteraan umum yang mana ini merupakan hak asasi setiap warga negara Republik Indonesia.

    Berkenaan dengan hal tersebut, sebagai seorang rimbawan kita semua harus sepakat bahwa penyuluh kehutanan saat ini merupakan ujung tombak pembangunan kehutanan, karena mempunyai peran dan berfungsi sebagai mediator, inovator, motivator, problem solver maupun transformator yang akan mengembangan SDM masyarakat serta menyelesaikan akar permasalahan yang terjadi di dalam masyarakat.

    Berbagai pertanyaan yang mungkin timbul sekarang adalah sudah optimalkah peran dan fungsi Penyuluh Kehutanan dilapangan sesuai dengan amanat UU No.16 Tahun 2006? Apakah Penyuluh Kehutanan di lapangan sudah diberdayakan sebagaimana mestinya? Apakah peningkatan kuantitas dan kualitas SDM penyuluh kehutanan sudah dilakukan secara optimal di semua daerah? Ataukah penyuluh kehutanan di lapangan sudah memperoleh hak-haknya sebagaimana tercantum dalam UU No.16 Tahun 2006 seperti tunjangan profesi, tunjangan fungsional, biaya operasional penyuluh (BOP) maupun sarana dan prasarana lain yang dibutuhkan?

    Untuk menjawab berbagai pertanyaan tersebut, marilah kita cermati kondisi penyuluh kehutanan saat ini secara comprehensive agar ke depannya tidak ada negatif thinking tentang kinerja dan kompetensi penyuluh kehutanan yang ada di lapangan.

    Jumlah Penyuluh Kehutanan dibandingkan dengan Luas Wilayah Kerja

    Jumlah penyuluh kehutanan terus mengalami penurunan dari tahun ke tahun. Pada tahun 2001 jumlah penyuluh kehutanan berjumlah 5.767 orang. Tahun 2004 menjadi 4.366 orang, lalu berubah menjadi 4.025 orang pada tahun 2009. Setelah itu pada Akhir tahun 2010 berubah menjadi 3.940 orang. Kemudian berdasarkan data bulan Maret 2011, jumlah total penyuluh kehutanan yang ada menjadi 3.770 orang, dimana penyuluh kehutanan terampil sebanyak 2.570 orang dan tingkat ahli sebanyak 1.200 orang. Jumlah ini sangat kurang dan timpang apabila dibandingkan dengan luas hutan Indonesia yang mencapai 136,8 juta ha.

    Diperkirakan untuk 5 tahun kedepan, jumlah penyuluh kehutanan akan berkurang 20% jika tidak ada rekruitmen penyuluh kehutanan baru. Berkaca dari data tersebut, degradasi jumlah penyuluh kehutanan saat ini disebabkan beberapa hal diantaranya pertama, sebagian besar penyuluh kehutanan yang ada telah memasuki batas usia pensiun penyuluh kehutanan, kedua, dialih fungsikan menjadi tenaga

    Meluruskan Perspektif Tupoksi dan Kondisi Penyuluh Kehutanan Saat IniOleh: Firmansyah, S.Hut*)

    *) Penyuluh Kehutanan Ahli Pusat Pengembangan Penyuluhan Kehutanan BP2SDMK

    Komunikasi Edukasi Wana Lestari

    8 ARTIKEL

  • struktural atau fungsi lainnya, dan ketiga karena penerimaan/pengangkatan jabatan fungsional penyuluh kehutanan sangat terbatas. Oleh karena itu, hal ini merupakan masalah serius yang harus diperhatikan dan diselesaikan secepatnya oleh para decision maker di bidang kehutanan baik di tingkat pusat maupun di daerah.

    Selain itu, menurut data Kementerian Negara Percepatan Pembangunan Daerah Tertinggal, Pada tahun 2010 jumlah desa hutan adalah sebanyak 18.784 desa atau 26,6% dari jumlah seluruh desa di Indonesia. Ini berarti setiap orang penyuluh kehutanan minimal juga harus mengcover atau bertanggungjawab membina 6 desa sekaligus. Hal ini jelas sungguh mustahil untuk seorang penyuluh menjalankan tugas, tanggung jawab dan perannya dengan optimal dikarenakan keterbatasan waktu, tenaga, biaya dll.

    Tupoksi Penyuluh Kehutanan yang Polivalen

    Pengertian yang keliru tntang definisi Penyuluh Kehutanan polivalen hampir di setiap daerah mulai dari level kecamatan sampai level provinsi menyebabkan batasan tugas dan pekerjaan Penyuluh Kehutanan menjadi bias karena dilapangan Penyuluh Kehutanan juga harus mengerjakan tugas penyuluhan pertanian dan perkebunan.

    Hal ini diakui ataupun tidak, saat ini orientasi sebagian besar Kelembagaan penyuluhan yang terkait dilapangan masih terarah atau terfokus pada komoditi pertanian dan perkebunan, sedangkan kehutanan masih di nomor duakan. Padahal seperti kita ketahui, bahwa yang dimaksud polivalen disini adalah penyuluh kehutanan dituntut untuk mengetahui, mengerti dan menguasai bidang kehutanan saja baik itu pengetahuaan tentang aspek teknis, praktis maupun aspek politis/kebijakan-kebijakan yang menjadi prioritas Kementrian Kehutanan. Bukan untuk menguasai semua bidang lain diluar kehutanan. Karena bagaimanapun juga, penyuluh kehutanan juga manusia biasa bukan manusia super yang harus pandai segala-galanya diluar bidang kehutanan.

    Selain harus mengerjakan penyuluhan pertanian dan perkebunan, para penyuluh kehutanan juga banyak dibebankan tugas-tugas struktural yang banyak menyita waktu dan pikiran seperti di bidang keuangan, perencanaan program kerja dan anggaran dll. Hal ini jelas sangat memberatkan para penyuluh kehutanan dalam menjalankan tugas dan pekerjaannya secara optimal.

    Minimnya Sarana PrasaranaPengadaan sarana penyuluhan diharapkan bisa

    meningkatkan motivasi dan kinerja serta mobilitas para penyuluh kehutanan. Sarana dan prasarana penyuluhan yang

    dimaksud disini diantaranya ialah seragam kerja, komputer/latop, kendaraan roda dua/empat, kompas dll. Namun pada kenyataan dilapangan, dengan segala keterbatasan baru beberapa sarana yang mampu diberikan untuk penyuluh kehutanan.

    Pada tahun 2011, Pusat Pengembangan Penyuluhan Kehutanan (Pusbangluh) BP2SDMK memberikan 5 unit mobil penyuluhan untuk 5 provinsi dari 33 provinsi di Indonesia. Selain itu, Pusat Bina Penyuluhan Kehutanan (Pusbinluh) yang sekarang menjadi Badan Penyuluhan dan Pengembangan SDM Kehutanan (BP2SDMK) pada tahun 2010 memberikan sepeda motor kepada penyuluh kehutanan di lapangan sebanyak 600 unit yang terdiri dari 540 sepeda motor sport untuk penyuluh laki-laki dan 60 sepeda motor bebek untuk penyuluh kehutanan perempuan. Kemudian pada tahun 2011 Badan Penyuluhan dan Pengembangan SDM Kehutanan (BP2SDMK) kembali memberikan sekitar 200 motor kepada penyuluh kehutanan lapangan.

    Berdasarkan data yang diperoleh, jumlah sepeda motor penyuluh kehutanan sampai Desember tahun 2011 mencapai sekitar 2.475 unit. Itu artinya masih ter,dapat kekurangan sekitar 1.295 sepeda motor atau dengan kata lain 35% penyuluh kehutanan masih belum mendapat sepeda motor.

    Hal ini jelas membuktikan bahwa ketersediaan sarana dan prasarana dalam mendukung mobilitas penyuluh kehutanan di lapangan masih sangat terbatas apabila dibandingkan dengan jumlah penyuluh kehutanan yang ada dan luasnya wilayah kerja mereka. Belum lagi, fasilitas sepeda motor yang diperuntukan bagi penyuluh kehutanan lapangan masih banyak disalahgunakan oleh struktural Dinas Kehutanan terkait sehingga belum semua penyuluh kehutanan menerima sepeda motor yang sudah menjadi haknya. Selain itu, sarana komputer/laptop yang jauh dari kata ideal dimana seharusnya diberikan kepada penyuluh

    Contoh Motor Penyuluh Kehutanan Kab.Kerinci

    Kenari Edisi 3 Tahun 2012

    9ARTIKEL

  • kehutanan dari dana DAK Kehutanan namun diberikan juga untuk pegawai struktural dibeberapa daerah turut menjadi kendala bagi penyuluh kehutanan dalam menjalankan tugas dan pekerjaannya secara optimal.

    Kesenjangan Tunjangan Bila kita lihat fakta dilapangan, Biaya Operasional

    Penyuluh (BOP) dan tunjangan fungsional penyuluh kehutanan masih jauh lebih kecil dibandingkan dengan BOP dan tunjangan fungsional Penyuluh Pertanian dan Perikanan. Hal ini menyebabkan kesenjangan diantara sesama penyuluh terutama bagi penyuluh di BP4K. Padahal apabila kita cermati secara seksama, dasar hukum pemberian tunjangan-tunjangan tersebut adalah sama yaitu UU Nomor 16 Tahun 2006. Inilah salah satu kendala yang membuat penyuluh kehutanan di lapangan sedikit banyak mengeluhkan kondisi ini sehingga mempengaruhi kinerja mereka dilapangan. Belum lagi tunjangan profesi yang belum bisa direalisasikan dimana tunjangan profesi ini dijamin juga dalam UU Nomor 16 Tahun 2006.

    Pengadaan Diklat Penyuluh Kehutanan di Pusdiklat Bogor

    Terbatasnya DiklatSaat ini, diklat bagi penyuluh kehutanan masih sangat

    terbatas. Pelatihan dan pendidikan untuk penyuluh kehutanan biasanya diadakan hanya untuk diklat pembentu-kan, alih jenjang atau untuk penyegaran saja. Sedangkan pelatihan yang lebih spesifik seperti pendidikan dan pelatihan untuk teknik menulis, pelatihan pembuatan audiovisual penyuluhan atau pendidikan dan pelatihan tentang agrisilvobisnis dll masih sangat terbatas. Padahal kemampuan menulis, pengetahuan tentang agrisilvobisnis yaitu informasi pasar dan modal merupakan modal berharga bagi seorang penyuluh agar tetap eksis dan menjalankan perannya dengan optimal.

    Hal inilah yang merupakan salah satu penyebab banyaknya penyuluh yang diberhentikan sementara dari jabatan fungsionalnya karena ketidakmampuannya mengumpulkan angka kredit karena tidak bisa menulis karya ilmiah,seperti diketahui bahwa menulis memiliki angka kredit yang paling besar. Sedangkan pengetahuan Agrisilvobisnis sangat diperlukan untuk membantu tumbuh kembangnya kelompok tani hutan dilapangan.

    Penyuluh Kehutanan Banyak yang Tidak Dioptimalkan

    Seperti halnya yang sudah saya bahas di awal, kita semua sudah sepakat bahwa saat ini penyuluh kehutanan adalah ujung tombak pembangunan kehutanan. Hal ini dikarenakan peranan kegiatan penyuluhan di bidang kehutanan menjadi semakin penting terkait dengan kebijakan kehutanan saat ini yang semakin mengutamakan peran serta masyarakat, dan bahkan memberi kesempatan kepada masyarakat untuk menjadi pelaku ekonomi kehutanan.

    Namun demikian, kenyataan dilapangan saat ini masih banyak daerah yang tidak melibatkan penyuluh kehutanan dalam program-program kehutanan seperti Pembangunan Kebun Bibit Rakyat (KBR), Hutan Rakyat, GNRHL dan lain-lainnya. Hal ini jelas menjadikan tugas dan peran penyuluh kehutanan menjadi semakin termarginalisasikan. Padahal disetujui atau tidak, semua program pembangunan kehutanan tidak akan berhasil tanpa adanya peran penyuluh kehutanan utamanya yang memerlukan pendampingan dan pemberdayaan dalam jangka waktu yang cukup lama alias tidak instan.

    Masalah ini harus menjadi perhatian terutama para desicion maker. Hal ini dikarenakan para penyuluh kehutanan lapangan hanya bergerak dalam tataran aspek teknis kehutanan (pembibitan, penanaman, pemeliharaan), bukan politis/kebijakan. Untuk itu perlu dibuat kebijakan atau landasan hukum tentang kewajiban melibatkan penyuluh kehutanan dalam setiap program pembangunan kehutanan di lapangan terutama yang memerlukan pendampingan agar penyuluh kehutanan lebih diberdayakan.

    SaranPerlu adanya penambahan SDM penyuluh kehutanan

    dikarenakan sangat terbatasnya tenaga penyuluh kehutanan yang ada saat ini. Hal ini bisa dilakukan dengan dua cara yakni pertama, melakukan rekrutimen calon penyuluh kehutanan PNS baik tingkat kabupaten, provinsi maupun pusat. Kedua, membentuk, memberdayakan dan memanfaatkan Penyuluh Kehutanan Swadaya Masyarakat (PKSM) yang

    ada. Hal tersebut bisa dengan cara memanfaatkan dan memberdayakan para pemenang Lomba Penghijauan dan Konservasi Alam (PKA) Wana Lestari untuk dijadikan para PKSM karena sudah terbukti peran serta mereka dalam pembangunan kehutanan.

    Perlu dilakukan Koordinasi dan Sosialisasi seperti Temu Wicara dengan instansi penyuluhan yang terkait di seluruh Indonesia untuk menyamakan persepsi dan membangun kesepahaman mengenai tupoksi masing-masing penyuluh di lapangan dan pemerataan pembangunan daerah di ketiga sektor (pertanian, perikanan dan kehutanan) sehingga pemahaman mengenai penyuluh polivalen tidak membiaskan tupoksi masing-masing penyuluh.

    Sosialisasi dan Koordinasi Tupoksi Penyuluh Kehutanan Lapangan dengan Instansi Terkait di Provinsi Sulawesi Tenggara

    Fasilitasi sarana prasarana penyuluhan yang memadai seperti sepeda motor, komputer/laptop,dll. Hal ini dilakukan untuk menunjang mobilitas tugas dan pekerjaan penyuluh perlu dilakukan tiap tahunnya. Kalu bisa terus ditingkatkan.

    Diperlukan adanya pendidikan dan pelatihan yang lebih spesifik/khusus untuk meningkatkan kompetensi penyuluh kehutanan. Bukan hanya diklat pembentukan, alih jenjang dan penyegaran saja, akan tetapi yang lebih mengarah ke arah keprofesian, seperti pendidikan dan pelatihan teknik menulis ilmiah, audiovisual, penyusunan programa penyuluhan, dll.

    Perlu adanya kesetaraan Biaya Operasional Penyuluh (BOP) maupun tunjangan fungsional penyuluh Kehutanan dengan penyuluh pertanian dan perikanan, sehingga diharapkan kinerja Penyuluh Kehutanan dapat lebih meningkat dan tidak terjadi kecemburuan sosial

    Komunikasi Edukasi Wana Lestari

    10 ARTIKEL

  • ada. Hal tersebut bisa dengan cara memanfaatkan dan memberdayakan para pemenang Lomba Penghijauan dan Konservasi Alam (PKA) Wana Lestari untuk dijadikan para PKSM karena sudah terbukti peran serta mereka dalam pembangunan kehutanan.

    Perlu dilakukan Koordinasi dan Sosialisasi seperti Temu Wicara dengan instansi penyuluhan yang terkait di seluruh Indonesia untuk menyamakan persepsi dan membangun kesepahaman mengenai tupoksi masing-masing penyuluh di lapangan dan pemerataan pembangunan daerah di ketiga sektor (pertanian, perikanan dan kehutanan) sehingga pemahaman mengenai penyuluh polivalen tidak membiaskan tupoksi masing-masing penyuluh.

    Sosialisasi dan Koordinasi Tupoksi Penyuluh Kehutanan Lapangan dengan Instansi Terkait di Provinsi Sulawesi Tenggara

    Fasilitasi sarana prasarana penyuluhan yang memadai seperti sepeda motor, komputer/laptop,dll. Hal ini dilakukan untuk menunjang mobilitas tugas dan pekerjaan penyuluh perlu dilakukan tiap tahunnya. Kalu bisa terus ditingkatkan.

    Diperlukan adanya pendidikan dan pelatihan yang lebih spesifik/khusus untuk meningkatkan kompetensi penyuluh kehutanan. Bukan hanya diklat pembentukan, alih jenjang dan penyegaran saja, akan tetapi yang lebih mengarah ke arah keprofesian, seperti pendidikan dan pelatihan teknik menulis ilmiah, audiovisual, penyusunan programa penyuluhan, dll.

    Perlu adanya kesetaraan Biaya Operasional Penyuluh (BOP) maupun tunjangan fungsional penyuluh Kehutanan dengan penyuluh pertanian dan perikanan, sehingga diharapkan kinerja Penyuluh Kehutanan dapat lebih meningkat dan tidak terjadi kecemburuan sosial

    yang disebabkan oleh kesenjangan tunjangan dengan penyuluh lain di instansi penyuluhan terkait seperti Bapeluh dan Bakorluh dll

    Perlu dibuat dasar hukum seperti Permenhut atau lainnya yang mengatur tentang kewajiban melibatkan peran Penyuluh Kehutanan dalam setiap pendampingan program pembangunan kehutanan seperti HTR, KBR, HR, dan HKm, sehingga tujuan dari program-program tersebut dapat tercapai dan tepat sasaran. Disamping itu, dengan terlibatnya Penyuluh Kehutanan dalam setiap pendampingan program-program pembangunan kehutanan, akan meningkatkan kualitas dan kompetensi Penyuluh Kehutanan.

    PenutupDiperlukan perhatian besar dan persamaan persepsi

    dari semua pihak tentang makna penyuluh polivalen di sini, agar ke depannya tidak menimbulkan kebiasan tupoksi penyuluh di lapangan yang mana hal ini akan memberatkan penyuluh kehutanan dalam menjalankan tugas dan pekerjaannya di lapangan. Untuk itu, kita perlu kembali ke khitah filosofi penyuluhan yaitu menolong orang-orang agar mau dan mampu menolong dirinya sendiri termasuk keluarga dan masyarakatnya melalui suatu upaya pendidikan dan pendampingan serta meningkatkan kesadaran dalam pelestarian fungsi lingkungan hidup. Filosofi ini hanya bisa dicapai oleh penyuluh yang profesional yang sesuai dengan educational background dan fokus pada bidangnya masing-masing.

    Selain itu, pengawalan keberhasilan semua program pembangunan kehutanan dilapangan sangat diperlukan dan hal ini hanya bisa dilakukan secara intensif dan berkelanjutan oleh penyuluh kehutanan melalui pendampingan. Untuk itu diperlukan penyuluh kehutanan Handal melalui pendidikan dan pelatihan yang komprehensif, melakukan regenerasi penyuluh kehutanan melalui rekruitmen penyuluh kehutanan PNS atau penyuluh kehutanan swadaya masyarakat (PKSM) dll.

    Selanjutnya, untuk meningkatkan motivasi kerja dan memudahkan penyuluh kehutanan dilapangan, diperlukan penyesuaian tunjangan dengan penyuluh pertanian dan perikanan serta pemberian sarana dan prasarana seperti sepeda motor, komputer/laptop dll. Terlepas dari itu semua, sebagai seorang penyuluh kehutanan kita harus bangga dengan jabatan dan profesi kita. karena bagaimanapun juga, penyuluh kehutanan adalah suatu jabatan mulia seperti halnya guru atau widyaiswara yang mendidik dan mengajar orang lain untuk mencerdaskan kehidupan bangsa dan memajukan kesejahteraan umum.

    Kenari Edisi 3 Tahun 2012

    11ARTIKEL

  • Menurut UU No. 16 Tahun 2006, penyuluhan pertanian, perikanan, kehutanan yang selanjutnya disebut penyuluhan adalah proses pembelajaran bagi pelaku utama serta pelaku usaha agar mereka mau dan mampu menolong dan mengorganisasikan dirinya dalam mengakses informasi pasar, teknologi, permodalan, dan sumberdaya lainnya, sebagai upaya untuk meningkatkan produktivitas, efisiensi usaha, pendapatan, dan kesejahteraannya, serta meningkatkan kesadaran dalam pelestarian fungsi lingkungan hidup. Fokus kegiatan penyuluhan adalah pengembangan sumber daya manusia, sedangkan fokus sasarannya pada pemberdayaan pelaku utama dan pelaku usaha serta sumber daya manusia lain yang mendukungnya.

    Kegiatan penyuluhan kehutanan di lapangan akan berhasil bila ditunjang dengan kuantitas dan kualitas SDM penyuluh kehutanan yang memadai. Saat ini jumlah penyuluh kehutanan di Indonesia belum cukup untuk mendampingi wilayah penyuluhan yang ada. Begitu juga dengan kompetensi penyuluh kehutanan belum dibekali sepenuhnya dengan pelatihan teknis maupun non teknis.

    Pelaksanaan tugas penyuluh kehutanan saat ini bukan lagi monovalen, tetapi polivalen. Namun pengertian polivalen disini menjadi bias, karena penyuluh kehutanan kadang melaksanakan tugas di luar tupoksinya sebagai fungsional penyuluh kehutanan. Apalagi setelah adanya otonomi daerah yang mana sebagian urusan kehutanan telah dilimpahkan kepada pemeritah daerah baik provinsi maupun kabupaten/kota. Kelembagaan formal yang bertugas menangani penyuluhan kehutanan menjadi sangat bervariasi.

    Istilah polivalen dalam kehutanan seharusnya diartikan menangani bidang kehutanan mulai dari planologi, bina usaha kehutanan, perlindungan dan konservasi alam serta rehabilitasi hutan dan lahan. Dengan terbitnya Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor 130/KEP/M.PAN/12/2002 tentang Jabatan Fungsional Penyuluh Kehutanan dan Angka Kreditnya, maka status dan karier penyuluh kehutanan sudah jelas yang berdampak pada

    kinerja penyuluh kehutanan. Oleh karena itu untuk mengetahui gambaran konsep polivalen, telah dilakukan studi kasus di Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Cianjur serta Balai Besar Taman Nasional Gunung Gede Pangrango. Respondennya adalah penyuluh kehutanan di UPT BBTN Gunung Gede Pangrango dan Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Cianjur, Kepala Bidang Wilayah III Bogor dan Kepala Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Cianjur.

    Kriteria Penempatan Penyuluh KehutananPenempatan penyuluh kehutanan yang dilakukan di

    Dinas kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Cianjur dan UPT BBTNGGP berdasarkan pada beberapa kriteria yaitu: Mempunyai kompetensi sebagai Penyuluh Kehutanan

    terutama pendampingan dan pemberdayaan masyarakat Potensi wilayah dan keahlian dari penyuluh kehutanan Menguasai karakter atau sosiologi masyarakat Kondisi wilayah kerja yang mempunyai tingkat

    kerawanan/gangguan yang cukup tinggi sehingga perlu dilakukan penyuluhan

    Studi Kasus POLIVALEN di Kabupaten Cianjur danBalai Besar Taman Nasional Gunung Gede PangrangoOleh: Eli Sugianto

    Penyuluh Kehutanan Sebagai Pendamping Kegiatan Kehutanan

    Komunikasi Edukasi Wana Lestari

    12 ARTIKEL

  • Proses pelaksanaan penyuluhan harus dimulai dari pemahaman masyarakat terhadap potensi dan masalah yang dihadapi, sehingga terdorong untuk mencari pemecahan masalah melalui pengembangan semua potensi yang dimiliki. Pada tahap ini peran penyuluh adalah membantu meningkatkan kesejahteraan masyarakat dari kegiatan usahanya dengan pola pikir yang dibangun pengembangan komoditas yang dimilikinya melalui pemanfatan semua potensi sumberdaya yang ada.

    Peran Penyuluh Kehutanan dalam Pembangunan Kehutanan

    Paradigma penyuluhan kehutanan adalah penyuluhan kehutanan merupakan proses pemberdayaan masyarakat berbasis pembangunan kehutanan. Berdasarkan paradigma tersebut, maka peran penyuluh kehutanan dalam pemberdayaan masyarakat dapat dikelompokkan sebagai pendamping masyarakat, pengorganisir masyarakat, pengawal keberhasilan pembangunan kehutanan, dan sebagai pengaman aset negara yang berupa hutan.

    Penyuluh kehutanan sebagai pendamping kegiatan masyarakat di Dishutbun Kabupaten Cianjur melakukan kegiatan pendampingan KBR, Hutan Rakyat dan pen-dampingan KUP/SPKP. Sedangkan kegiatan penyuluh kehutanan yang di BBTNGGP lebih fokus pada kegiatan konservasi yang terkait dengan perlindungan dan pem-berdayaan masyarakat desa penyangga dan masyarakat luar desa penyangga misal visit to school, visit to pesantren, visit to campus dan kunjungan kemasyarakat. Kegiatan tersebut banyak memberikan manfaat bagi masyarakat, selain untuk meningkatkan ekonomi juga meningkatkan kesadaran akan pentingnya menjaga lingkungan.

    Pelaksanaan Konsep Polivalen KehutananPelaksanaan polivalen kehutanan di dua instansi

    tersebut tidak bermasalah karena disini tidak berhubungan langsung dengan penyuluhan pertanian, perikanan dan peternakan. Karena dinas kehutanan merangkap dengan perkebunan maka penyuluh kehutanan juga menangani urusan perkebunan, tetapi kegiatan penyuluhan perkebunan tersebut masih dapat dimasukan nilai angka kredit karena penyuluhan perkebunan tidak jauh berbeda dengan kegiatan kehutanan terutama objeknya. Pelaksanaan polivalen dengan kegiatan kehutanan masih ada kendala yaitu kurangnya pembekalan informasi/pelatihan baik teknis maupun non teknis. Polivalen yang terjadi di UPT BBTNGGP adalah Penyuluh kehutanan tetap menangani kegiatan kehutanan, akan tetapi masih diperbantukan dibagian administrasi/keuangan sebab masih kurangnya tenaga dibagian tersebut.

    Agar pelaksanaan polivalen dibidang kehutanan berjalan sesuai dengan yang diharapkan maka harus dilakukan:1. Meningkatkan kompetensi penyuluh kehutanan dengan

    pelatihan-pelatihan baik teknis maupun non teknis.2. Membangun kesepahaman untuk seluruh instansi

    pembina baik di provinsi, kabupaten/kota, UPT tentang maksud dari polivalen dan berpedoman Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor 130/KEP/M.PAN/12/2002 tentang Jabatan Fungsional Penyuluh Kehutanan dan Angka Kreditnya (bukan menangani kegiatan di luar tupoksi penyuluh kehutanan).Apabila semua instansi pembina telah memahami arti

    dari polivalen kehutanan, maka pembangunan kehutanan yang berazaskan hutan lestari masyarakat sejahtera akan terlaksana dan karier penyuluh kehutanan tidak akan terkendala.

    Diklat Pendamping SVLK Bagi Penyuluh Sebagai Upaya Peningkatan Kompetensi PenyuluhKenari Edisi 3 Tahun 2012

    13ARTIKEL

  • Pendahuluan

    Berkembang pesatnya industri di berbagai belahan bumi melepaskan berbagai polutan yang menyebabkan menipisnya lapisan ozon. Hal tersebut berakibat pada meningkatnya suhu bumi (global warming) yang memicu rangkaian bencana alam yang terjadi di muka bumi. Hal ini terjadi karena ulah manusia sendiri yang menguras sumber daya alam tanpa memperhatikan kelestariannya. Sebagai upaya untuk mengurangi dampak pemanasan global tersebut maka dilakukanlah berbagi upaya nyata yang melibatkan berbagai elemen masyarakat termasuk pemerintah dan swasta.

    Kalangan dunia usaha yang memanfaatkan sumberdaya alam sebagai modal utama, sudah semestinya memiliki tanggung jawab moral untuk mengembalikan kondisi lingkungan ke kondisi semula, namun dalam konteks sumberdaya alam yang tidak dapat diperbaharui (unrenewable resources) dapat melakukan kegiatan lain yang berkaitan dengan penyelamatan lingkungan hidup.

    Bentuk tangggungjawab dunia usaha/perusahaan atau yang lazim disebut CSR (corporate social responsibility) dalam bidang lingkungan hidup dapat berupa kegiatan-kegiatan seperti: penanaman pohon, adopsi pohon, pembibitan, bantuan sarana kebersihan dan lain-lain. Dalam pelaksanaan kegiatan tersebut terdapat beberapa kegiatan yang bersentuhan langsung dengan bidang kehutanan yang memerlukan perhatian dan bimbingan bagi tercapainya tujuan CSR bidang lingkungan hidup tersebut.

    Di sisi lain permasalahan belum tercapainya tujuan pembangunan kehutanan di antaranya adalah belum optimalnya pendampingan untuk mengawal implementasi kegiatan kehutanan sampai dengan kelompok masyarakat di lapangan. Dalam rangka meningkatkan peran penyuluh kehutanan, sudah selayaknya kegiatan CSR bidang lingkungan hidup mendapatkan pendampingan dari penyuluh kehutanan. Kegiatan pendampingan tersebut dapat berupa

    pemberian bimbingan teknis bagi perencanaan kegiatan CSR sampai dengan pelaksanaan kegiatan pembibitan, teknik penanaman dan lain-lain.

    Pengertian dan Konsep CSR (corporate social responsibility)

    Pengertian dan kosep dari CSR telah banyak dikemukakan oleh berbagai pakar, diantaranya adalah Masyarakat Uni Eropa (European Commission) memberikan pengertian CSR yaitu: A concept where by companies decide voluntarily to contribute to a better society and a cleaner environment. A concept where by companies integrate social and environmental concerns in their business operations and in their interaction with their stakeholders on a voluntary basis.

    Artinya suatu konsep dimana perusahaan memutuskan secara sukarela untuk memberikan kontribusi yang lebih baik kepada masyarakat dan lingkungan yang bersih. Suatu konsep dimana perusahaan mengintegrasikan kepedulian sosial dan lingkungan dalam operasi bisnis mereka dan dalam interaksi mereka dengan para pihak yang berkepentingan secara sukarela.

    Terobosan besar dalam konsep CSR dikemukakan oleh John Elkington, ia berpendapat bahwa jika perusahaan ingin mempertahankan kelangsungan hidupnya harus memperhatikan 3P yakni perusahaan selain mengejar keuntungan (profit), perusahaan juga harus memperhatikan dan terlibat dalam pemenuhan kesejahteraan masyarakat (people) dan turut berkontribusi aktif dalam menjaga kelestarian lingkungan (planet)

    Rumusan atau definisi atau pengertian yang diberikan di atas menunjukkan kepada masyarakat bahwa setidaknya ada tiga hal pokok yang membentuk pemahaman atau konsep mengenai CSR. Ketiga hal tersebut yaitu:1. Bahwa sebagai suatu artificial person, perusahaan

    atau korporasi tidaklah berdiri sendiri dan terisolasi, perusahaan atau perseroan tidak dapat menyatakan bahwa mereka tidak memiliki tanggung jawab terhadap keadaan ekonomi, lingkungan maupun sosialnya;

    Peran Penyuluh Kehutanan dalam Pendampingan Kegiatan CSR (Corporate Social Responsibility) Bidang Lingkungan Hidup Potret Nyata Pendampingan Kegiatan CSR PT. BNI (Tbk)- Paguyuban BudiasiOleh: Budi Budiman, S.Hut*)

    *) Calon Penyuluh Kehutanan Pusat Pelayanan Penyuluhan Kehutanan Jakarta

    Komunikasi Edukasi Wana Lestari

    14 ARTIKEL

  • 2. Keberadaan (eksistensi) dan keberlangsungan (sustainability) perusahaan atau korporasi sangatlah ditentukan oleh seluruh stakeholders-nya dan bukan hanya shareholders-nya. Para stakeholders ini, terdiri dari shareholders, konsumen, pemasok, klien, costumer, karyawan dan keluarganya, masyarakat sekitar dan mereka yang terlibat baik secara langsung maupun tidak langsung dengan perusahaan (the local community and society at large);

    3. Melaksanakan CSR berarti juga melaksanakan tugas dan kegiatan sehari-hari perusahaan atau korporasi, sebagai wadah untuk memperoleh keuntungan melalui usaha yang dijalankan dan/atau dikelola olehnya. Jadi ini berarti CSR adalah bagian terintegrasi dari kegiatan usaha (business), sehingga CSR berarti juga menjalankan perusahaan atau korporasi untuk memperoleh keuntungan.

    Dasar Hukum CSR Bidang Lingkungan HidupYang menjadi dasar hukum dalam pengaturan CSR

    adalah sebagai berikut:1. Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang

    Perseroan Terbatas dalam Bab V Pasal 74 ayat 1 yang berbunyi Perseroan yang menjalankan kegiatan usahanya di bidang dan/atau berkaitan dengan sumber daya alam wajib melaksanakan Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan.

    2. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal dalam Pasal 15 (b) Setiap penanam modal berkewajiban melaksanakan tanggung jawab sosial perusahaan. Sedangkan pasal 34 menjelaskan sanksi administratif bagi badan usaha atau usaha perseorangan yang tidak melaksanakan tanggung jawab sosial perusahaan berupa peringatan tertulis, pembatasan kegiatan usaha, pembekuan kegiatan usaha dan pencabutan kegiatan usaha

    3. Undang-Undang Nomor 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup

    Paguyuban BudiasiPaguyuban Budiasi merupakan organisasi non profit

    yang bergerak dalam bidang lingkungan hidup. Organisasi ini berdiri tahun 2010 diprakarsai oleh Brigjen Doni Monardo yang kala itu menjabat sebagai Danrem 061 Suryakencana Bogor. Nama Paguyuban Budiasi sendiri diambil dari akronim Budidaya Trembesi yang merupakan pemberian Presiden RI, Susilo Bambang Yudhoyono.

    Pada awalnya organisasi ini mengkhususkan diri sebagai pembudidaya trembesi dengan sukses menghelat kerjasama dengan PT. Djarum (Tbk.) melaui program CSR

    yang diberi tajuk Djarum Trees For Life. Namun seiring dengan kesuskesan tersebut maka organisasi ini kemudian mengembangkan sayap dengan bekerja sama membuat program pembibitan dan penanaman pohon dengan berbagai institusi pemerintah, swasta dam BUMN dengan satu tujuan yakni agar dapat memberikan sumbangsih dalam menghijaukan bumi Indonesia sesuai dengan moto organisasi terebut yakni Hijau Untuk Indonesia.

    Pengurus Paguyuban Budiasi berasal dari berbagai disiplin ilmu yakni perpaduan unsur TNI, LSM, dan swasta. Dalam pelaksanaan kegiatannya Paguyuban Budiasi melibatkan masyarakat setempat sebagai upaya untuk memberdayakan masyarakat.

    Kegiatan Paguyuban Budiasi

    Potret nyata pendampingan kegiatan CSR bidang lingkungan hidup kerjasama PT. Bank Negara Indonesia (Tbk) Paguyuban Budiasi oleh Penyuluh Kehutanan

    Salah satu kegiatan CSR bidang lingkungan hidup yang digagas PT. BNI (Tbk.) bekerja sama dengan Paguyuban Budiasi adalah kegiatan pembibitan satu juta tanaman keras di Sentul Bogor. Melalui kegiatan CSR ini PT. BNI (Tbk.) menyediakan bibit tanaman keras sebanyak satu juta bibit untuk dibagikan kepada masyarakat. Maksud dan tujuan kegiatan CSR ini adalah1) Memberikan pemahaman tentang pentingnya melestari-

    kan lingkungan hidup kepada masyarakat.2) Mengundang keterlibatan banyak pihak untuk menjaga

    dan menyelamatkan lingkungan hidup dengan menanam pohon.

    3) Mengajak masyarakat untuk campur tangan dan bertanggung jawab dalam melestarikan lingkungan.

    4) Terwujudnya kegiatan penyediaan bibit pohon yang berkualitas baik untuk mendukung kegiatan rehabilitasi hutan dan lahan kritis di seluruh wilayah Indonesia.

    5) Terwujudnya kegiatan pembibitan, penanaman dan pemeliharaan pohon.

    6) Terwujudnya kegiatan kampanye menanam pohon di berbagai wilayah Indonesia.

    Kenari Edisi 3 Tahun 2012

    15ARTIKEL

  • Dalam kegiatan CSR tersebut terdapat beberapa kegiatan yang berkaitan erat dengan pembangunan kehutanan mulai dari pembibitan sampai dengan penanaman pohon. Disamping hal tersebut juga terdapat beberapa kegiatan identifikasi, seleksi, verifikasi, monitoring, evaluasi dan penyusunan laporan yang memerlukan perhatian khusus dari pihak Paguyuban Budiasi sebagai pelaksana CSR.

    Dalam pelaksanaan kegiatan tersebut pihak Paguyuban Budiasi selain bekerja sama dengan pihak Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) sebagai tim supervisi juga berinisiatif untuk meminta bantuan pada Penyuluh Kehutanan untuk melakukan pendampingan dan bimbingan teknis terkait dengan hal-hal yang berkaitan erat dengan kehutanan. Dengan komunikasi yang efektif disertai dengan inisiatif dari penyuluh kehutanan untuk tetap terus berusaha melaksanakan tugas pokok dan fungsi (Tupoksi) serta prinsip kemandirian maka hubungan pendampingan kegiatan CSR bidang lingkungan hidup ini bisa terjalin dengan baik.

    Konsep, materi dan metoda pendampingan dan bimbingan kemudian disepakati setelah terlebih dahulu dipaparkan rencana kegiatan yang akan dilaksanakan. Secara umum peran pendampingan penyuluh kehutanan dalam pelaksanaan CSR bidang lingkungan hidup kerjasama PT. BNI (Tbk.)- Paguyuban Budiasi dapat dilihat pada skema berikut ini.

    PEMBIBITAN1 JUTA TANAMAN

    KERAS

    PT. Bank Negara Indonesia (Tbk)

    Keterangan:

    Garis Pendampingan

    Alur Kegiatan

    Garis Koordinasi

    Paguyuban Budiasi

    Proses identifikasi, Seleksi, Verivikasi, Pengawasan

    MASYARAKAT(Perseorangan, Kelompok

    Tani, Institusi lainnya)

    PENYULUHKEHUTANAN

    TIM SUPERVISILIPI

    PENYULUHKEHUTANAN

    PENYULUHKEHUTANAN

    Skema pendampingan Penyuluh Kehutanan dalam program CSR PT. Bank BNI

    Peran Penyuluh Kehutanan dalam kegiatan pen-dampingan CSR PT. BNI (Tbk.) Paguyuban Budiasi adalah sebagai berikut:

    A. Memberikan bimbingan teknis dalam pelaksanaan pembibitan Bimbingan teknis tersebut mulai dari teknik pembuatan

    media pembibitan, teknik perkecambahan benih, pemeliharaan bibit dan pemberantasan hama dan penyakit. Metode penyampaian bimbingan teknis tersebut melalui diskusi, demonstrasi dan praktek langsung di lapangan.

    Bagian ini merupakan bagian tersulit dari serangkaian peran pendampingan ini karena sasaran yang diberikan penyuluhan adalah masyarakat setempat yang belum memiliki dasar-dasar ilmu tentang budidaya tanaman. Namun dengan sedikit kerja keras dan kemauan yang tinggi dari sasaran penyuluhan maka ilmu dan teknologi tentang pelaksanaan pembibitan tanaman dapat dikuasai dengan baik.

    B. Mengidentifikasi calon penerima bantuan bibit Bibit yang akan disalurkan ke masyarakat adalah bibit

    yang memiliki nilai ekonomis yang tinggi sehingga selain tercapainya tujuan penanaman pohon (penghijuan/reboisasi) sebagai pemenuhan aspek ekologis juga diharapkan memberikan dampak yang nyata bagi perkembangan nilai tambah bagi peningkatan ekonomi masyarakat (aspek ekonomis). Mengingat pentingnya hal tersebut maka diperlukan identifikasi calon penerima bantuan bibit baik yang berasal dari perseorangan, kelompok tani maupun institusi.

    Bimbingan teknis pembuatan persemaian

    C. Melakukan seleksi kelayakan calon penerima bantuan bibit.Setelah calon penerima bantuan bibit teridentifikasi

    maka tahap selanjutnya adalah menyeleksi kelayakan calon penerima bantuan bibit. Seleksi dilakukan terhadap proposal permohonan bantuan bibit yang masuk ke sekretariat Paguyuban Budiasi. Seleksi kelayakan penerima bantuan bibit meliputi: Status penerima bantuan Lokasi penanaman

    Status kepemilikan lahan Kesiapan lubang tanam Jumlah bibit Status penanaman bibit

    D. Verifikasi lahan tempat penanaman bibit Verifikasi lahan ini sebagai upaya untuk mengetahui

    sejauh mana kesesuaian data yang dimunculkan dalam proposal dengan data lapangan yang sebenarnya. Bila terdapat ketidaksesuaian data maka berpengaruh terhadap pengambilan keputusan pemberian bantuan bibit yang kemungkinan besar terjadi pembatalan bantuan bibit.

    E. Pengawasan distribusi bibitSetelah permohonan bantuan bibit disetujui maka

    selanjutnya adalah pendistribusian bibit ke lapangan. Penyuluh kehutanan sebagai pendamping juga melakukan pengawasan bila terdapat penyimpangan dalam proses distribusi tersebut. Harapannya bibit dapat sampai sesuai harapan dengan tepat sasaran, tepat waktu dan tepat jumlah.

    F. Memberikan bimbingan teknis pelaksanaan penanaman bagi masyarakat penerima bantuan bibitTidak semua masyarakat penerima bantuan bibit

    memiliki pengetahuan dan kemampuan yang memadai mengenai teknik penanaman bibit suatu jenis tanaman khusunya jenis tanaman kehutanan. Maka penyuluh kehutanan sebagai pendamping, mengambil peran dalam menyampaikan informasi terkait dengan teknik penanaman tanaman kehutanan seperti: penetuan jarak tanam, penjelasan karakteristik jenis tanaman, karakteristik tempat tumbuh, teknik pembuatan lubang tanam, pemupukan, pemeliharaan dll.

    Metode diskusi dalam penyampaian materi penyuluhan kepada sasaranKomunikasi Edukasi Wana Lestari

    16 ARTIKEL

  • Bagian ini merupakan bagian tersulit dari serangkaian peran pendampingan ini karena sasaran yang diberikan penyuluhan adalah masyarakat setempat yang belum memiliki dasar-dasar ilmu tentang budidaya tanaman. Namun dengan sedikit kerja keras dan kemauan yang tinggi dari sasaran penyuluhan maka ilmu dan teknologi tentang pelaksanaan pembibitan tanaman dapat dikuasai dengan baik.

    B. Mengidentifikasi calon penerima bantuan bibit Bibit yang akan disalurkan ke masyarakat adalah bibit

    yang memiliki nilai ekonomis yang tinggi sehingga selain tercapainya tujuan penanaman pohon (penghijuan/reboisasi) sebagai pemenuhan aspek ekologis juga diharapkan memberikan dampak yang nyata bagi perkembangan nilai tambah bagi peningkatan ekonomi masyarakat (aspek ekonomis). Mengingat pentingnya hal tersebut maka diperlukan identifikasi calon penerima bantuan bibit baik yang berasal dari perseorangan, kelompok tani maupun institusi.

    Bimbingan teknis pembuatan persemaian

    C. Melakukan seleksi kelayakan calon penerima bantuan bibit.Setelah calon penerima bantuan bibit teridentifikasi

    maka tahap selanjutnya adalah menyeleksi kelayakan calon penerima bantuan bibit. Seleksi dilakukan terhadap proposal permohonan bantuan bibit yang masuk ke sekretariat Paguyuban Budiasi. Seleksi kelayakan penerima bantuan bibit meliputi: Status penerima bantuan Lokasi penanaman

    Status kepemilikan lahan Kesiapan lubang tanam Jumlah bibit Status penanaman bibit

    D. Verifikasi lahan tempat penanaman bibit Verifikasi lahan ini sebagai upaya untuk mengetahui

    sejauh mana kesesuaian data yang dimunculkan dalam proposal dengan data lapangan yang sebenarnya. Bila terdapat ketidaksesuaian data maka berpengaruh terhadap pengambilan keputusan pemberian bantuan bibit yang kemungkinan besar terjadi pembatalan bantuan bibit.

    E. Pengawasan distribusi bibitSetelah permohonan bantuan bibit disetujui maka

    selanjutnya adalah pendistribusian bibit ke lapangan. Penyuluh kehutanan sebagai pendamping juga melakukan pengawasan bila terdapat penyimpangan dalam proses distribusi tersebut. Harapannya bibit dapat sampai sesuai harapan dengan tepat sasaran, tepat waktu dan tepat jumlah.

    F. Memberikan bimbingan teknis pelaksanaan penanaman bagi masyarakat penerima bantuan bibitTidak semua masyarakat penerima bantuan bibit

    memiliki pengetahuan dan kemampuan yang memadai mengenai teknik penanaman bibit suatu jenis tanaman khusunya jenis tanaman kehutanan. Maka penyuluh kehutanan sebagai pendamping, mengambil peran dalam menyampaikan informasi terkait dengan teknik penanaman tanaman kehutanan seperti: penetuan jarak tanam, penjelasan karakteristik jenis tanaman, karakteristik tempat tumbuh, teknik pembuatan lubang tanam, pemupukan, pemeliharaan dll.

    Metode diskusi dalam penyampaian materi penyuluhan kepada sasaran

    G. Penyusunan laporan pelaksanaan kegiatan CSRPaguyuban Budiasi sebagai pelaksana kegiatan CSR

    berkewajiban menyampaikan laporan pelaksanaan kegiatan CSR baik secara berkala maupun terus menerus. Laporan ini berisi pelaksaan kegiatan serta laporan penggunaan dana, pada tahap akhir kegiatan disusun laporan akhir kegiatan CSR yang merupakan pertanggungjawaban secara menyeluruh selama kegiatan CSR berlangsung. Laporan ini disusun dengan supervisi dari tim LIPI, meskipun demikian penyuluh kehutanan sebagai pendamping masih dapat memberikan masukan-masukan bagi penyempurnaan laporan akhir.

    PenutupUntuk mendukung tercapainya tujuan pembangunan

    kehutanan sudah selayaknya Penyuluh Kehutanan perlu meningkatkan keterampilan dan kemampuan agar lebih berperan dalam pendampingan kegiatan kehutanan termasuk kegiatan CSR bidang lingkungan hidup. Penyuluh Kehutanan memiliki peran yang penting dalam pendampingan kegiatan CSR PT. BNI (Tbk.) Paguyuban Budiasi mulai dari kegiatan identifikasi, seleksi, verifikasi, monitoring, evaluasi dan penyusunan laporan kegiatan. Kegiatan pendampingan kegiatan CSR bidang lingkungan hidup kerjasama PT. BNI (Tbk.) Paguyuban Budiasi bisa terjalin dengan baik karena adanya komunikasi efektif yang disertai dengan inisiatif dan prinsip kemandirian Penyuluh Kehutanan. Ke depan perlu diperluas potensi menjalin jaringan dengan perusahaan-perusahaan untuk memanfaatkan dana CSR-nya dengan upaya pendampingan oleh penyuluh kehutanan.

    Pustakarepository.usu.ac.id. Corporate social responsibility dalam

    hukum perusahaan di Indonesia. Diakses 6 Maret 2012. Pukul 09.02

    Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas

    Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal

    Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup

    Kenari Edisi 3 Tahun 2012

    17ARTIKEL

  • *) Calon Penyuluh Kehutanan BTN Wasur pada SPTN Wil. III Wasur

    tantangan Penyuluh Kehutanandi Taman Nasional Wasur

    Oleh: Eka Heryadi, S.Hut.*)

    Pendahuluan

    Keadaan Umum Taman Nasional WasurTaman Nasional (TN) Wasur yang luas kawasannya

    sebesar 413.810 ha memiliki biodiversitas yang sangat tinggi dan unik. Kawasannya yang khas didominasi oleh daratan yang tergenang air (rawa), baik rawa yang non permanen hingga permanen menjadikan aktivitas petugas (pegawai) TN Wasur di medan lapangan menjadi lebih menantang, baik tugas dalam rangka konservasi keanekaragaman hayati hingga pemberdayaan masyarakat yang tinggal di dalam kawasan TN Wasur.

    Masyarakat yang bertempat tinggal di dalam kawasan TN Wasur sudah bermukim di kawasan tersebut sebelum kawasan TN Wasur ditetapkan sebagai salah satu Taman Nasional di Indonesia bagian timur (Papua). Masyarakat TNW didominasi oleh masyarakat asli Papua khususnya Merauke yang terbagi dalam 4 suku dan marga dalam kehidupan sosialnya, yaitu: Suku Kanum, Suku Marori Men-Gey, Suku Yeinan, dan Suku Malind Kondo. Keempat suku tersebut dapat hidup rukun di kawasan TN Wasur hingga sekarang sudah memiliki batas wilayah (tanah ulayat) menurut kesepakatan. Suku Kanum memiliki tanah ulayat yang paling luas di dalam kawasan TN Wasur dibandingkan dengan suku-suku yang lain.

    Karakteristik masyarakat tersebut masih memegang teguh adat budaya nenek moyangnya secara turun temurun sampai saat ini. Mayoritas masyarakat TN Wasur bermatapencaharian sebagai pemburu, peramu, dan pembudidaya tanaman kebun yang terkadang ketiga aktivitas tersebut bisa dilakukan dalam waktu satu hari saja. Walaupun pendidikan masyarakat TN Wasur ada yang tidak sekolah, putus sekolah, dan lulusan SD (Sekolah Dasar), mereka cukup aktif dan paham dalam berkomunikasi dan bersosialisasi karena penguasaan Bahasa Indonesia yang cukup baik.

    Berdasarkan gambaran tentang kondisi kawasan TN Wasur dan masyarakatnya tersebut diatas, dapat menjadikan tantangan dan peluang tersendiri bagi Penyuluh Kehutanan yang ditugaskan di TN Wasur. Penyuluh Kehutanan di TN Wasur jumlahnya hanya 4 orang, yaitu 3 orang Penyuluh Kehutanan Ahli dan 1 orang Penyuluh Kehutanan Terampil. Satu Penyuluh Kehutanan Ahli ditempatkan di Kantor Balai TN Wasur, 2 Penyuluh Kehutanan Ahli ditempatkan di Seksi Pengelolaan Taman Nasional (SPTN) Wilayah I Agrindo dan SPTN wilayah III Wasur, serta 1 orang Penyuluh Kehutanan Terampil ditempatkan di SPTN wilayah II Ndalir. Para Penyuluh Kehutanan TN Wasur tersebut berperan dan bekerja sesuai dengan rencana kerja yang disinkronkan dengan arahan Pimpinan sehingga keempatnya memiliki spesifikasi pengetahuan tentang kondisi agroekosistem dan sosial budaya masyarakat di wilayah kerjanya masing-masing.

    Tantangan Program Pemberdayaan MasyarakatPeran Penyuluh Kehutanan di SPTN Wasur

    Penyuluh Kehutanan yang bekerja di wilayah SPTN Wasur lebih dekat dan dikenal oleh masyarakat yang bermukim di sekitar wilayah kerjanya. Hal ini disebabkan oleh karena Penyuluh Kehutanan biasanya selalu diikutkan dalam berbagai kegiatan kantor SPTN Wasur. Kegiatan yang umumnya dilaksanakan selain kegiatan pemberdayaan masyarakat yaitu kegiatan patroli pengamanan kawasan hutan, patroli kebakaran hutan, inventarisasi flora dan fauna, dan lain-lain. Hal itu terjadi karena jumlah staf di kantor SPTN Wasur sangat terbatas. Jumlah pejabat Polisi Kehutanan (Polhut) hanya sekitar 6 orang, Pengendali Ekosistem Hutan (PEH) sekitar 4 orang, dan menjadi lengkap dengan penambahan 1 orang Penyuluh Kehutanan di setiap Kantor SPTN Wasur. Luas wilayah kerja setiap kantor SPTN Wasur sekitar + 1/3 (sepertiga) bagian dari luas total kawasan TN Wasur, tidak sebanding dengan jumlah petugas pengamanan kawasan TN Wasur. Total gabungan semua pejabat fungsional di kantor SPTN tidak mampu untuk memantau keamanan di kawasan TN Wasur, karena gangguan keamanan kawasan TN

    Komunikasi Edukasi Wana Lestari

    18 ARTIKEL

  • Wasur bisa berasal dari luar maupun dari dalam kawasan TN Wasur.

    Kegiatan pemberdayaan masyarakat di wilayah kerja SPTN Wasur juga melibatkan seluruh pejabat fungsional yang ditempatkan di kantor SPTN Wasur, baik Polhut, PEH, dan juga Penyuluh Kehutanan, karena tidak mungkin kegiatan pemberdayaan masyarakat dilakukan oleh Penyuluh Kehutanan saja apalagi seorang diri, terkadang memerlukan bantuan pengawalan dari pasukan TNI yang bertugas di wilayah perbatasan Negara RI-PNG (Papua New Guenea) demi keamanan para staf TN Wasur yang sedang ditugaskan ke kampung pedalaman di dalam kawasan TN Wasur. Beberapa kegiatan pemberdayaan masyarakat yang pernah dilakukan antara lain pelatihan pembuatan kripik pisang lokal, pemberian bantuan peralatan nelayan (jala dan jaring ikan), penyuluhan dan penanaman tanaman obat buah merah (Pandanus conoideus), penyuluhan dan program penanaman tanaman kemiri (Aleurites moluccana), pemberian bantuan dan peralatan penunjang pembudidayaan tanaman anggrek hias Papua, dan lain sebagainya.

    Dalam rangka penyuluhan kehutanan, kebersamaan tim (para pejabat fungsional Polhut, PEH, dan Penyuluh Kehutanan) dalam melaksanakan program pemberdayaan masyarakat sangat diperlukan. Tugas pemberdayaan masyarakat memerlukan banyak orang dalam membimbing, memantau, dan mengevaluasi program pemberdayaan masyarakat yang telah dilaksanakan oleh pihak Balai TN Wasur kepada masyarakat. Kebersamaan tim juga dapat membangun sinergisitas dalam kinerja para pejabat fungsional yang diterjunkan di lapangan dan berinteraksi langsung dengan masyarakat. Disamping itu, kebersamaan tim juga sangat bermanfaat dalam menghadapi beberapa kendala dalam menjalankan program-program pemberdayaan bagi masyarakat yang tinggal di dalam kampung yang berada di tengah hutan kawasan TN Wasur. Kendala Pemberdayaan Masyarakat Taman Nasional Wasur

    Beberapa kendala yang biasanya dihadapi para petugas lapangan (tim) dalam melaksanakan program pemberdayaan masyarakat TNW, antara lain:1. Sulitnya akses menuju kampung pedalaman. Kampung pedalaman di kawasan TN Wasur sangat susah

    untuk ditempuh, apabila musim penghujan tiba. Akses jalan menuju kampung masih berupa jalan tanah yang berlumpur pekat sehingga saat hujan jalan menjadi licin dan sulit untuk dilewati oleh kendaraan apapun. Ada pula kampung yang harus ditempuh dengan menggunakan perahu atau speed boat karena kampung itu berada di seberang sungai besar atau rawa besar.

    Jembatan yang harus dilalui untuk menuju ke kampung pedalaman Rawa Biru

    2. Terbatasnya sarana transportasi. Sarana transportasi yang dimiliki kantor SPTN Wasur

    sangat terbatas, hanya terdapat 1 unit mobil patroli Polhut di setiap kantor SPTN Wasur. Bila ada program pemberdayaan masyarakat maka mobil patroli juga menjadi sarana transportasi pengangkutan barang untuk program pemberdayaan masyarakat TNW. Bagi masyarakat yang terisolir oleh sungai besar atau rawa besar bisanya menggunakan kole-kole (perahu kecil) atau speed boat. Untuk itu sangat sulit memberikan bantuan dan mengadakan program pemberdayaan masyarakat di tempat itu.

    Kole-kole sebagai sarana transportasi menuju kampung pedalaman yang harus menyeberangi rawa besar dan dekat dengan perbatasan negara RI PNG.

    3. Jarak antar kampung berjauhan. Jarak antar kampung yang satu dengan kampung yang

    lain di kawasan TN Wasur sangat berjauhan. Sehingga jarak terdekat antar kampung di wilayah kerja SPTN Wilayah III Wasur sekitar + 25 km. Pengadaan program pemberdayaan masyarakat akan memerlukan waktu pelaksanaan sekitar lebih dari 2 hari.

    Kenari Edisi 3 Tahun 2012

    19ARTIKEL

  • Bapak Menteri Kehutanan RI saat Halal Bi Halal bersama pegawai Kementerian Kehutanan di Jakarta

    Bapak Kepala BP2SDM Kehutanan saat menghadiri acara Dialog Interaktif di Sulawesi Selatan

    Proses pembuatan kerajinan anyaman pelepah lontar oleh Ibu-ibu di Ds. Bontokassi Kec. Galesong Selatan, Kab. Takalar Sulsel

    Bapak Kepala BP2SDM Kehutanan saat Halal Bi Halal lingkup BP2SDM Kehutanan

    Penyampaian materi pelatihan peningkatan kapasitas penyuluh pendamping KUP dan SPKP

    Bapak Kepala BP2SDM Kehutanan saat menghadiri kegiatan Pelatihan Peningkatan Kapasitas PKSM di Yogyakarta

    Komunikasi Edukasi Wana Lestari

    20 GALERI

  • Peserta kegiatan Pelatihan Peningkatan Kapasitas PKSM di Yogyakarta Kunjungan Peserta Pelatihan Peningkatan Kapasitas PKSM Ke Wanagama Yogyakarta

    Salah satu kegiatan dalam Ujian Sertifikasi Profesi Penyuluh Kehutanan di Lampung

    Penyuluh Kehutanan saat mengikuti kegiatan Sertifikasi

    Para peserta tampak serius mengikuti Ujian Sertifikasi Profesi Penyuluh Kehutanan di Lampung

    Brilianti Dwining P., S.Hut Penyuluh pendamping dari BP4K Cirebon yang sukses dengan usaha Budidaya Jamur Tiram

    Kenari Edisi 3 Tahun 2012

    21GALERI

  • Akses jalan menuju salah satu kampung dalam kawasan TNW.

    4. Masyarakat pendidikannya masih rendah dan kurang pengetahuan.

    Taraf pendidikan dan pengetahuan masyarakat yang rendah mengakibatkan masyarakat sulit dalam menerima dan memahami penjelasan dari program pemberdayaan masyarakat yang dilaksanakan.

    5. Adat dan budaya masyarakat secara turun-temurun. Adat dari masyarakat asli ketika ada peristiwa penting,

    misalnya kematian salah satu anggota keluarga, biasanya seluruh keluarga yang berduka beserta beberapa masyarakat satu kampung berbondong-bondong menuju ke suatu kawasan hutan yang jauh untuk mengadakan suatu prosesi upacara kematian yang memerlukan waktu hingga berhari-hari. Hal tersebut bisa menjadikan program pemberdayaan masyarakat kurang maksimal dan jauh dari target yang diharapkan.

    6. Pengaruh dan intervensi sebagian pengusaha. Potensi sumberdaya alam di kawasan TN Wasur membuat

    pengusaha tertarik untuk memperdagangkan hasil hutan kayu dan non kayu keluar kota Merauke, sehingga masyarakat dengan mudahnya menjual hasil hutan, baik kayu maupun non kayu kepada pengusaha dengan harga yang relatif murah. Hal itu terjadi karena masyarakat lebih senang mendapatkan uang dengan cara yang cepat tanpa perlu melalui proses produksi tertentu, sehingga pengusaha dengan mudah memberikan harga yang murah dalam membeli hasil-hasil hutan dari masyarakat.

    7. Alokasi anggaran program pemberdayaan masyarakat yang terbatas.

    Dana bagi program pemberdayaan masyarakat di Indonesia Timur bisa menjadi kurang mencukupi, apabila standar harga terhadap suatu barang untuk program pemberdayaan masyarakat di Papua disamakan dengan standar harga barang di Indonesia Barat.

    Solusi Untuk Pemberdayaan Masyarakat di TN WasurBeberapa alternatif solusi untuk memecahkan berbagai

    kendala dalam melaksanakan program pemberdayaan

    masyarakat di dalam kawasan TN Wasur, antara lain:1. Koordinasi segitiga antara pihak Balai TN Wasur dengan

    Pemda Merauke dan Pemerintah Pusat dalam rangka perbaikan dan pembangunan akses jalan menuju ke kampung-kampung dalam kawasan TN Wasur demi kelancaran terselenggaranya program pemberdayaan masyarakat. Disamping itu, diperlukan pengadaan dan perbaikan sarana transportasi seperti perahu dan atau speed boat untuk menuju kampung yang dilalui melewati jalur air, baik sungai ataupun rawa besar.

    2. Sebaiknya program pemberdayaan masyarakat dilaksanakan pada saat musim kering agar perjalanan menuju kampung di kawasan TN Wasur lebih mudah karena jalan berlumpur dan beberapa rawa non-permanen menjadi kering sehingga mudah untuk dilewati oleh kendaraan.

    3. Menyelenggarakan pelatihan dan pendidikan bertema pengembangan skill dan ketrampilan bagi masyarakat asli yang bermukim di kawasan TN Wasur agar sikap eksploitatif masyarakat terhadap sumberdaya hutan di kawasan TN Wasur dapat berkurang secara berangsur-angsur.

    4. Diperlukan koordinasi secara intensif kepada tokoh-tokoh adat di setiap kampung agar masyarakatnya diberikan pengertian bahwa pemanfaatan sumberdaya hasil hutan sebaiknya dilakukan tidak secara melampaui batas dan lebih baik dimanfaatkan bagi keluarga saja bukan untuk diperjualbelikan hingga ke luar kawasan TN Wasur. Terdapat aturan-aturan adat yang dianut masyarakat asli dimana dalam aturan tersebut terdapat pengaturan dalam memungut dan memanfaatkan hasil hutan serta terdapat sanksi secara adat apabila ada anggota masyarakat yang melanggar aturan tersebut.

    5. Membangun hubungan yang erat dengan berbagai pihak yang sepakat dan mendukung program pemberdayaan masyarakat di kawasan TN Wasur menjadi suatu mitra kerjasama agar alokasi anggaran pemberdayaan masyarakat dapat didukung oleh berbagai pihak sehingga pihak Balai TN Wasur akan lebih ringan dan terbantu dalam proses monitoring program pemberdayaan masyarakat tersebut karena mitra kerjasama kemungkinan besar juga akan memonitoringnya.

    Kesimpulan Sesungguhnya kekurangan masyarakat bukanlah

    kendala utama bagi pelaksanaan program pemberdayaan masyarakat, tetapi merupakan alasan penting bagi Penyuluh Kehutanan untuk membuat kekurangan masyarakat tersebut menjadi suatu rencana besar pengelolaan dan pemberdayaan masyarakat sehingga masyarakat menjadi lebih mapan dan mandiri tanpa lagi harus mengeksploitasi hasil hutan untuk membuat dapur rumah tangganya berasap.

    Komunikasi Edukasi Wana Lestari

    22 ARTIKEL

  • Pendahuluan

    Banyak kegiatan pembangunan kehutanan yang memerlukan keterampilan kegiatan pengukuran dan pemetaan untuk terlaksananya kegiatan tersebut. Sebagai contoh untuk permohonan Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu Pada Hutan Tanaman Rakyat (IUPHHK-HTR), si pemohon harus mengajukan peta dan/atau sketsa areal permohonan. Artinya dalam hal ini masyarakat pemohon harus memiliki kemampuan untuk melakukan pengukuran areal dan membuat petanya. Hal ini salah satu penyebab pembangunan hutan tanaman rakyat masih jauh dari target yang telah ditetapkan. Pembuatan peta/sketsa areal permohonan dapat saja dibantu/difasilitasi oleh Penyuluh Kehutanan. Jadi Penyuluh Kehutanan dan masyarakat perlu dibekali keterampilan pengukuran dan pemetaan.

    Untuk melakukan kegiatan pengukuran dibutuhkan peralatan. Apabila kita akan melakukan pengukuran sederhana saja peralatan yang dibutuhkan setidak tidaknya adalah alat ukur panjang (rol meter), alat ukur arah (kompas), alat ukur kemiringan lapangan (clinometer). Kompas Suunto dan clinometer Suunto saja masing-masing harganya sekitar Rp. 1.500.000,-. Jadi masyarakat/Penyuluh memerlukan dana setidak-tidaknya Rp. 3.000.000,- untuk melakukan kegiatan pengukuran areal, apalagi apabila mereka ingin melakukan pengukurannya menggunakan Receiver GPS, tentu dibutuhkan biaya yang lebih besar lagi.

    Penggunaan telepon selular (Ponsel) sudah sangat lazim di Indonesia. Hampir semua kalangan memanfaatan alat ini untuk melakukan komunikasi. Sampai kepelosok desapun alat ini sudah tidak asing lagi bagi mereka. Dengan makin berkembangnya teknologi ponsel, saat ini banyak ponsel yang dapat difungsikan juga untuk melakukan pengukuran areal (mempunyai fasilitas GPS). Harga dari ponsel berfasilitas GPS inipun tidak terlalu berbeda jauh dengan ponsel semacamnya yang tidak dilengkapi fasilitas GPS.

    GPS Pada PonselHampir semua smartphone berbasis android dilengkapi

    dengan perangkat GPS (GPS Navigation Device). Dan harga smartphone inipun bervariasi mulai dari di bawah Rp. 1 juta sampai di atas Rp. 5 juta bahkan ada yang didesain tahan air. Penggunaan GPS pada ponsel ini tidak tergantung kepada signal GSM atau CDMA, tetapi tergantung kepada satelit GPS seperti layaknya GPS biasa. Jadi penangkapan signal dapat dilakukan selama 24 jam dimanapun kita berada di permukaan bumi ini.

    Aplikasi yang digunakan untuk menjalankan GPS ini sangat banyak ada yang berbayar dan ada yang gratis. Walaupun gratis tetapi banyak diantaranya yang mempunyai kemampuan/kapasitas melebihi dari kemampuan/kapasitas GPS navigasi biasa. Kelebihan/kekurangan dari GPS biasa dan GPS yang ada pada ponsel adalah sebagai berikut:

    Kelebihan Receiver GPS Biasa Kelebihan GPS Pada Ponsel1. Pengambilan koordinat pada

    setiap titik relatif lebih cepat.2. Baterai lebih tahan lama

    1. Satu buah telepon selular bisa digunakan untuk berbagai macam fungsi alat.

    2. Widget pada Dashboard jauh lebih banyak (54 buah)

    3. Penyimpanan data (Waypoint, Route, dan Track) tidak terbatas.

    4. Sudah menggunakan file standar (kml atau GPX)

    5. Dapat menggunakan peta (OpenStreet maupun Citra Satelit) pada saat offline (tidak terhubung dengan internet)

    6. Data hasil pengukuran bisa langsung terkirim melalui email dari fasilitas telepon selular (apabila terdapat signal GSM/CDMA).

    7. Apabila ada kerusakan software dapat diunduh ulang (tidak menggunakan biaya).

    8. Harga relatif lebih murah

    *) Widya iswara utama pada BDK Makassar

    Studi Pemanfaatan Telepon Selular Berperangkat GPS Untuk Pengukuran ArealOleh: Ir. Iwan Setiawan*)

    Kenari Edisi 3 Tahun 2012

    23ARTIKEL

  • Kekurangan Receiver GPS Biasa:

    Kekurangan GPS pada Ponsel:

    1. Hanya digunakan untuk pengambilan titik-titik koordinat,

    2. Jumlah Widget pada dashboard (Data Field) hanya 37 buah,

    3. Penyimpanan data terbatas terutama waypoint dan route,

    4. Banyak dari alat belum menggunakan file standar,

    5. Kebanyakan alat tidak mempunyai fasilitas email, sehingga tidak dapat mengirim datanya secara langsung dari lapangan ke kantor.

    6. Kerusakan software membutuhkan keahlian khusus untuk memperbaikinya atau harus dikirim ke tempat khusus untuk memperbaikinya.

    7. Input data (peta, Citra satelit) membutuhkan perangkat lain (komputer dan softwarenya).

    8. Harga relatif lebih mahal

    1. Pengambilan titik relatif lebih lama (terutama di bawah tajuk),

    2. Baterai tidak tahan lama (sekarang bisa ditanggulangi dengan menggunakan emergency battery atau menggunakan charger baterai untuk mencharge alat)

    Sedangkan persamaan dari kedua macam alat ini adalah:1. Data dapat diunduh (di download) langsung ke software

    gis yang ada pada komputer (seperti Arcgis)2. Data dari komputer (terutama data vektor) bisa di unggah

    ke alat secara langsung.3. Tidak menggunakan biaya tambahan dalam peng-

    ambilan dataKeakuratan data yang diambil dari kedua macam alat ini,

    dari hasil penelitian tidak menunjukkan perbedaan.

    Contoh Penggunaan GPS pada PonselBanyak aplikasi gratis yang mendukung penggunaan

    GPS pada ponsel, diantaranya GPS Essentials, Path Away, dan Maprika. Ketiga aplikasi ini dapat dimanfaatkan untuk kepentingan sendiri-sendiri sesuai dengan kelebihan dari aplikasi tersebut. Dan juga dapat dimanfaatkan untuk menejemen data, supaya data tidak menumpuk pada satu folder aplikasi.

    Sebagai contoh untuk pengambilan data untuk

    pengukuran HTR (Hutan Tanaman Rakyat) atau HR (Hutan Rakyat) dapat digunakan GPS Essentials karena dapat dilihat akurasi pengambilan data titik koordinatnya.

    Import Track tidak dapat dilakukan pada GPS Essentials, kita dapat memanfaatkan aplikasi Path Away untuk melakukan ini. Jadi apabila data vektor kawasan hutan pada suatu kabupaten/kecamatan/desa akan dilihat pada Ponsel, maka gunakan aplikasi Path Away. Data kawasan hutan yang akan diimport, dibuka pada software GIS (ArcGis) kemudian dijadikan File berektensi GPX atau KML, kemudian diimport pada ponsel.

    Sedangkan untuk menyimpan file-file dari data raster (citra satelit dari Bing), dapat digunakan aplikasi Maprika. Pada saat offline (tidak terhubung ke Internet) file-file yang sudah tersimpan ini dapat digunakan.

    PenutupPembangunan Hutan Tanaman Rakyat (HTR) masih

    jauh dari target yang telah ditetapkan. Salah satu kendala adalah kemampuan masyarakat atau pendamping dalam pengukuran areal HTR untuk diusulkan IUPHHK-HTR. Kendala tersebut terutama adalah kepemilikan alat ukur. Dengan memanfaatkan Telepon Seluler berperangkat GPS, mudah-mudahan kendala tersebut dapat ditanggulangi. Dengan dimilikinya Ponsel berperangkat GPS ini bukan hanya untuk mengukur areal saja, tetapi pendamping/masyarakat sudah mempunyai alat ukur untuk menaksir potensi HTRnya, yang akan digunakan kelak.

    Daftar PustakaAnonimus. 2005. Global Navigation Satellite System (GNSS) Manual.

    Edisi Pertama. USA International Civil Aviation Organization.Anonimous.2006. Surveying Using Global Navigation Satellite Systems.

    Department of Geospatial Science for Surveyor. Victoria. RMIT University.

    Brandon, James M. 2003. The Global Positioning System: Global Development and Opportunities. U.S. International Trade Commission.

    Curran, Liam Patrick. 2008. Global Navigation Satellite System for Geodetic Network Survey. Desertasi.University of Southern Queenland. Fakulty of Engineering and Surveying.

    EU-US Cooperation on Satellite Navigation. 2010. Combined Performances for Open GPS/Galilleo Receiver.

    EU-US Cooperation on Satellite Navigation. 2010. Combined Performances for SBAS Receiver Using WAAS and EGNOS.

    Massinai, M A. 2005. Penerapan NAVSTAR GPS Untuk Pemetaan Topografi. Makassar. Universitas Hasanuddin

    Michael Schollmeyer Software Engineering. 2011. GPS Essential Getting Started. Version 2.8.1. Germany. Holzstr. 7, 83607 Holzkirchen.

    Prades, Carles F. 2005. Advance Signal Processing Techniques for Global Navigation Satellite System Receiver. Bercelona. Universitat Poltecnica de Catalunya.

    Rizos, Chris. 2010. The Future of Global Navigation Satellite Systems. Sydney. University of New South Wales.

    Samsung. 2011. Samsung Galaxy Mini GT-S5570 User Manual. South Korea. Samsung Electronic.Akurasi Waypoint Pada Halaman Satelit

    Komunikasi Edukasi Wana Lestari

    24 ARTIKEL

  • Hutan mangrove didefinisikan sebagai suatu tipe hutan yang tumbuh di daerah pasang surut (terutama di pantai yang terlindung, laguna, muara sungai) yang tergenang pasang dan bebas dari genangan pada saat surut yang komunitas tumbuhannya bertoleransi terhadap garam. Ekosistem mangrove merupakan suatu sistem yang terdiri atas organisme (tumbuhan dan hewan) yang berinteraksi dengan faktor lingkungannya di dalam suatu habitat mangrove.

    Petani tambak sedang memanen bandeng di tambak sylvofishery

    Secara ekologis hutan mangrove telah dikenal mempunyai banyak fungsi dalam kehidupan manusia baik secara langsung maupun tidak langsung. Ekosistem mangrove bagi sumberdaya ikan dan udang berfungsi sebagai tempat mencari makan, memijah, memelihara juvenil dan berkembang biak. Bagi fungsi ekologi sebagai penghasil sejumlah detritus dan perangkap sedimen. Hutan mangrove merupakan habitat berbagai jenis satwa baik sebagai habitat pokok maupun sebagai habitat sementara. Bagi fungsi ekonomis dapat bermanfaat sebagai sumber

    penghasil kayu bangunan, bahan baku pulp dan kertas, kayu bakar, bahan arang, alat tangkap ikan dan sumber bahan lain seperti tannin dan pewarna. Arang dari jenis Rhizophora spp mempunyai nilai panas yang tinggi dan asapnya sedikit. Mangrove juga mempunyai peran penting sebagai pelindung pantai dari hempasan gelombang air laut. Disamping itu sebagai