Top Banner
KORAN '~TEMPO o Senin o Minggu o Se/asa Rabu o Kamis 0 Jumat o Sabtu 456 7 ® 21 22 14 15 16 29 30 31 23 17 18 19 8 9 10 11 23 24 25 26 12 13 27 28 OJan OPeb o Mar OApr OMei OJun .Ju/ 0 Ags OSep OOkt ONov ODes Mengendalikan Punguta di Perguruan Tinggi Neg ri Dannaningiyas, PENGURUS MAJELlS LUHUR TAMANSISWA, YOGYAKARTA B iaya masuk perguruan tinggi ne- geri (PTN), terutama PTN favorit, yang telah diswastanisasi dalam bentuk perguruan tinggi badan hukum milik negara (PT BHMN) dikeluhkan oleh masyarakat karena terlalu mahal. Pungutan yang tinggi itu juga ber- laku bagi mahasiswa baru yang dijaring melalui Seleksi Nasional Mahasiswa PTN (SNMPTN) atau seleksi bersama antar- PTN. Masyarakat kaget karena, berdasar- kan pengalaman masa lalu, mahasiswa yang diterima melalui jalur seleksi bersa- ma itu membayar murah dan hampir sama di seluruh PTN. Bila terdapat perbedaan, selisihnya hanya bilangan ratusan ribu, ti- dak mencapai bilangan juta. Tapi, seka- rang, di satu PTN saja, seperti di Universi- tas Gadjah Mada, di antara sesama maha- siswa baru angkatan 2011 pun ada perbe- daan, karena bayamya amat bergantung pada penghasilan orang tua. Wajar bila kebijakan baru tersebut me- nimbulkan reaksi publik karena mengubah tatanan kehidupan yang sudah lama dija- lani oleh masyarakat, bahwa mahasiswa yang diterima melalui jalur seleksi bersa- ma itu diperlakukan sama dan jauh lebih ringan dibanding mereka yang diterima melalui jalur seleksi mandiri. Masyarakat berasumsi, perbedaan besaran uang masuk itulah yang membedakan penerimaan me- lalui seleksi bersama dengan seleksi man- diri. Bila bayamya sama-sama tidak me- nentu, mengapa harus dibedakan antara seleksi bersama dan mandiri? Memperbesar akses Pada saat pemerintah mengeluarkan Per- aturan Pemerintah Nomor 66 Tahun 2010 tentang Perubahan atas pp Nomor 17Ta- hun 2010 tentang Pengelolaan dan Penye- lenggaraan Pendidikan, masyarakat senang karena pp tersebut mengoreksi berbagai kebijakan pendidikan tinggi, terutama di PTN dan PT BHMN, yang sudah mening- galkan komitmennya untuk mencerdaskan warga lantaran model seleksi penerimaan mahasiswa baru di PT BHMN mayoritas memakai sistem seleksi mandiri, dan besar- an membayamya selangit. Kuota mahasis- wa yang diterima melalui seleksi bersama terlalu keeil dan variatif. Di UGM, misal- nya, kuota mahasiswa baru melalui seleksi bersama hanya 10 persen, sedangkan Uni- versitas Airlangga, Surabaya, mengalokasi- kan 54 persen. Uyan mandiri pun dilaksa- nakan jauh sebelum ujian nasional (UN). Hal yang diapresiasi dari pp Nomor 66 Tahun 2010 ini adalah pemerintah mema- tok kuota mahasiswa baru melalui seleksi bersama minimum 60 persen dari total jum- lah mahasiswa baru yang diterima. Pola pe- nerimaan seeara nasional tersebut tidak ter- masuk penerimaan mahasiswa melalui pe- nelusuran minat dan bakat atau bentuk lain yang sejenis. Dengan demikian, jumlah ma- hasiswa baru yang diterima melalui ujian mandiri kurang dari 40 persen. Selain itu, seleksi mandiri hanya boleh dilaksanakan setelah SNMPTN, atau secara otomatis di- laksanakan setelah UN. Sebelumnya, seleksi mandiri sebelum UN sehingga mengacau- kan konsentrasi murid-murid kelas ID seko- lah menengah atas: antara konsentrasi un- tuk UN dan ikut seleksi mandiri yang wak- tunya berdekatan serta corak soalnya amat berbeda. Akibatnya juga sering muncul ka- sus, pelajar kelas ID SMA sudah dinyatakan diterima di suatu PT BHMN, tapi tidak lu- Ius UN, dan akhimya terpaksa ikut ujian paket C. Ini ironis sekali. Di samping itu, pp Nomor 66 Tahun 2010 tersebut mengatur perihal kewajiban PTN dan PT BHMN mengalokasikan tem- pat bagi calon peserta didik yang memiliki potensi akademik memadai dan kurang mampu secara ekonomi paling sedikit 20 persen dari jumlah keseluruhan peserta di- dik baru. Mereka juga wajib memberikan beasiswa kepada minimum 20 persen dari jumlah mahasiswa. Semua aturan menge- nai sistem seleksi penerimaan mahasiswa baru itu dimaksudkan untuk memperbesar akses golongan miskin lantaran jumlah go- longan miskin di PTN dan PT BHMN terus menurun, tinggal 4 persen saja. Temyata harapan masyarakat yang se- mula berbunga dengan terbitnya PP No- mor 66 Tahun 2010 tersebut sima ketika pada realitasnya mereka yang dinyatakan lolos seleksi bersama (SNMPTN) pun ha- rus membayar uang banyak, bahkan untuk Fakultas Kedokteran di UGM mencapai Rp 100 juta. Perlu standardisasi Belajar dari tingginya keluhan masya- rakat atas mahalnya biaya masuk PTNIPT BHMN, terutama yang diterima melalui seleksi bersama, maka jelas dip er- lukan adanya standardisasi biaya masuk PTNIPT BHMN, baik yang diterima mela- lui jalur seleksi mandiri maupun Kllping Hume. Onped 2011
1

0 17 18 19 ®6 7 OPeb oMar OApr OMei 0 OSep OOkt ONov …pustaka.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2011/07/korantempo9...KORAN '~TEMPO o Senin o Se/asa • Rabu o ... nimbulkan reaksi

Mar 13, 2019

Download

Documents

doxuyen
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: 0 17 18 19 ®6 7 OPeb oMar OApr OMei 0 OSep OOkt ONov …pustaka.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2011/07/korantempo9...KORAN '~TEMPO o Senin o Se/asa • Rabu o ... nimbulkan reaksi

KORAN '~TEMPOo Senin o Mingguo Se/asa • Rabu o Kamis 0 Jumat o Sabtu

456 7® 21 2214 15 1629 30 31

2 317 18 19

8 9 10 1123 24 25 26

12 1327 28

OJan OPeb oMar OApr OMei OJun .Ju/ 0 Ags OSep OOkt ONov ODes

Mengendalikan Pungutadi Perguruan Tinggi Neg riDannaningiyas, PENGURUS MAJELlS LUHUR TAMANSISWA, YOGYAKARTA

B iaya masuk perguruan tinggi ne-geri (PTN), terutama PTN favorit,yang telah diswastanisasi dalambentuk perguruan tinggi badanhukum milik negara (PT BHMN)

dikeluhkan oleh masyarakat karena terlalumahal. Pungutan yang tinggi itu juga ber-laku bagi mahasiswa baru yang dijaringmelalui Seleksi Nasional Mahasiswa PTN(SNMPTN) atau seleksi bersama antar-PTN. Masyarakat kaget karena, berdasar-kan pengalaman masa lalu, mahasiswayang diterima melalui jalur seleksi bersa-ma itu membayar murah dan hampir samadi seluruh PTN. Bila terdapat perbedaan,selisihnya hanya bilangan ratusan ribu, ti-dak mencapai bilangan juta. Tapi, seka-rang, di satu PTN saja, seperti di Universi-tas Gadjah Mada, di antara sesama maha-siswa baru angkatan 2011 pun ada perbe-daan, karena bayamya amat bergantungpada penghasilan orang tua.

Wajar bila kebijakan baru tersebut me-nimbulkan reaksi publik karena mengubahtatanan kehidupan yang sudah lama dija-lani oleh masyarakat, bahwa mahasiswayang diterima melalui jalur seleksi bersa-ma itu diperlakukan sama dan jauh lebihringan dibanding mereka yang diterimamelalui jalur seleksi mandiri. Masyarakatberasumsi, perbedaan besaran uang masukitulah yang membedakan penerimaan me-lalui seleksi bersama dengan seleksi man-diri. Bila bayamya sama-sama tidak me-nentu, mengapa harus dibedakan antaraseleksi bersama dan mandiri?

Memperbesar aksesPada saat pemerintah mengeluarkan Per-

aturan Pemerintah Nomor 66Tahun 2010tentang Perubahan atas pp Nomor 17Ta-hun 2010 tentang Pengelolaan dan Penye-lenggaraan Pendidikan, masyarakat senangkarena pp tersebut mengoreksi berbagaikebijakan pendidikan tinggi, terutama diPTN dan PT BHMN,yang sudah mening-galkan komitmennya untuk mencerdaskanwarga lantaran model seleksi penerimaanmahasiswa baru di PT BHMN mayoritasmemakai sistem seleksi mandiri, dan besar-an membayamya selangit. Kuota mahasis-wa yang diterima melalui seleksi bersamaterlalu keeil dan variatif. Di UGM, misal-nya, kuota mahasiswa baru melalui seleksibersama hanya 10persen, sedangkan Uni-versitas Airlangga, Surabaya, mengalokasi-kan 54 persen. Uyan mandiri pun dilaksa-

nakan jauh sebelum ujian nasional (UN).Hal yang diapresiasi dari pp Nomor 66

Tahun 2010 ini adalah pemerintah mema-tok kuota mahasiswa baru melalui seleksibersama minimum 60 persen dari total jum-lah mahasiswa baru yang diterima. Pola pe-nerimaan seeara nasional tersebut tidak ter-masuk penerimaan mahasiswa melalui pe-nelusuran minat dan bakat atau bentuk lainyang sejenis. Dengan demikian, jumlah ma-hasiswa baru yang diterima melalui ujianmandiri kurang dari 40 persen. Selain itu,seleksi mandiri hanya boleh dilaksanakansetelah SNMPTN, atau secara otomatis di-laksanakan setelah UN. Sebelumnya, seleksimandiri sebelum UN sehingga mengacau-kan konsentrasi murid-murid kelas ID seko-lah menengah atas: antara konsentrasi un-tuk UN dan ikut seleksi mandiri yang wak-tunya berdekatan serta corak soalnya amatberbeda. Akibatnya juga sering muncul ka-sus, pelajar kelas ID SMA sudah dinyatakanditerima di suatu PT BHMN, tapi tidak lu-Ius UN, dan akhimya terpaksa ikut ujianpaket C. Ini ironis sekali.

Di samping itu, pp Nomor 66Tahun2010 tersebut mengatur perihal kewajibanPTN dan PT BHMN mengalokasikan tem-pat bagi calon peserta didik yang memilikipotensi akademik memadai dan kurangmampu secara ekonomi paling sedikit 20persen dari jumlah keseluruhan peserta di-dik baru. Mereka juga wajib memberikanbeasiswa kepada minimum 20 persen darijumlah mahasiswa. Semua aturan menge-nai sistem seleksi penerimaan mahasiswabaru itu dimaksudkan untuk memperbesarakses golongan miskin lantaran jumlah go-longan miskin di PTN dan PT BHMN terusmenurun, tinggal 4 persen saja.

Temyata harapan masyarakat yang se-mula berbunga dengan terbitnya PP No-mor 66Tahun 2010 tersebut sima ketikapada realitasnya mereka yang dinyatakanlolos seleksi bersama (SNMPTN) pun ha-rus membayar uang banyak, bahkan untukFakultas Kedokteran di UGM mencapaiRp 100 juta.

Perlu standardisasiBelajar dari tingginya keluhan masya-

rakat atas mahalnya biaya masukPTNIPT BHMN, terutama yang diterimamelalui seleksi bersama, maka jelas dip er-lukan adanya standardisasi biaya masukPTNIPT BHMN, baik yang diterima mela-lui jalur seleksi mandiri maupun

Kllping Hume. Onped 2011