Top Banner
BAB I PENDAHULUAN 1. Latar belakang Pemikiran penrose (1959) yang menggagas teori resource-based view of the firm (Nelson and winter,1982; barney 1991) implementasinya relevan saat persaingan ekonomi berbasis industri dengan menggunakan sumberdaya organisasi untuk meningkatkan daya saing (Alchian and Demsetz, 1972; Grant, 1996: Pemberton and Stonehouse, 2000; Miller 2003).Namun,ketika organisasi dewasa ini menghadapi persaingan ekonomi berbasis pengetahuan, pendekatan yang memposisikan organisasi secara strategis tidak lagi hanya mengandalkan sumber daya organisasi semata, tetapi seharusnya mampu mengintegrasikan sumber daya pengetahuan yang dimiliki organisasi yang dikenal knowledge based view of the firm (Grant,1991; Spender, 1994; Spender and Grant,1996; Chesbrough H.W., 2003; Zaytseva A., Shuvalova O., 2011; Guinet J., Meissner D., 2012). Implementasi knowledge based view of the firm pada organisasi berdasarkan keunikan sumber daya pengetahuan dan kapabilitas unggul yang tidak dapat ditiru oerganisasi lain dengan mengembangkan model bisnis organisasi berbasis pengetahuan (Shapira C and Varian,1999; Zack,1999;Connor,2002; Miller,2003). Model bisnis organisasi berbasis pengetahuan merupakan kritik terhadap pemikiran model bisnis five forces Porter yang lebih menekankan keunggulan industri dari pada keunggulan organisasi (Mansfield and fourie,2004; Aldi, B.Enath,2005; 1
30

reionnote.files.wordpress.com€¦ · Web viewNamun,ketika organisasi dewasa ini menghadapi persaingan ekonomi berbasis pengetahuan, pendekatan yang memposisikan organisasi secara

Aug 19, 2018

Download

Documents

vandang
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: reionnote.files.wordpress.com€¦ · Web viewNamun,ketika organisasi dewasa ini menghadapi persaingan ekonomi berbasis pengetahuan, pendekatan yang memposisikan organisasi secara

BAB I

PENDAHULUAN

1. Latar belakang

Pemikiran penrose (1959) yang menggagas teori resource-based view of the firm (Nelson

and winter,1982; barney 1991) implementasinya relevan saat persaingan ekonomi berbasis

industri dengan menggunakan sumberdaya organisasi untuk meningkatkan daya saing

(Alchian and Demsetz, 1972; Grant, 1996: Pemberton and Stonehouse, 2000; Miller

2003).Namun,ketika organisasi dewasa ini menghadapi persaingan ekonomi berbasis

pengetahuan, pendekatan yang memposisikan organisasi secara strategis tidak lagi hanya

mengandalkan sumber daya organisasi semata, tetapi seharusnya mampu mengintegrasikan

sumber daya pengetahuan yang dimiliki organisasi yang dikenal knowledge based view of the

firm (Grant,1991; Spender, 1994; Spender and Grant,1996; Chesbrough H.W., 2003;

Zaytseva A., Shuvalova O., 2011; Guinet J., Meissner D., 2012).Implementasi knowledge

based view of the firm pada organisasi berdasarkan keunikan sumber daya pengetahuan dan

kapabilitas unggul yang tidak dapat ditiru oerganisasi lain dengan mengembangkan model

bisnis organisasi berbasis pengetahuan (Shapira C and Varian,1999; Zack,1999;Connor,2002;

Miller,2003).

Model bisnis organisasi berbasis pengetahuan merupakan kritik terhadap pemikiran

model bisnis five forces Porter yang lebih menekankan keunggulan industri dari pada

keunggulan organisasi (Mansfield and fourie,2004; Aldi, B.Enath,2005; Teece,2010).Keadaan

persaingan saat ekonomi berbasis industri tergantung pada lima kekuatan persaingan pokok

yang disebut Porter merupakan strategi yang cukup komprehensif untuk menciptakan

keunggulan konpetitif.Lima kekuatan itu adalah ancaman yang ditimbulkan oleh persaingan

yang kompetitif,kekuatan tawar menawar pembeli,kekuatan tawar menawar pemasok,potensi

pendatang baru,dan produk pengganti (Kirchner, 20015).Model bisnis Porter membentuk

struktur dari semua industri, menetapkan aturan kompetisi dan berfungsi meningkatkan profit

perusahaan.

Sedangkan model bisnis oraganisasi berbasis pengetahuan terdiri dari individu organisasi

yang memiliki kualifikasi pengetahuan yang di butuhkan oragnisasi untuk menciptakan

keunggulan bersaing (Blacker, 1995; Karreman et al, 2002). Model bisnis organisasi berbasis

1

Page 2: reionnote.files.wordpress.com€¦ · Web viewNamun,ketika organisasi dewasa ini menghadapi persaingan ekonomi berbasis pengetahuan, pendekatan yang memposisikan organisasi secara

pengetahuan juga merupakan kritik terhadap implementasi pengelolaan organisasi secara

birokratik, yang menjunjung standar operating prosedur, hirarki pekerjaan dan division of

labour (Drucker, 1993; Wikstrom et al., 1993), dan mengesampingkan peran sumberdaya

pengetahuan yang dimiliki individu organisasi. Padahal Starbuck (1992) mengungkapkan

bahwa dalam model bisnis organisasi berbasis pengetahuan mengindikasikan pentingnya

pengetahuan individu organisasi dibandingkan dengan sumberdaya organisasi lainnya

(Alvesson, 2004). Kemunculan model bisnis organisasi berbasis pengetahuan tidak lepas dari

ketidakmampuan pengelolaan organisasi birokratik dalam merespon kecepatan perubahan

selera pasar, persaingan global dalam era ekonomi berbasis pengetahuan. Karakteristik model

bisnis organisasi berbasis pengetahuan dapat ditunjukkan dari pekerjaan organisasi yang

kompleks dan sulit untuk distandarisasi, sehingga membutuhkan individu dengan kualifikasi

mampu mengelola aktivitas organisasi berbasis pengetahuan (Karreman et al., 2002; Robertson

and Swan, 2003).

2. Rumusan Masalah

a. Apakah yang dimaksud dengan organisasi berbasis pengetahuan?

b. Apakah yang dimaksud dengan resource based theory?

c. Apakah yang dimaksud dengan knowledge based theory?

d. Apakah yang dimaksud model bisnis

e. Bagaimana cara harmonisasi kompetensi individu dengan core competence organisasi?

f. Bagaimana cara memanfaatkan pekerja pengetahuan sebagai sumber keunggulan

kompetitif?

g. Bagaimana cara mengelola pekerja pengetahuan?

h. Bagaimana cara memprediksi perilaku knowledge sharing para karyawan?

3. Tujuan Penelitian

a. Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengkaji konsep model bisnis organisasi

berbasis pengetahuan.

2

Page 3: reionnote.files.wordpress.com€¦ · Web viewNamun,ketika organisasi dewasa ini menghadapi persaingan ekonomi berbasis pengetahuan, pendekatan yang memposisikan organisasi secara

BAB II

PEMBAHASAN

1. Organisasi Berbasis Pengetahuan

Banyak organisai mulai mengelola pengetahuan organisasi (Meso & Smith, 2000; De

Tienne & Jackson, 2001; Staples et al., 2001 Grant, 2002; heesok & byounggu, 2003; Sharp,

2003; Lee & Sukoco, 2007) dalam rangka memperoleh sustaining competitive advantage. Hal

tersebut terjadi karena keunggulan kompetitif di abad ini ditandai oleh “knowing how to do

things“, bukan sekedar memiliki akses tertentu pada sumber daya dan pasar. Temuan Darroch

(2005) terhadap 443 perusahaan Selandia Baru memperlihatkan bahwa implementasi

pengelolaan dalam organisasi akan meningkatkan efisiensi inovasi dan kinerja organisasi.

Pengetahuan juga sering disebut sebagai modal intelektual (Civi, 2000; Meso & Smith, 2000;

Ngah & Ibrahim, 2011). Modal intelektual jauh lebih penting daripada tanah, tenaga kerja,

dan modal finansial ( Rastogi, 2000; Housel & Bell, 2001; Staples et al., 2001; Sharp, 2003).

Modal intelektual merupakan sebuah kunci sumber daya dan pengaruh dari kinerja organisasi

dan value creation (Marr el al., 2004). Pengetahuan memiliki nilai strategis, melebihi brand

name dan asset fisik (Civi 2000). Menurut Tapscott (1996), modal hanyalah fungsi dari

pengetahuan. Melalui penggunaan yang sistematis, pengetahuan merupakan infinite economic

goods yang dapat menghasilkan kenaikan retutrns (Kim & Mauborgne, 2001). Badaracco

(1991) berkata “Dalam ekonomi klaksik, sumber dari kesejahteraan adalah tanah, tenaga

kerja, dan modal … Tetapi sekarang mesin pembangkit kesejahteraan yang lain adalah ada

dalam pekerjaan itu sendiri. Bentuknya berupa: teknologi, inovasi, sains, know-how,

kreativitas, dan informasi. Dalam satu kata, semua itu bisa disebut sebagai pengetahuan”.

Paten dan berbagai tipe keahlian tidak akan membawa pada keunggulan kompetitif langgeng

Banyak dari pengetahuan yang kita miliki hanya merupakan sebuah transient

competitive advantage dimana pesaing dengan mudah akan melakukan reverse engineer

terhadap produk yang kita miliki, meng-copy best practices kita, dan mengembangkan

teknologi yang paralel (bahkan lebih unggul) dengan teknologi yang kita miliki. Oleh

karenanya, pengetahuan dan modal intelektual menjadi basis pertama dari core competence

dan kunci kina-j;i superior yang lebih hakiki (Rastogi, 2000; Lubit, 2001; Staples et al., 2001)

3

Page 4: reionnote.files.wordpress.com€¦ · Web viewNamun,ketika organisasi dewasa ini menghadapi persaingan ekonomi berbasis pengetahuan, pendekatan yang memposisikan organisasi secara

Selain itu, 'know how' -yang mengalir dari tacit knowledge individu _ merupakan aset

organisasi yang sulit ditiru oleh pesaing (Lubit, 2001; Droege & Hobbler, 2003). Dengan

perkataan lain, pengetahuan yang bersifat tasit akan memperkokoh core competence

organisasi. Oleh karenanya, manajemen pengetahuan telah menjadi "mantra baru” dari

organisasi modern yang ingin menjadi pemenang (GalluPe, 2001) dalam iklim kompetisi yang

semakin hiper-kompetitif (D'Aveni, 1994), turbulent, chaotic, serta menantang (Kanter dalam

Hagan 1996; Rastogi, 2000). Manajemen pengetahuan tidak saja menjadi topik hangat untuk

diperbincangkan, lebih dari itu, telah menjadi kunci utama dalam bisnis dan industri (Lahti &

Beyerlein, 2000; Staples et. al., 2001; Ngah & Ibrahim, 2011). Munculnya manajemen

pengetahuan sering dikatakan sebagai 'paradigma shift’ dalam pengelolaan bisnis (Gourlay,

2001; Housel & Bell, 2001). Menurut Sharp (2003), ada tiga kekuatan utama yang menjadi

sebuah kombinasi yang menarik bagi organisasi untuk mengimplementasikan manajemen

pengetahuan, yaitu: peningkatan dominasi pengetahuan sebagai basis bagi pencapaian

efektivitas organisasi, kegagalan model finansial dalam merepresentasikan dinamika

pengetahuan, dan kegagalan teknologi informasi dalam mencapai manfaat yang substansial

bagi organisasi. Hasil survei mengindikasikan bahwa implementasi manajemen pengetahuan

telah berhasil meningkatkan efektivitas organisasi, memberikan value pada pelanggan,

meningkatkan inovasi produk, meningkatkan kepuasan kerja karyawan, menekan retensi, dan

meningkatkan keunggulan kompetitif di pasar (Sharp, 2003). Hasil survei Ernst & Young or

Business Innovation and Business Intelligence melaporkan inisiatif pengadopsian manajemen

pengetahuan menghasilkan manfaat dalam peningkatan: pengambilan keputusan, respon

kepada pelanggan, efisiensi staf dan operasi, inovasi, serta produk/jasa (dalam Housel & Bell,

2001). Oleh karena itu, penerapan manajemen pengetahuan merupakan salah satu alternatif

terbaik untuk menghasilkan organisasi yang selalu siap untuk menjadi pemimpin pasar. Hal

itu dapat dicapai dengan cara memperluas pasar yang sudah ada, bahkan menciptakan pasar

baru (Kim & Mauborgne, 2001). Konsekuensinya, organisasi (yang memiliki kemampuan

untuk menciptakan pasar baru) tidak takut dan tidak perlu lagi berkompetisi. Posisi organisasi

yang sudah sedemikian kuat menjadikan kompetisi menjadi tidak relevan lagi (Kim &

Mauborgne, 2004). Organisasi seperti ini tidak sekedar memahami masa depan, tetapi juga

menciptakan masa depan (Higgins, 1995). Organisasi tersebut memiliki posisi yang sangat

kuat. Metaforanya, seekor buaya tentu saja tidak perlu kuatir dengan seribu katak, demikian

ucap Winnetou ketua suku Apache kepada Sansear dalam fiksi karya Karl May. Dalam iklim

bisnis yang turbulen, dimana satu-satunya kepastian adalah ketidakpastian, maka hanya ada

satu sumber daya yang secara pasti bisa melanggengkan keunggulan kompetitif, yaitu:

4

Page 5: reionnote.files.wordpress.com€¦ · Web viewNamun,ketika organisasi dewasa ini menghadapi persaingan ekonomi berbasis pengetahuan, pendekatan yang memposisikan organisasi secara

pengetahuan (Rastogi, 2000; Birkinshaw, 2001). Pengetahuan adalah 'pembeda' antara

kesuksesan dan kegagalan (Marquardt, 2002). Para praktisi dan akademisi mulai tertarik

untuk memperlakukan pengetahuan sebagai sumber daya organisasi yang signifikan (Alavi &

Leidner, 1999), sebagai ” the only true strategic asset”(Meso & Smith, 2000). Penjelajahan

kesempatan di masa yang akan datang dan menciptakan masa depan dapat dicapai melalui

manajemen pengetahuan yang efektif (Higgins, 1995; Wiklund & Shepherd, 2003). Dengan

mengelola pengetahuan sebagai proses yang kontinyu, organisasi bisa memenuhi

kebutuhannya di masa kini dan masa depan, mengidentifikasi pengetahuan, mengeksploitasi

pengetahuan organisasi, serta mendapatkan manfaat dari aset pengetahuan, yang pada

akhirnya berguna untuk mengembangkan kesempatan baru (Lee & Sukoco, 2007). Jadi,

mengapa harus menunggu untuk mewujudkan organisasi yang berbasis pengetahuan

(knowledge-based organization).

2. Resource Based Theory

Konsep daya saing berdasarkan kompetensi dikembangkan oleh Penrose (1959) yang

dianggap memberikan kontribusi terhadap teori modern yang didasarkan pada sumber daya

(resource based theory). Pendukung teori ini melihat bahwa organisasi merupakan kumpulan

sumberdaya individu yang unik yang kemudian meningkatkan daya saing organisasi (Nelson

and Winter, 1982; Barney, 1991).

3. Knowledge Based Theory

Knowledge organisasi merupakan dasar membangun strategi organisasi dan menjadi

sumberdaya penting profitabilitas organisasi (Grant, 1991; Spender, 1994; Spender and Grant,

1996), untuk memperkuat dan mempertahankan keunggulan kompetitif. Knowldege

merupakan campuran dari pengalaman, nilai, informasi kontekstual, pandangan pakar dan

intuisi mendasar yang memberikan lingkungan dan kerangka untuk mengevaluasi dan

menyatukan pengalaman baru dan informasi. Dua jenis knowledge, yaitu: a). Tacit knowledge

merupakan knowledge yang tidak mudah dilihat dan dinyatakan, bersifat sangat pribadi, sulit

diformulasikan dan dikodifikasikan, serta tersimpan di otak manusia, sehingga sulit

dikomunikasikan dan dibagi ke orang lain. b) Explicit Knowledge merupakan sesuatu yang

formal dan sistematis, dapat dinyatakan dalam kata maupun angka, dan mudah

dikomunikasikan dalam berbagai bentuk.

4. Model Bisnis

5

Page 6: reionnote.files.wordpress.com€¦ · Web viewNamun,ketika organisasi dewasa ini menghadapi persaingan ekonomi berbasis pengetahuan, pendekatan yang memposisikan organisasi secara

Konsep model bisnis menjadi terkenal seiring dengan perkembangan teknologi

informasi dan globalisasi. Model bisnis dikaji oleh banyak penulis dengan konsep berbeda

(Linder and Cantrell, 2000), dan tidak ada literatur yang secara spesifik menggambarkan

konsep model bisnis (Mansfield and Fourie, 2004). Magretta (2003) menjelaskan gagasan

sederhana berkaitan dengan model bisnis yaitu merupakan kerangka konsep bagaimana

keterkaitan sumberdaya organisasi bekerja (Peterovic, 2001; Mansfield and Fourie, 2004;

Osterwalder, 2004; Osterwalder et al., 2005), berhubungan dengan elemen lingkungan

organisasi untuk menciptakan nilai bagi pelanggan dan keuntungan secara berkelanjutan

(Timmers, 1998; Weil and Vitale, 2001; Stähler, 2002; Afuah, 2004). Sebuah model bisnis

yang baik memotivasi karyawan untuk menciptakan dan meraih keunggulan (Magretta, 2003).

Model bisnis membantu pimpinan organisasi menciptakan, memahami, mengkomunikasikan,

merancang, menganalisis dan melakukan perubahan aktivitas bisnis dan keunggulan bersaing

dalam menghadapi persaingan masa depan (Afuah, A. and Tucci, C.L. 2001; Afuah, 2004;

Osterwalder et al., 2005; Zott et al, 2010). Model bisnis sebagai sumber segala keunggulan

kompetitif yang dimiliki oleh sebuah organisasi yang membedakannya dengan organisasi lain

(Giorgetti, 1998). Chesborough (2003) menyatakan model bisnis sebagai struktur rantai nilai

(an activity based value chain concept), menciptakan value dengan serangkaian aktivitas dari

bahan baku sampai ke pelanggan akhir, dimana value ditambahkan dalam keseluruhan

aktivitas tersebut (Timmer, 1998). Tapscott et al. (2000) mendiskusikan model bisnis yakni

menentukan kembali value proposition yang 43 baru, mentransformasi aturan kompetisi, dan

memobilisasi sumberdaya organisasi untuk menghasilkan tingkat kinerja yang maksimal

(Kraemer et al., 2000). Persaingan dan ketidakpastian lingkungan ekonomi menciptakan kecepatan

perubahan keputusan strategi bisnis bertambah komplek dan sulit. Untuk menghadapi kompleksitas

lingkungan persaingan, dibutuhkan kemampuan organisasi dalam mengeksplorasi pengetahuan dan

memanfaatkannya secara efektif agar menjadi sumber utama keunggulan bersaing organisasi (Lei et

al, 1996; Katzy and Blindow, 2003; Aldi, B. Elnath, 2005). Organisasi dituntut mengembangkan

sumberdaya pengetahuan secara intensif (N. Sheehan and C. Stabell, 2007; J. Wang and J. Xaio,

2009), sebagai aset agar mampu menghadapi persaingan (Caniero, 2000; Lee, 2001; Rowley, 1999).

Pengetahuan sebagai kekuatan strategis internal organisasi, tidak dapat diadaptasi oleh pesaing dan

dapat membentuk organisasi inovatif, kompetitif dan menghasilkan daya saing (Barney, 1991; Nonaka

and Takeuchi, 1995; Caniero, 2000; Priem and Butler, 2001). Pengaruh dinamika persaingan dan

ketidakpastian lingkungan ekonomi juga membuat model bisnis yang ada menjadi tidak layak

dan membutuhkan penyesuaian dan pengembangan (Johnson, and Suskewics, 2009;

Gambardella, and 44 McGahan, 2010; Zaytseva A., Shuvalova O., 2011; Hajiheydari et. al.,

6

Page 7: reionnote.files.wordpress.com€¦ · Web viewNamun,ketika organisasi dewasa ini menghadapi persaingan ekonomi berbasis pengetahuan, pendekatan yang memposisikan organisasi secara

2012). Oleh karena, organisasi dituntut merancang kembali konsep model bisnis guna

memfasilitasi para pengelola dalam menjalankan strategi bisnis (Morris, et al. 2005), untuk

memahami elemen bisnis yang perlu dinilai, diukur, dikomunikasikan dan diperbaiki agar

organisai tetap mampu bersaing (Chesbrough, 2003; N. Sheehan and C. Stabell, 2007;

Johnson, et al., 2008; Teece, 2010). Model bisnis menggambarkan metode organisasi

menjalankan strategi bisnis dengan mengurangi kompleksitas persaingan organisasi (Rajala et

al. 2003; Morris et al. 2005; Osterwalder, 2004; 2005; Calia, et al., 2007; Teece, 2010).

Sehingga harusnya model bisnis dirancang dengan melibatkan sumber keunggulan bersaing

organisasi yang langka, sulit ditiru dan dapat dipergunakan terus menerus. Dalam beberapa

tahun terakhir ini, model bisnis telah menarik perhatian besar dari berbagai kalangan baik

akademisi maupun praktisi. Sejak tahun 1995 sudah banyak jurnal dan artikel ilmiah dengan

fokus utama pembahasan berbagai ide dan gagasan tentang model bisnis telah diterbitkan

(Zott, et al, 2010). Meskipun sudah banyak literatur, diskusi panel seminar dan pertemuan

ilmiah yang membahas tentang model bisnis, belum ada satu definisi umum yang dapat

diterima secara luas oleh semua kalangan.

Secara tradisional organisasi berusaha untuk menarik pelanggan baru dan

mempertahankan pelanggan lama dengan kepekaan merespon perubahan pola konsumsi dan

aktivitas permintaan pelanggan (Zang et. al., 2009). Namun, saat ini aktivitas organisasi

tersebut dilakukan dengan basis pengetahuan pada media online, sehingga organisasi

membutuhkan pengelolaan knowledge sebagai pendorong organisasi dalam merancang

pengembangan model bisnis berbasis pengetahuan untuk memenuhi permintaan pelanggan di

masa depan dan menghasilkan profit yang diinginkan. Pengembangan model bisnis organisasi

berbasis pengetahuan dapat menciptakan keunggulan bersaing organisasi melalui pemahaman

dan alokasi aktivitas bisnis untuk menghasilkan keuntungan, meningkatkan kinerja aktivitas

bisnis, meningkatkan perencanaan dan implementasi aktivitas bisnis sesuai dengan strategi

organisasi, meningkatkan inovasi dan keunggulan masa depan organisasi, memegang peran

penting dalam proses e-business organisasi (Osterwalder, 2004). Model bisnis organisasi

berbasis pengetahuan adalah integrasi lingkungan persaingan, perubahan lingkungan internal

organisasi dan perkembangan infrastruktur teknologi informasi (Sethi and King, 1998).

Lingkungan persaingan bersumber dari meningkatnya permintaan dalam pasar persaingan

goblal, yang menuntut organisasi lebih inovatif dan efisien dengan menggunakan teknologi

informasi dalam merespon kecepatan perubahan selera pasar (Lobontiu and Big, 2006).

7

Page 8: reionnote.files.wordpress.com€¦ · Web viewNamun,ketika organisasi dewasa ini menghadapi persaingan ekonomi berbasis pengetahuan, pendekatan yang memposisikan organisasi secara

Dampaknya akan terjadi perubahan internal organisasi untuk mentransformasi proses dan

menyesuaikan model bisnis untuk mempertahankan daya saing organisasi (Grover and

Malholtra, 1997). Model bisnis yang dikembangkan Porter (1980) lebih terfokus pada

kemampuan organisasi menganalisis kekuatan lingkungan eksternal organisasi yang dapat

memunculkan kesempatan dan peluang. Padahal sumberdaya yang sangat potensial untuk

memenangkan persaingan dan menciptakan keunggulan organisasi dewasa ini adalah dari

sumberdaya pengetahuan yang dimiliki organisasi. Oleh karena, perlu 45 dikembangkan

model bisnis organisasi berbasis pengetahuan untuk mencapai keunggulan bersaing.

8

Page 9: reionnote.files.wordpress.com€¦ · Web viewNamun,ketika organisasi dewasa ini menghadapi persaingan ekonomi berbasis pengetahuan, pendekatan yang memposisikan organisasi secara

5. Harmonisasi Kompetensi Individu dengan Core Competence Organisasi

Dalam lingkungan bisnis yang sangat kompetitif, setiap organisasi bisnis perlu memastikan

bahwa keunggulan kompetitif mereka selalu langgeng (Agha at (11., 2012). Salah satu faktor

yang mampu menentukan keberhasilan/kegagalan suatu organisasi adalah faktor sumber daya

manusia (SDM). Keunggulan bersaing suatu organisasi sangat ditentukan oleh mutu SDM-

nya. Olen karenanya, penanganan SDM harus dilakukan secara menyeluruh dalam kerangka

sistem pengelolaan SDM yang bersifat strategis, integrated, interrelated, clan unity (Assauri,

2000). Efektif tidaknya program SDM dapat dilihat dari tingkatan dukungan SDM pada

tujuan-tujuuan bisnis secara keseluruhan (Ulrich dalam Hagan, 1996; Schuler & Jackson,

1997; Chlavenato, 2001). Sistem sumber daya manusia yang tidak harmoniss dengan strategi

organisasi bisa menghancurkan keunggulan kompetitif organisasi tersebut (Lindgren et (11.,

2004). SDM sebagai aktor utama orgamsasi tidak saja diharapkan mampu membawa

organisasi agar tetap survive, tetapi juga bertahan lama (Schuler 8: Jackson, 1997). Terlebih

lagi di era hiperkompetisi (D‘Aveni, 1994) yang semakin turbulent, chaotic, dan menantang

(Kant-er dalam Hagan 1996). Banyak tindakan telah dilakukan oleh organisasi agar mampu

menjawab tantangan zaman yang selalu berubah. Misalnya: penggunaan teknologi informasi,

total quality management, redesign proses kreteria, membuat struktur organisasi yang

flattening atau hun'zontalization, atau bahkan secara ekstrim melakukan perubahan radikal

secara menyeluruh (business transfonnation). Akan tetapi, untuk melakukan ha} tersebut

dengan baik, organisasi tidak bisa sekedar meng~copy tiara-cam sukse’s organisasi lain.

Organisasi juga harus meningkatkan perhatian pada “value mereka sendiri”, pada "core

competences" yang harus dikembangkan sepanjang waktu (Bergenhenegouwen at at, 1997).

Menurut Collin clan Forms (dalam Morabito et (11., 1999), untuk memiliki kompetensi yang

mendalam, organisasi tergantung pada "organizatzon’s vision framework”; ini merupakan

sebuah core ideologi (terdiri dari core value dan purpose.) dan masa depan yang diimpikan

organisasi. Jadi, tanpa adanya value, core competences tidak akan tumbuh dengan subur di

organisasi tersebut.

Konsep core competence menurut Hamel dan Prahalad (1994) adalah suatu pengetahuan dan

kapabilitas yang melekat pada organisasi; merupakan penentu utama dari daya kompetitif

organisasi dan memiliki relasi dengan customer value, konsep ini memiliki resistensi pada

imitasi dan mampu memperluas aplikasi bisnis baru.

9

Page 10: reionnote.files.wordpress.com€¦ · Web viewNamun,ketika organisasi dewasa ini menghadapi persaingan ekonomi berbasis pengetahuan, pendekatan yang memposisikan organisasi secara

Core competence setiap organisasi bersifat khas untuk organisasi itu sendiri, disediakan agar

dapat digunakan secara efektlf, dan dipastikan mampu menjawab tantangan dari para pesaing

dengan lebih baik. Dengam demikian, apabila organisasi mulai mengonsentrasikan diri pada

core competence, maka organisasi tersebut harus memberi perhatian yang lebih banyak pada

kompetensi dari karyawannya (Bergenhenegouwen et (11., 1997’). Sebab salah satu variabel

pembentuk core competence organisasi adalah kompetensi individu/karyawan (Zwell, 2000;

Lindgren at 111., 2004; Chen 8: Chang, 2011). Para ahli mengenali kompetensi karyawan

merupakan cornerstone yang membentuk fondasi dari organisasi yang sukses (Zweil, 2000).

Selanjutnya, apabila kompetensi individu selaras dengan core competence . organisasi, maka

akan tercipta competence based organization yang menjamin organisaai untuk menciptakan

keunggulan kompetitif.

6. PEKERJA PENGETAHUAN (KNOWLEDGE WORKER) SEBAGAI SUMBER

KEUNGGULAN KOMPETITIF

Pada saat ini, menurut Drucker (1993; juga Sveiby, 1997), dunia bergerak dari era

pasca-industri menuju ke era ekonomi berbasis pengetahuan. Hasil survey yang dilakukan

oleh journal of Knowledge Management (dalam Chase, 1997) menyatakan bahwa 92% dari

para eksekutif mengindikasikan bahwa mereka bekerja dalam organisasi yang menggunakan

pengetahuan secara intensif. Oleh karena itu, tidak mengherankan apabila pengetahuan,

pekerja pengetahuan, dan manajemen pengetahuan menjadi topik yang banyak

diperbincangkan dalam berbagai disiplin ilmu (Ives et al., 1998).

Hasilnya, banyak klaim menyatakan bahwa pengetahuan akan menjadi komoditas

bernilai tinggi dalam aktivitas ekonomi modern dan menjadi embrio dari munculnya ekonomi

berbasis pengetahuan] knowledge-based economy (Nonaka & Takeuchi, 1995). Dalam

masyarakat pasca-industri, pengetahuan dalam organisasi berkali-kali telah di identifikasi

sebagai sumber daya utama untuk memperoleh keunggulan kompetitif (Prahalad dan Hamel,

1990; Nonaka, 1994; Nonaka dan Takeuchi, 1995). Drucker (1999 dalam Kelloway & Bar-

ling, 2000) menyatakan bahwa kemampuan perusahaan dalam mengenali dan mengelola

pengetahuan akan menjadi satu-satunya penentu terpenting dari eksistensi perusahaan.

Perekonomian tidak akan lagi bergantung pada tiga faktor produksi tradisional, yaitu: tanah,

pekerja, dan modal, tetapi pada soft factors seperti ide-ide, informasi, dan pengetahuan

(Waters & Beruvides, 2009). Abad 21 lebih memerlukan hadirnya pengetahuan dan modal

10

Page 11: reionnote.files.wordpress.com€¦ · Web viewNamun,ketika organisasi dewasa ini menghadapi persaingan ekonomi berbasis pengetahuan, pendekatan yang memposisikan organisasi secara

intelektual daripada aset-aset tangible (Guthrie; 2001). Pengetahuan, berpasangan dengan

potensi untuk mentransformasikan pengetahuan menjadi "improve actions", akan

menciptakan organisasi yang memiliki keunggulan kompetitif (Drueker, 1964 &: de (Sens,

1997 dalam Lee-Kelley et al., 2007).

Dalam masyarakat berbasis pengetahuan (bukan lagi masyarakat berbasis pertanian atau

industri), praktik-praktik manajemen dan cara kerja cara lama sudah tidak memadai. Dunia

kerja telah mengalami perubahan. Dalam masyarakat pertanian, waktu adalah bekerja, dan

bekerja dipengaruhi oleh musim. Sedangkan dalam masyarakat industri, waktu adalah uang,

sebab modal adalah nilai (value) yang utama. Dalam era pengetahuan, waktu adalah hidup;

dan kita hidup tidak untuk bekerja, kita bekerja supaya bisa hidup. Intinya, saat ini perusahaan

harus mengadopsi paradigma baru agar bisa membangun relasi baru dengan pekerjaan, waktu,

dan dengan nilai-nilai. Dengan perkataan lain, bukan lagi aktivitas dan jumlah pekerjaan

untuk mencipta nilai-nilai baru, tetapi pengetahuan dan aplikasi pengetahuan merupakan

aktivitas utama perusahaan. Pengetahuan tidak lagi tergantung pada waktu (Raich, 2002),

modal intelektual merupakan norma utama perusahaan yang berbasis pengetahuan

(knowledge-based organization). Seperti yang dikatakan oleh Wiig (1997), eksistensi modal

intelektual telah dikenali sebagai kesuksesan organisasi di abad 21.

Situasi tersebut menyebabkan organisasi yang berbasis pengetahuan (knowledge-

based organization) diyakini para pemikir dan praktisi sebagai dasar dari pencapaian kinerja

organisasi yang unggul. Manajemen pengetahuan merupakan esensi kritis untuk berkompetisi

dalam ”new environment (Tuchman dan Nadler, 1986 dalam Kubo & Saka, 2002). Fakta

membuktikan, industri yang tumbuh dan perusahaan yang profitable adalah perusahaan yang

memiliki populasi pekerja pengetahuan yang besar dan pekerjaan pengetahuan yang

berkualitas dan berlevel tinggi (Waters & Beruvides, 2009). Reich (1991 dalam Kubo & Saka,

2002) berargumentasi, saat ini perusahaan semakin tergantung pada pekerja pengetahuan

(knmeiedgc workers). Perusahaan akan semakin kompetitif melalui know how dari pekerja

mereka. Salah satu contoh klasiknya adalah, nilai pasar dari Microsoft yang berlipat 11,2 kali

dari nilai aset tangible di tahun 19%, dan 13,3 kali di kuartal kedua pada tahun fiskal 2000.

(Dzinkon ski, 2000). Perbedaan pertumbuhan nilai dari aset tangible dan nilai pasar

menjelaskan adanya nilai dari modal intelektual (seperti pengetahuan, keahlian, dan relasi

dengan pelanggan) yang melekat pada karyawan Microsoft (Longtord, 1999). Hal ini akan

berimplikasi bahwa organisasi harus mengarahkan kebutuhan mereka terhadap pekerja

11

Page 12: reionnote.files.wordpress.com€¦ · Web viewNamun,ketika organisasi dewasa ini menghadapi persaingan ekonomi berbasis pengetahuan, pendekatan yang memposisikan organisasi secara

pengetahuan dalam upaya untuk mempertahankan sumber daya utama agar memperoleh

keunggulan kompetitif.

Dengan demikian, peran dari pekerja pengetahuan dalam kerangka organisasi berbasis

pengetahuan memiliki relevansi yang sangat tinggi dengan kinerja organisasi secara

keseluruhan. Artinya, efektivitas manajemen pengetahuan dari para pekerja akan memainkan

peran krusial dalam pencapaian keunggulan kompetitif organisasi (Kubo & Saka, 2002). Hal

tersebut sesuai dengan pendapat Kelloway dan Barling (2000:2288) yang menyatakan bahwa

mengelola "siapa pemilik pengetahuan" adalah inti dari manajemen pengetahuan. Organisasi

akan berhasil mengelola orang-orang yang bekerja di dalamnya ketika para karyawan

memiliki kemampuan, motivasi dan kesempatan untuk terlibat secara mendalam dalam

pekerjaan pengetahuan. "Knowledge is fundamentally about people”, demikian kata

Dougherty (1999).

Saat ini, di negara maju, jumlah pekerja pengetahuan memiliki persentase yang lebih

besar dalam keseluruhan tenaga kerja. Diperkirakan dua perlima dari tenaga kerja yang ada

adalah para pekerja pengetahuan (Drucker, 2002 dalam Waters & Beruvides, 2009: 323).

Khusus untuk tenaga kerja di Amerika, diyakini jumlah pekerja pengetahuan antara 25% s.d

50% dari total semua tenaga kerja (Davenport, 2005 dalam Waters & Beruvides, 2009: 323).

Di awal abad 20, jumlah tenaga kerja tidak terampil meliputi 90% dari jumlah tenaga kerja

yang ada. Sekarang, jumlah tersebut telah merosot menjadi sekitar 20%, sebaliknya jumlah

pekerja pengetahuan semakin bertambah (Spitz-x, 2005 dalam Waters & Beruvides, 2009:

32%).

7. MENGELOLA PEKERJA PENGETAHUAN (KNOWLEDGE WORKER)

Sejak Galbraith (1967 dalam Blackler, 1995) menyarankan bahwa munculnya kelas

baru, terdiri dari para ahli teknik-ilmuwan, yang sangat power serta akan mengakibatkan

pengetahuan menjadi fitur utama dari masyarakat era pasca-industri, maka para praktisi dan

ilmuwan banyak mengarahkan perhatian mereka pada pengetahuan (Bladder, 1995).

Termasuk di dalamnya, pendayagunaan pengetahuan dalam organisasi atau perusahaan.

Sebab, keunggulan kompetitif tidak lagi tergantung pada aset tangible dan sumber daya alam,

tetapi pada seberapa efektif organisasi mengelola pengetahuan (Lee & Sukoco, 2007). Tidak

12

Page 13: reionnote.files.wordpress.com€¦ · Web viewNamun,ketika organisasi dewasa ini menghadapi persaingan ekonomi berbasis pengetahuan, pendekatan yang memposisikan organisasi secara

mengherankan apabila pengetahuan dipertimbangkan sebagai sumber daya utama untuk

menciptakan core capabilities organisasi dan menjadi basis dari profitabilitas yang langgeng

(Grant, 1996). Pengetahuan menjadi sumber daya yang dikelola untuk memperoleh manfaat

dari kompetensi organisasi (Muhammed et al., 2009). Pengetahuan organisasi secara luas

dapat didefinisikan sebagai “informasi kredibel yang memiliki potensi nilai bagi suatu

organisasi (Halt, 2003 dalam Wang et al., 2009). Menurut Grant (1996 dalam Wang et al.,

2009) potensi itu dapat diberdayakan untuk meningkatkan kapabilitas organisasi sehingga

bisa bertindak secara efektif. Signifikansi pengetahuan sebagai sumber daya vital bagi

perekonomian dunia dikatakan karena kemampuan pengetahuan yang dapat digunakan

sebagai base» dari inovasi dan kesuksesan ekonomi (Davenport & Prusak, 1998; Nonaka &

Takeuchi, 1995), Dalam buku Post Capitalist Society, Drueker (1993) menyebutkan bahwa

dalam masyarakat baru factor-faktor produksi yang dominan dan menentukan bukan lagi

modal, tanah, atau tenaga kerja, tetapi pengetahuan. Oleh karena itu, kapabilitas untuk

mencipta, menyimpan. “ manyebarkan, mengelola, dan mengendalikan akses pada

pengetahuan

keahlian, dan relasi dengan pelanggan) yang melekat pada karyawan Microsoft

(Longtord, 1999). Hal ini akan berimplikasi bahwa organisasi harus mengarahkan kebutuhan

mereka terhadap pekerja pengetahuan dalam upaya untuk mempertahankan sumber daya

utama agar memperoleh keunggulan kompetitif. Dengan demikian, peran dari pekerja

pengetahuan dalam kerangka organisasi berbasis pengetahuan memiliki relevansi yang sangat

tinggi dengan kinerja organisasi secara keseluruhan. Artinya, efektivitas manajemen

pengetahuan dari para pekerja akan memainkan peran krusial dalam pencapaian keunggulan

kompetitif organisasi (Kubo & Saka, 2002). Hal tersebut sesuai dengan pendapat Kelloway

dan Barling (2000:2288) yang menyatakan bahwa mengelola "siapa pemilik pengetahuan"

adalah inti dari manajemen pengetahuan. Organisasi akan berhasil mengelola orang-orang

yang bekerja di dalamnya ketika para karyawan memiliki kemampuan, motivasi dan

kesempatan untuk terlibat secara mendalam dalam pekerjaan pengetahuan. "Knowledge is

fundamentally about people”, demikian kata Dougherty (1999).

Saat ini, di negara maju, jumlah pekerja pengetahuan memiliki persentase yang lebih besar

dalam keseluruhan tenaga kerja. Diperkirakan dua perlima dari tenaga kerja yang ada adalah

para pekerja pengetahuan (Drucker, 2002 dalam Waters & Beruvides, 2009: 323). Khusus

13

Page 14: reionnote.files.wordpress.com€¦ · Web viewNamun,ketika organisasi dewasa ini menghadapi persaingan ekonomi berbasis pengetahuan, pendekatan yang memposisikan organisasi secara

untuk tenaga kerja di Amerika, diyakini jumlah pekerja pengetahuan antara 25% s.d 50% dari

total semua tenaga kerja (Davenport, 2005 dalam Waters & Beruvides, 2009: 323). Di awal

abad 20, jumlah tenaga kerja tidak terampil meliputi 90% dari jumlah tenaga kerja yang ada.

Sekarang, jumlah tersebut telah merosot menjadi sekitar 20%, sebaliknya jumlah pekerja

pengetahuan semakin bertambah (Spitz-x, 2005 dalam Waters & Beruvides, 2009: 32%).

akan menjadi sesuatu yang krusial bagi kinerja bisnis (Davenport et al., 1998 dalam

Adelstein, 2007). Tidak mengherankan apabila banyak organisasi mulai mengelola

pengetahuan agar bisa memperoleh keunggulan kompetitif. Banyak akademisi dan praktisi

yang semakin yakin bahwa pengetahuan akan menjadi senjata penting untuk mencapai

kesuksesan organisasi (Lee & Byounggu, 2003 dalam Wang et al., 2009). Pengelolaan

pengetahuan fokus pada pengorganisasian dan membuat agar pengetahuan yang penting

selalu ada kapan saja dan dimana saja dibutuhkan.

Secara khusus, perspektif organisasi berbasis pengetahuan melukiskan sebuah organisasi

sebagai sebuah institusi yang mengintegrasikan pengetahuan (Grant, 1996: 109 dalam Wang

et al., 2009). Artinya, pengetahuan dilihat sebagai sumber daya strategis yang bisa dimiliki

oleh organisasi. Pandangan resource-based dan perpanjangannya, pandangan knowledge-

based, menyediakan penjelasan mengapa pengetahuan bisa menjadi sumber daya strategis

organisasi. Pengetahuan memenuhi syarat untuk menjadi sumber daya strategis yang bisa

menghasilkan keunggulan kompetitif, yaitu: berharga, jarang, sulit untuk ditiru, dan sulit

dicari penggantinya (Barney, 1991 dalam Wang et al., 2009). Kogut dan Zander (1992 dalam

Wang et al., 2009) menyatakan bahwa transfer dan berbagi pengetahuan tasit dan

kebijaksanaan eksplisit dari individu dan kelompok dalam sebuah perusahaan akan

meningkatkan sumber daya strategis, dan selanjutnya akan memampukan perusahaan tersebut

untuk berkinerja lebih baik daripada pesaing.

Dalam era ekonomi berbasis pengetahuan, termasuk di dalamnya knowledge-based

organization, bakat dan kreativitas akan menjadi motor penggerak perekonomian. Saat ini,

kesejahteraan tidak lagi tergantung pada akses sumber daya fisik, akan tetapi lebih tergantung

pada kemampuan untuk mencipta ide-ide baru. Dengan perkataan lain, peran pekerja yang ada

dalam sebuah organisasi yang berbasis pengetahuan, disebut sebagai pekerja pengetahuan,

memainkan peran yang strategis dan bernilai (Florida, 2005 dalam Yigitcanlar et al., 2007).

Literatur membuktikan bahwa pekerjaan pengetahuan (knowledge work) dan pekerja

14

Page 15: reionnote.files.wordpress.com€¦ · Web viewNamun,ketika organisasi dewasa ini menghadapi persaingan ekonomi berbasis pengetahuan, pendekatan yang memposisikan organisasi secara

pengetahuan (knowledge worker) merupakan mesin dari pertumbuhan (Raspe dan Van Dari,

2006 dalam Yigitcanlar et al., 2007)

8. MEMPREDIKSI PERILAKU KNOWLEDGE SHARING PARA KARYAWAN

Pengetahuan semakin diyakini oleh para praktisi dan akademisi sebagai sumber terbaik bagi

organisasi untuk mendapatkan keunggulan kompetitif (Haapalainen & Pusa, 2012; Wu &

Zhu, 2012; Davenport & Prusak, 1998; Grant, 1996). Tidak salah bila Drucker (2001)

menyatakan pengetahuan sebagai ”only meaning full resource". Pengetahuan dapat dipandang

sebagai ”a fluid mix of framed experience, values, contextual information and expert insights

that provides a framework for valuating and incorporating new experience and

information"(Davenport & Prusak, 1998: 5). Dalam perspektif resource-based view,

pengetahuan memenuhi persyaratan sebagai aset intangible yang unik, sulit ditiru, dan tidak

bisa disubstitusi (Grant, 1991). Tidak mengherankan apabila knowledge management banyak

dipertimbangkan sebagai salah satu kunci untuk menciptakan keunggulan kompetitif (Issa &

Haddad, 2008: 182). Pengetahuan merupakan pencetus dari inovasi (lpe, 2003). Padahal

inovasi merupakan salah satu elemen yang memberi dampak sangat besar pada kinerja

organisasi (Kasemsap, 2014). Agar organisasi bisa mengelola pengetahuan secara efektif dan

efisien, maka organisasi perlu meng-inisiasi knowledge management. Kemampuan untuk

mengelola pengetahuan merupakan prasyarat untuk sukses dan inovatif (Widen wulff &

Suomi, 2009:  146). Sebab; pengetahuan akan menjadi kekuatan ketika individu dalam

organisasi cenderung menggunakan pengetahuan dengan tepat dan cara yang benar (Aris,

2013: 5’17). Artinya, knowledge management adalah tentang mengelola pengetahuan yang

dimiliki oleh para karyawan (Widen Wulf & Suomi, 2009: 147). '

Kebutuhan pelanggan yang berubah dengan cepat, siklus hidup produk yang semakin

pendek, dan biaya pertumbuhan untuk adopsi teknologi merupakan pendorong organisasi

untuk berinvestasi dalam knowledge management (Wang & Noe, 2010). Tujuan umum dari

knowledge management adalah meningkatkan Penanganan pengetahuan dan pengetahuan

potensial secara sistematik dalam suatu organisasi (Kasemsap, 2014). Knowledge

management terdiri dari proses-proses yang terpisah-pisah tetapi saling membutuhkan dari

15

Page 16: reionnote.files.wordpress.com€¦ · Web viewNamun,ketika organisasi dewasa ini menghadapi persaingan ekonomi berbasis pengetahuan, pendekatan yang memposisikan organisasi secara

knowledge creation, knowledge storage dan retrieval, knowledge transfer, dan knowledge

application (Alavi & Leidner, 2001). Haapalainen & Pusa (2012) menyatakan proses

knowledge management terdiri dari: knowledge creation, knowledge storing, knowledge

sharing, dan penggunaan knowledge.

Knowledge sharing (berbagi pengetahuan) merupakan salah satu fase penting dari proses

knowledge management (Y esil & Hirlak, 2013140; Issa & Hadda, 2008: 182; Alavi &

Leidner, 2001). Knowledge sharing merupakan esensi dari knowledge management (Aris,

2013: 517). Faktanya, 94% dari 260 responden dari perusahaan multi-nasional di Eropa

percaya bahwa knowledge management membutuhkan individu untuk membagi apa yang

mereka ketahui dengan individu yang lain dalam organisasi (Financial Times, 1999 dalam

Bock & Kim, 2003: 221). Oleh karenanya, Quigley et al. (2007) menyatakan bahwa

knowledge sharing semakin dipandang sebagai faktor kritis untuk mencapai efektivitas

organisasi. Hal ini bisa terjadi karena knowledge sharing di antara para karyawan akan

meningkatkan kinerja karyawan secara signifikan, baik di sektor publik maupun sektor privat

(Silvi & Cuganesan, 2006). Knowledge sharing merupakan aktivitas yang bisa meningkatkan

kompetensi karyawan yang terlibat dalam aktivitas tersebut (Nonaka & Takeuchi, 1995).

Knowledge sharing bisa mengurangi ketidakpastian (Bennet & Bennet, 2007), meningkatkan

efektivitas dan efisiensi (Reid, 2003), serta pembelajaran individu (Yu et al., 2010; Nonaka &

Takeuchi, 1995).

Melalui knowledge sharing, karyawan bisa berkontribusi pada aplikasi pengetahuan,

inovasi, dan yang paling penting bisa kumpulkan keunggulan kompetitif organisasi

(Damodaran &: Olpert, 2000).. Aktivitas knowledge sharing diantara para karyawan

merupakan wahana. untuk melakukan eksploitasi dan kapitalisasi sumber-sumber knowledge-

based (Cabrera & Cabrera, 2005). Aktivitas knowledge sharing berbuka bisa mengurangi

biaya produksi, mempercepat proyek Pengembangan produk baru, meningkatkan kinerja tim,

meningkatkan kapabilitas inovasi organisasi, meningkatkan pertumbuhan peniualan serta

meningkatkan pendapatan dari produk dan layanan baru (Wang & Noe, 2010).Oleh

karenanya, Felin dan Hosted) (2007) menyatakan, 1 bahwa knowledge sharing menempati

posisi penting dalam organisasi, karena bisa menghasilkan keunggulan kompetitif.

Knowledge sharing secara langsung memiliki relasi dengan keunggulan kompetitif organisasi

karena pengetahuan yang tidak dibagikan akan memperlambat perbaikan-perbaikan dalam

organisasi (Issa & Haddad, 2008: 183). Knowledge sharing merupakan sebuah rel-asi

minimal diantara dua pihak, pihak pemilik dan pihak penerima pengetahuan. Pemilik

16

Page 17: reionnote.files.wordpress.com€¦ · Web viewNamun,ketika organisasi dewasa ini menghadapi persaingan ekonomi berbasis pengetahuan, pendekatan yang memposisikan organisasi secara

pengetahuan membagikan pengetahuan melalui proses yang diberi label sebagai

eksternalisasi, sedangkan penerima pengetahuan melakukan proses internalisasi (Issa &

Haddad, 2008: 183). Akan tetapi, implementasi knowledge sharing di organisasi merupakan

aktivitas yang sangat menantang (Yesti & Hirlak, 2013; Amayah, 2013: 454; lssa & Haddad,

2008: 183; Kogut & Zander, 1992; Szulanski, 1996). Alasannya, pertama: salah satu bentuk

pengetahuan yang dimiliki oleh para karyawan, yaitu: tacit knowledge, secara alamiah adalah

sulit untuk ditransfer (Amayah, 2013: 454; Issa & Haddad, 2008: 183). Jadi, ketika individu

meninggalkan organisasi, maka pengetahuan tacit juga akan pergi bersama individu tersebut

(Tsoukas, 1996), sebab pengetahuan taat tidak pernah meninggalkan otak mereka (Issa &

Haddad, 2008: 183). Situasi ini dinarasikan oleh Connelly et al. (2012: 64) sebagai: organisasi

tidak "memiliki” aset intelektual dari karyawan mereka. Pengetahuan dimiliki oleh karyawan,

bukan organisasi (HaldinHerrgard, 2000). Kedua, secara tipikal knowledge sharing bersifat

sukarela (Lin et al., 2008; Gibbert & Krause, 2002). Artinya, organisasi hanya dapat

mengelola sumber pengetahuan secara lebih efektif apabila karywan memiliki keinginan

untuk membagi pengetahuan yang mereka miliki, kepada rekannya (Amayah, 2013: 454).

Karyawan tidak bisa dipaksa untuk berbagi pengetahuan,oleh karena itu, penting sekali untuk

mengidentikkan faktor faktor yang mmnpengaruhi karyawan untuk berbagi pengetahuan

(Amayab, 2013456, ”fohidinia & Mosakhani, 2939)

17

Page 18: reionnote.files.wordpress.com€¦ · Web viewNamun,ketika organisasi dewasa ini menghadapi persaingan ekonomi berbasis pengetahuan, pendekatan yang memposisikan organisasi secara

BAB III

PENUTUP

1. Simpulan

Berdasarkan literatur yang didapatkan, Model bisnis organisasi berbasis pengetahuan

dapat menciptakan keunggulan bersaing organisasi melalui pemahaman dan alokasi aktivitas

bisnis untuk menghasilkan keuntungan, meningkatkan kinerja aktivitas bisnis, meningkatkan

perencanaan dan implementasi aktivitas bisnis sesuai dengan strategi organisasi,

meningkatkan inovasi dan keunggulan masa depan organisasi, memegang peran penting

dalam proses e-business organisasi. Model bisnis organisasi berbasis pengetahuan adalah

integrasi lingkungan persaingan, perubahan lingkungan internal organisasi dan perkembangan

infrastruktur teknologi informasi. Lingkungan persaingan bersumber dari meningkatnya

permintaan dalam pasar persaingan goblal, yang menuntut organisasi lebih inovatif dan

efisien dengan menggunakan teknologi informasi dalam merespon kecepatan perubahan

selera pasar. Dampaknya akan terjadi perubahan internal organisasi untuk mentransformasi

proses dan menyesuaikan model bisnis untuk mempertahankan daya saing organisasi.

18

Page 19: reionnote.files.wordpress.com€¦ · Web viewNamun,ketika organisasi dewasa ini menghadapi persaingan ekonomi berbasis pengetahuan, pendekatan yang memposisikan organisasi secara

DAFTAR PUSTAKA

Agha, Sabah; Alrubaiee, Laith; & Jamhour, Manar. 2012. Effect of core competence on

competitive advantage and organizational performance. International journal of Business and

Management, Vol. 7, No. 1, January, pp. 192-204.

Assauri, Sofjan. 2000. Strategi Manajemen Sumber Daya Manusia (SUM) Usahawan, Vol.

26, 10, Oktober, h. 53-55.

Baladi, P. 1999. Knowledge and competence management: Ericsson Business Consulting.

Business Strategy Review, Vol. 10, No. 4, pp. 20-28. Barney, LB. 1991. Firm resources and

sustained competitive advantage~ journal of Management, Vol. 17, No. 1, pp. 99-120.

Bartlett, CA. and Ghoshal, S. 1989. Managing Across Borders: the transnational solution.

Cambridge, MA: Harvard Business School Press.

Baumane-Vitolina, llona. 2014. Conceptualizing the resource based View for innovation

research and measurement in small and medium enterprises. Humanities and Social Sciences:

Latvia, Vol. 22, Issue 1, Spring-Sumner, pp. 4-19.

Bergenhenegouwen, G. J. 1996. Competence development ~ a challenge for HRM

professionals: core competences of organizations as guidelines for the development of

employees. Iournal of European Industrial Training, Vol. 20, Issue 9, pp. 29~35.

Bergenhenegouwen, G.].; Horn, H.F.K.; Mooijman, E.A.M. 1997. Competence Development

A Challenge for Human Resource Professionals: core competences of organizations as

guidelines for the development of employees. Ioumal European Industrial and Commercial

Training, Vol. 20, No.9, pp. 29-35. BI‘OOkS. Ian. 2003. Organizational Behaviour:

individual, groups and organization. London: Prentice Hall. Chen, Hai Ming 8: Chang, Wen

Yen. 2011. Core competence: from a strategic human resource management perspective.

African Iaumal of Business Management, July, 18 Vol. 5, No. 14, pp. 5?38‘ 5745.

http://jp.feb.unsoed.ac.id/index.php/sca-1/article/viewFile/892/pdf_123

19