Top Banner
PENGARUH PENAMBAHAN LIMBAH SERAI WANGI (Cymbopogon nardus L.) SEBAGAI PAKAN TAMBAHAN KAMBING TERHADAP PRODUK FERMENTASI CAIRAN RUMEN DAN PENURUNAN GAS METANA SECARA IN VIVO CHATAMIA RAMADHANI FITRI PROGRAM STUDI KIMIA FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2018 M / 1439 H
114

repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...gan menggunakan 4 ekor kambing yang diberi dua jenis pakan, yaitu A (rumput gajah) selama dua minggu dan

Feb 20, 2020

Download

Documents

dariahiddleston
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...gan menggunakan 4 ekor kambing yang diberi dua jenis pakan, yaitu A (rumput gajah) selama dua minggu dan

PENGARUH PENAMBAHAN LIMBAH SERAI WANGI

(Cymbopogon nardus L.) SEBAGAI PAKAN TAMBAHAN KAMBING

TERHADAP PRODUK FERMENTASI CAIRAN RUMEN DAN

PENURUNAN GAS METANA SECARA IN VIVO

CHATAMIA RAMADHANI FITRI

PROGRAM STUDI KIMIA

FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

2018 M / 1439 H

Page 2: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...gan menggunakan 4 ekor kambing yang diberi dua jenis pakan, yaitu A (rumput gajah) selama dua minggu dan

PENGARUH PENAMBAHAN LIMBAH SERAI WANGI

(Cymbopogon nardus L.) SEBAGAI PAKAN TAMBAHAN KAMBING

TERHADAP PRODUK FERMENTASI CAIRAN RUMEN DAN

PENURUNAN GAS METANA SECARA IN VIVO

SKRIPSI

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Sains

Program Studi Kimia

Fakultas Sains dan Teknologi

Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta

Oleh:

CHATAMIA RAMADHANI FITRI

11140960000038

PROGRAM STUDI KIMIA

FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

2018 M / 1439

Page 3: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...gan menggunakan 4 ekor kambing yang diberi dua jenis pakan, yaitu A (rumput gajah) selama dua minggu dan
Page 4: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...gan menggunakan 4 ekor kambing yang diberi dua jenis pakan, yaitu A (rumput gajah) selama dua minggu dan

4

Page 5: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...gan menggunakan 4 ekor kambing yang diberi dua jenis pakan, yaitu A (rumput gajah) selama dua minggu dan

5

PERNYATAAN

DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI ADALAH HASIL

KARYA SENDIRI YANG BELUM PERNAH DIAJUKAN SEBAGAI SKRIPSI

ATAU KARYA ILMIAH PADA PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA

MANAPUN.

Jakarta, Juli 2018

Chatamia Ramadhani Fitri

11140960000038

Page 6: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...gan menggunakan 4 ekor kambing yang diberi dua jenis pakan, yaitu A (rumput gajah) selama dua minggu dan

ABSTRAK

CHATAMIA RAMADHANI FITRI. Pengaruh Penambahan Limbah Serai

Wangi (Cymbopogon nardus L.) Sebagai Pakan Tambahan Kambing Terhadap

Produk Fermentasi Cairan Rumen dan Penurunan Gas Metana Secara In vivo.

Dibimbing oleh SANDRA HERMANTO dan IRAWAN SUGORO.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh penambahan limbah

serai wangi (C. nardus L.) terhadap produksi gas metana, PBBH dan produk

fermentasi cairan rumen kambing yang dilakukan secara in vivo. Tahapan awal

dilakukan analisis komposisi nutrisi limbah serai wangi dan rumput gajah dengan

parameter berupa berat kering (BK), berat abu (BA) dan berat organik (BO),

protein, lemak kasar, total fenol dan tanin. Selanjutnya dilakukan uji in vivo dengan

menggunakan 4 ekor kambing yang diberi dua jenis pakan, yaitu A (rumput gajah)

selama dua minggu dan dilanjutkan dengan pakan B (limbah serai wangi + rumput

gajah) selama satu minggu. Pengambilan sampel gas pada hari ke– 4 dan 11,

sedangkan cairan rumen diambil pada hari ke– 5 dan 12. Dilakukan pula

pengukuran pertambahan bobot badan harian (PBBH). Parameter yang diukur dari

cairan rumen berupa pH, kandungan amonia, protein mikroba, Volatile Fatty Acids

(VFA) dan total mikroba. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penambahan

limbah serai wangi tidak berpengaruh terhadap PBBH dan kualitas cairan rumen

kambing yaitu pH, amonia, protein mikroba, dan biomassa mikroba. Limbah serai

wangi memiliki potensi sebagai pakan tambahan kambing dan berpengaruh

terhadap penurunan gas metana. Penambahan limbah serai wangi setelah 3 jam

perlakuan pakan dapat menurunkan gas metana sebesar 34,02% dan setelah 6 jam

sebesar 16,33%. Hal ini didukung pula dari data jumlah mikroba metilotrof dan

asetonotrof yang mengalami penurunan, tetapi untuk jumlah mikroba hidrogenotrof

mengalami peningkatan.

Kata kunci: gas metana, kambing, rumen, in vivo.

Page 7: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...gan menggunakan 4 ekor kambing yang diberi dua jenis pakan, yaitu A (rumput gajah) selama dua minggu dan

ABSTRACT

CHATAMIA RAMADHANI FITRI. Effect of Addition of Citronella Waste

(Cymbopogon nardus L.) as Goat Feed Additive to Rumen Fluid Fermentation

Products and Methane Gas Decrease by In vivo. Guided by SANDRA

HERMANTO and IRAWAN SUGORO.

The aim of this research is to know the effect of the addition of citronella (C.

nardus L.) waste to methane gas production, DWG and fermentation product of

goat rumen fluid conducted in vivo. Initial stages were analyzed composition

nutrients of citronella waste and elephant grass with parameters such as dry weight

(BK), heavy ash (BA) and organic weight (BO), protein, crude fat, total phenol and

tannin. Furthermore, in vivo test was conducted using 4 goats given two types of

feed, namely A (elephant grass) for two weeks and continued with feed B (waste of

citronella + elephant grass) for one week. Gas sampling at days− 4 and 11, while

rumen fluid taken on days− 5 and 12. There were also measurements of daily weight

gain (PBBH). Parameters measured from rumen fluid were pH, ammonia, microbial

protein, Volatile Fatty Acids (VFA) and total microbial. The results showed that

the addition of citronella waste did not affect the PBBH and the quality of rumen

goat fluids are pH, ammonia, microbial protein, and microbial biomass. Waste of

citronella has the potential as an additional goat feed and influential on the decline

of methane gas. The addition of citronella waste after 3 hours of feed treatment can

reduce methane gas by 34.02% and after 6 hours of 16.33%. The result is supported

also of the data the number of microbes metilotroph and acetonotroph experienced

a decrease in, but to the number of microbes hidrogenotroph having an increase in.

Keywords: methane gas, goat, rumen, in vivo

Page 8: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...gan menggunakan 4 ekor kambing yang diberi dua jenis pakan, yaitu A (rumput gajah) selama dua minggu dan

viii

KATA PENGANTAR

Assalamualaikum warohmatullahi wabarakatuh

Segala puji hanya milik Allah Ta’ala, karena atas izin-Nya penulis dapat

menyelesaikan skripsi ini. Shalawat dan salam semoga selalu tercurah kepada Nabi

Muhammad Shallallahu ‘Alaihi Wasallam, beserta keluarganya dan para

sahabatnya yang setia mengorbankan jiwa raga dan lainnya untuk tegaknya syi’ar

Islam yang pengaruh dan manfaatnya kini masih terasa.

Skripsi yang berjudul “Pengaruh Penambahan Limbah Serai Wangi

(Cymbopogon nardus L.) Sebagai Pakan Tambahan Kambing Terhadap Produk

Fermentasi Cairan Rumen dan Penurunan Gas Metana Secara In vivo” ini disusun

guna memenuhi tugas mata kuliah di Fakultas Sains dan Teknologi Universitas

Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

Skripsi ini tidak mungkin selesai tanpa pihak-pihak yang terus memberikan

bimbingan dan dukungannya, sehingga ucapan terimakasih penulis sampaikan

kepada:

1. Dr. Sandra Hermanto, M.Si, selaku Pembimbing I yang telah memberikan

bimbingan dan pengarahan kepada kami selama berlangsungnya penelitian

serta meluangkan waktunya untuk berdiskusi;

2. Dr. Irawan Sugoro, M.Si selaku Pembimbing II yang telah memberikan

pengarahan, pengetahuan, serta bimbingannya sehingga banyak membantu

penulis dalam melaksanakan penelitian dan menyelesaikan penulisan laporan

ini;

3. Dr. Hendrawati, M.Si dan Anna Muawanah, M.Si, selaku penguji yang akan

memberikan kritik dan saran sehingga skripsi ini menjadi lebih baik;

Page 9: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...gan menggunakan 4 ekor kambing yang diberi dua jenis pakan, yaitu A (rumput gajah) selama dua minggu dan

ix

4. Drs. Dede Sukandar, M.Si, selaku Ketua Program Studi Kimia Fakultas Sains

dan Teknologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta;

5. Teristimewa kepada kedua orang tua tercinta atas segala cinta, doa,

pengorbanan, nasihat dan motivasinya kepada penulis;

6. Seluruh staf PAIR BATAN, Pak Dono dan Pak Dinar yang telah memberikan

bantuan dan bimbingannya selama penelitian berlangsung;

7. Dr. Agus Salim, M.Si, selaku Dekan Fakultas Sains dan Teknologi

Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta;

8. teman-teman kimia angkatan 2014, Aisyah, Devi, Lina dan Dwi yang

senantiasa memberi dukungan dan keceriaan selama berjalannya penelitian;

9. serta semua pihak yang telah membantu secara langsung dan tidak langsung,

yang tidak dapat disebutkan satu persatu;

Akhir kata penulis mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang telah

membantu dan penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi kita

semua dan menjadi bahan masukan bagi dunia pendidikan. Wassalamu’alaikum

Wr. Wb

Jakarta, Juli 2018

Chatamia Ramadhani Fitri

Page 10: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...gan menggunakan 4 ekor kambing yang diberi dua jenis pakan, yaitu A (rumput gajah) selama dua minggu dan

x

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ............................................................................................................ vi

ABSTRACT ......................................................................................................... vii

KATA PENGANTAR ........................................................................................ viii

DAFTAR ISI .......................................................................................................... x

DAFTAR GAMBAR .......................................................................................... xiii

DAFTAR TABEL .............................................................................................. xiv

DAFTAR LAMPIRAN ....................................................................................... xv

BAB I PENDAHULUAN ..................................................................................... 1

1.1. Latar Belakang ............................................................................................ 1

1.2. Rumusan Masalah ....................................................................................... 5

1.3. Hipotesis Penelitian ..................................................................................... 5

1.4. Tujuan Penelitian ......................................................................................... 5

1.5. Manfaat Penelitian ....................................................................................... 6

BAB II TINJAUAN PUSTAKA .......................................................................... 7

2.1. Tanaman Serai Wangi .................................................................................. 7

2.2. Limbah Daun Serai Wangi ........................................................................... 8

2.3. Bahan Pakan ............................................................................................... 10

2.4. Ternak Ruminansia ..................................................................................... 11

2.5. Sistem Pencernaan Ternak Ruminansia ..................................................... 12

2.6. Rumen dan Mikroorganisme Rumen ......................................................... 15

2.7. Fermentasi dalam Cairan Rumen ............................................................... 17

2.8. Kambing Kacang ........................................................................................ 19

2.9. Gas Metana ................................................................................................. 19

2.10. Strategi Menurunkan Gas Metana dari Sektor Peternakan Ruminansia .. 20

2.11. Teknik In vivo ........................................................................................... 21

2.12. Gas Analyzer ............................................................................................ 22

2.13. Kromatografi Gas ..................................................................................... 22

2.14. Total Plate Count ..................................................................................... 23

BAB III METODE PENELITIAN ................................................................... 25

3.1. Waktu dan Tempat Penelitian ................................................................... 25

3.2. Alat dan Bahan .......................................................................................... 25

Page 11: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...gan menggunakan 4 ekor kambing yang diberi dua jenis pakan, yaitu A (rumput gajah) selama dua minggu dan

xi

3.3. Bagan Alur Penelitian ............................................................................... 26

3.4. Prosedur Kerja ........................................................................................... 27

3.4.1. Persiapan Sampel Pakan..................................................................... 27

3.4.2. Analisis Komposisi Nutrisi Sampel ................................................... 27

3.4.2.1. Uji Bahan Kering, Bahan Organik dan Bahan Abu ...................... 27

3.4.2.2. Uji Kuantitatif Total Fenol dan Tanin ........................................... 28

3.4.2.2.1. Ekstraksi Sampel ................................................................... 28

3.4.2.2.2. Penentuan Total Fenol .......................................................... 28

3.4.2.2.3. Penentuan Total Tanin .......................................................... 28

3.4.2.2.4. Penentuan Tanin Kondensasi ................................................ 29

3.4.2.3. Uji Kadar Lemak dengan Metode Ekstraksi Soxhlet .................... 30

3.4.2.4. Uji Kadar Protein dengan Metode Kjedahl ................................... 30

3.4.3. Pengujian Limbah Serai Wangi Sebagai Pakan Tambahan Secara In

Vivo Pada Kambing ............................................................................ 31

3.4.4. Pengukuran Parameter........................................................................ 31

3.4.4.1. Pengukuran Pertambahan Bobot Badan Harian (PBBH) .............. 31

3.4.4.2. Pengambilan dan Pengukuran Sampel Gas Metana ....................... 32

3.4.4.3. Proses Pengukuran Parameter Uji Cairan Rumen Kambing .......... 33

3.4.4.3.1. Pengukuran Derajat Keasaman (pH) ..................................... 33

3.4.4.3.2. Pengukuran Kadar Amonia (NH3).......................................... 33

3.4.4.3.3. Pengukuran Konsentrasi VFA Parsial .................................... 33

3.4.4.3.4. PengukuranProtein Bakteri dan Protozoa (Uji Lowry) ........... 34

3.4.4.3.5. Analisis Populasi Mikroorganisme ........................................ 35

3.4.5. Analisis Data ...................................................................................... 36

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ........................................................... 37

4.1. Analisis Komposisi Nutrisi Sampel ........................................................... 37

4.2. Pertambahan Bobot Badan Harian ............................................................. 40

4.3. Produk Fermentasi Cairan Rumen Kambing .............................................. 41

4.3.1. Nilai Derajat Keasaman (pH) .............................................................. 41

4.3.2. Konsentrasi Volatile Fatty Acids (VFA) Total dan Parsial.................. 42

4.3.3. Konsentrasi N−NH3 dan Protein Mikroba ........................................... 46

4.3.4. Nilai Biomassa Bakteri dan Protozoa .................................................. 49

4.4. Jumlah Mikroba .......................................................................................... 51

4.5. Emisi Gas Metana dan Karbondioksida ..................................................... 57

Page 12: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...gan menggunakan 4 ekor kambing yang diberi dua jenis pakan, yaitu A (rumput gajah) selama dua minggu dan

xii

BAB V SIMPULAN DAN SARAN ................................................................... 63

5.1. Simpulan ..................................................................................................... 63

5.2. Saran ........................................................................................................... 63

DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 64

LAMPIRAN ......................................................................................................... 75

Page 13: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...gan menggunakan 4 ekor kambing yang diberi dua jenis pakan, yaitu A (rumput gajah) selama dua minggu dan

xiii

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1. Tanaman Serai Wangi ........................................................................... 7

Gambar 2. Struktur senyawa dari Cymbopogon Nardus Essential Oil (EO-CN) ... 9

Gambar 3. Diagram perut ruminansia ................................................................... 12

Gambar 4. Degradasi pakan oleh mikroba rumen ................................................. 14

Gambar 5. Kambing kacang .................................................................................. 19

Gambar 6. Gas Analyzer ....................................................................................... 22

Gambar 7. Bagan komponen Instumentasi Kromatografi Gas ............................. 23

Gambar 8. Pengukuran emisi gas metana. ............................................................ 32

Gambar 9. Derajat Keasaman (pH) ....................................................................... 42

Gambar 10. Biomassa Bakteri dan Protozoa......................................................... 50

Gambar 11. Total mikroba .................................................................................... 52

Gambar 12. Gas metana dan gas karbondioksida ................................................. 57

Gambar 13. Metabolisme lipid .............................................................................. 60

Gambar 14. Pola Fermentasi Mikroba (Metabolisme H2) .................................... 61

Page 14: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...gan menggunakan 4 ekor kambing yang diberi dua jenis pakan, yaitu A (rumput gajah) selama dua minggu dan

xiv

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1. Perbandingan kandungan gizi limbah serai wangi dan rumput gajah. ...... 8

Tabel 2. Tabel perlakuan. ...................................................................................... 31

Tabel 3. Komposisi nutrisi pakan rumput gajah dan limbah serai wangi ............. 37

Tabel 4. Pertambahan Bobot Badan Harian (PBBH) kambing ............................. 40

Tabel 5. Konsentrasi VFA total, parsial dan rasio asetat-propionat (C2/C3) ......... 43

Tabel 6. Konsentrasi N−NH3, protein mikroba dan biomassa mikroba. ............... 47

Page 15: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...gan menggunakan 4 ekor kambing yang diberi dua jenis pakan, yaitu A (rumput gajah) selama dua minggu dan

xv

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1. Karakteristik dari Bakteri Metanogen .............................................. 75

Lampiran 2. Strategi Menurunkan Gas Metana .................................................... 76

Lampiran 3. Pembuatan Larutan ........................................................................... 77

Lampiran 4. Analisis Data..................................................................................... 82

Lampiran 5. Analisis Statistik ............................................................................... 89

Lampiran 6. Hasil Uji Kromatografi Gas .............................................................. 91

Lampiran 7. Dokumentasi Penelitian .................................................................... 94

Page 16: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...gan menggunakan 4 ekor kambing yang diberi dua jenis pakan, yaitu A (rumput gajah) selama dua minggu dan

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Perubahan atmosfir dipengaruhi oleh kuantitas gas-gas yang dihasilkan oleh

aktivitas di bumi dan terkumpul di lapisan udara antara lain karbondioksida (CO2),

metana (CH4), nitrogen oksida (NOx), ozon (O3), dan uap air (H2O). Gas tersebut

berperan dalam peningkatan suhu di permukaan bumi yang dikenal dengan gas

rumah kaca (GRK) (Martono, 2017). Peningkatan jumlah gas rumah kaca

menyebabkan pemanasan global yang saat ini merupakan isu lingkungan terpenting

dan sudah terlihat dampaknya (Hidayah, 2016).

Kementrian Lingkungan Hidup Republik Indonesia (2010), menyatakan

bahwa secara sektoral, pertanian berada pada urutan keempat dalam penyumbang

emisi gas rumah kaca, setelah sektor kehutanan, energi dan limbah. Sektor

pertanian menyumbang 5% dari keseluruhan emisi gas rumah kaca. Ada 5 (lima)

kegiatan dalam sektor pertanian yang menjadi sumber Gas Rumah Kaca yaitu 1)

Peternakan, 2) Budidaya Padi sawah, 3) Pembakaran padang sabana, 4)

pembakaran limbah pertanian dan 5) Tanah Pertanian (Intergovermental Panel on

Climate Change (IPCC), 1994).

Kegiatan peternakan menyumbangkan 24,1% dari total emisi yang berasal

dari sektor pertanian. Gas rumah kaca yang dihasilkan oleh kegiatan peternakan

sebagian besar adalah gas metana yang dampaknya 21 kali lebih berbahaya

dibandingkan dengan CO2 (Gustiar & Suwignyo, 2014). Gas metana pada hewan-

hewan ruminansia berasal dari dua sumber yaitu dari hasil fermentasi saluran

Page 17: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...gan menggunakan 4 ekor kambing yang diberi dua jenis pakan, yaitu A (rumput gajah) selama dua minggu dan

2

pencernaan (enteric fermentation) dan kotoran (feces) (Nur et al., 2015 dan

Haryanto & Thalib, 2009).

Emisi gas metana yang dihasilkan oleh kegiatan peternakan sebagian besar

disumbangkan dari proses fermentasi. Pembentukan gas metana di dalam rumen

merupakan hasil akhir dari fermentasi pakan. Metana diproduksi di saluran

pencernaan ternak, sebesar 80% - 95% diproduksi di dalam rumen dan 5% - 20%

dalam usus besar. Metana yang dihasilkan dalam rumen dikeluarkan melalui mulut

ke atmosfir (Martin et al., 2010).

Emisi gas metana ternak ruminansia lebih tinggi yaitu, 91,10% dibandingkan

babi (5,90%) dan unggas (3%) (Ditjennak, 2007) yang disebabkan terjadinya proses

metanogenesis oleh bakteri metanogen dalam rumen melalui perombakan unsur

CO2 dan H2 (Aurora, 1995). Selain berdampak pada emisi pemanasan global, emisi

metana merupakan bentuk representasi dari kehilangan energi (Widyawati, 2009).

Strategi untuk mengurangi emisi gas metana dari ternak ruminansia dapat

dilakukan melalui penambahan pakan yang mengandung metabolit sekunder (tanin

dan saponin) atau lemak tak jenuh. Jenis tanaman yang telah diteliti dan diketahui

mengandung tanin mampu mereduksi metana adalah daun Sanguisorba (Adam &

Pers-kamczyc, 2016), daun nangka (Wahyono et al., 2017), Acacia mearnsii (Junior

et al., 2017), dan pepaya (Jafari et al., 2016) melalui pengujian secara in vitro.

Sumber pakan yang mengandung lemak tak jenuh dapat diperoleh dari limbah

industri minyak kelapa sawit phospholine gum (Asyifah et al., 2017), minyak

kelapa sawit (PO), decanter cake diet (DCD), palm kernel cake diet (PKCD)

(Abubakr et al., 2014), dan limbah sereh (Cymbopogon winterianus) (Manurung et

al., 2015).

Page 18: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...gan menggunakan 4 ekor kambing yang diberi dua jenis pakan, yaitu A (rumput gajah) selama dua minggu dan

3

Penelitian ini memanfaatkan limbah serai wangi dari industri minyak atsiri

untuk diujikan sebagai pakan tambahan kambing secara in vivo. Penelitian

sebelumnya yang dilakukan oleh Manurung et al., (2015) mengindikasikan bahwa

penambahan limbah serai wangi dapat meningkatkan produksi susu pada sapi

perah. Penelitian lainnya, mengindikasikan bahwa penambahan serai wangi mampu

mereduksi metana yang merupakan hasil pengujian in vitro dengan menggunakan

cairan rumen kerbau (Findo et al., 2016). Destilasi serai wangi masih menyisakan

kandungan lemak berkisar 70 – 80% dari total minyak awal. Selain itu, limbah serai

wangi diketahui mengandung tanin sebesar 1,18 mg/g (Dewanti, 2016).

Pemanfaatan limbah industri tersebut berdampak positif karena dapat mengurangi

beban lingkungan. Pemanfaatan limbah tersebut sesuai dengan firman Allah SWT

dalam Al-Qur’an surat Ali Imran ayat 191 sebagai berikut:

Artinya: “(yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk

atau dalam keadaan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit

dan bumi (seraya berkata): "Ya Tuhan Kami, Tiadalah Engkau menciptakan ini

dengan sia-sia, Maha suci Engkau, Maka peliharalah Kami dari siksa neraka”.

(Q.S. Ali Imran: 191).

Page 19: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...gan menggunakan 4 ekor kambing yang diberi dua jenis pakan, yaitu A (rumput gajah) selama dua minggu dan

4

Pemanfaatan ternak sesuai dengan firman Allah SWT dalam Al-Qur’an surat

Al-Mu’minun ayat 21 sebagai berikut:

Artinya: “Dan sesungguhnya pada binatang-binatang ternak, benar-benar

terdapat pelajaran yang penting bagi kamu, kami memberi minum kamu dari air

susu yang ada dalam perutnya, dan (juga) pada binatang-binatang ternak itu

terdapat faidah yang banyak untuk kamu, dan sebagian darinya kamu makan”.

(Q.S. Al-Mu’minun: 21).

Berdasarkan uraian di atas, maka penelitian yang dilakukan adalah

pemanfaatan limbah serai wangi sebagai pakan tambahan pada kambing yang

mampu mereduksi gas metana. Pengamatan pada penelitian ini menggunakan

teknik in vivo dengan memberi perlakuan langsung berupa serbuk limbah serai

wangi pada kambing dengan pakan basal berupa rumput gajah. Parameter uji in vivo

yang diukur adalah Pertambahan Bobot Badan Harian (PBBH) dan emisi gas

metana. Selain itu, dilakukan pula pengukuran produk fermentasi cairan rumen

yang meliputi pH, konsentrasi amonia, VFA parsial, protein mikroba, konsentrasi

gas metana dan jumlah mikroba.

Page 20: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...gan menggunakan 4 ekor kambing yang diberi dua jenis pakan, yaitu A (rumput gajah) selama dua minggu dan

5

1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian di atas, rumusan masalah dalam penelitian ini adalah

sebagai berikut.

1. Bagaimana pengaruh penambahan limbah serai wangi terhadap pertambahan

bobot badan harian (PBBH) dan produk fermentasi mikroba cairan rumen

(pH, kandungan amonia, volatile fatty acids (VFA), dan jumlah mikroba)?

2. Bagaimana pengaruh penambahan limbah serai wangi sebagai pakan

tambahan pada kambing terhadap emisi gas metana secara in vivo?

1.3. Hipotesis Penelitian

Hipotesis penelitian ini adalah sebagai berikut.

1. Penambahan limbah serai wangi mempengaruhi pertambahan bobot badan

harian (PBBH) dan produk fermentasi mikroba cairan rumen (pH, kandungan

amonia, volatile fatty acids (VFA), dan jumlah mikroba).

2. Limbah serai wangi dapat dimanfaatkan sebagai pakan tambahan pada

kambing berpengaruh terhadap emisi gas metana secara in vivo.

1.4. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah yang diuraikan, tujuan penelitian ini adalah

sebagai berikut.

1. Untuk memperoleh informasi pengaruh pemberian limbah serai wangi

sebagai pakan tambahan terhadap pertambahan bobot badan harian (PBBH)

dan produk fermentasi mikroba cairan rumen (pH, kandungan amonia,

volatile fatty acids (VFA), dan jumlah mikroba).

Page 21: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...gan menggunakan 4 ekor kambing yang diberi dua jenis pakan, yaitu A (rumput gajah) selama dua minggu dan

6

2. Memanfaatkan limbah serai wangi sebagai pakan tambahan pada kambing

terhadap emisi gas metana secara in vivo.

1.5. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi dan manfaat bagi

masyarakat Indonesia, diantaranya adalah sebagai berikut.

1. Memberi informasi bahwa limbah serai wangi dapat digunakan sebagai pakan

tambahan pada kambing.

2. Memberi nilai tambah dan nilai ekonomis pada limbah hasil destilasi minyak

serai wangi.

3. Memberi informasi mengenai metode untuk menurunkan gas metana yang

dihasilkan kambing secara in vivo menggunakan limbah serai wangi.

Page 22: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...gan menggunakan 4 ekor kambing yang diberi dua jenis pakan, yaitu A (rumput gajah) selama dua minggu dan

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Tanaman Serai Wangi

Serai wangi termasuk famili Geraminae (rumput-rumputan) (Gambar 1).

Genus dari rumput-rumputan ini meliputi hampir 80 jenis/spesies, yang penting

diantaranya C. nardus dan C. winterianus. Klasifikasi serai wangi adalah sebagai

berikut Divisi: Anthophyta; Phylum: Angiospermae; Class: Monocotyledonae;

Famili: Graminae; Genus: Cymbopogon, Andropogon; Species: C. nardus Redle,

C. Winterianus (Sukamto et al., 2011).

Gambar 1. Tanaman Serai Wangi (dok.pribadi, 2017).

Serai wangi (Cymbopogon nardus L.) merupakan salah satu jenis tanaman

penghasil minyak atsiri. Hasil penyulingan daunnya, diperoleh minyak serai wangi

yang dalam dunia perdagangan dikenal dengan nama Citronella oil. Komponen

utama minyak serai wangi adalah sitronelal dan geraniol yang masing-masing

mempunyai aroma yang khas dan melebihi keharuman minyak serai sendiri

(Sukamto et al., 2011).

Page 23: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...gan menggunakan 4 ekor kambing yang diberi dua jenis pakan, yaitu A (rumput gajah) selama dua minggu dan

8

2.2. Limbah Daun Serai Wangi

Limbah daun serai wangi merupakan hasil samping dari proses destilasi daun

serai wangi untuk menghasilkan minyak serai. Limbah serai wangi mempunyai

kandungan protein 7%, dan lebih baik dari limbah jerami (3,93%). Limbah serai

wangi juga memiliki kandungan serat kasar yang lebih baik/rendah sebagai pakan

dibandingkan dengan limbah jerami dan rumput gajah sekalipun yaitu 25,73% yang

ditunjukkan pada tabel 1 (Sukamto et al., 2011).

Tabel 1. Perbandingan kandungan gizi limbah serai wangi (10% kadar air) dan rumput

gajah.

No Gizi Limbah Seraiwangi Rumput Gajah

1 Protein 7,00% 10,19 %

2 Lemak 2,35% 1,64%

3 Energi 3353,00 kkg/GE/Kg 4031,00 kkg/GE/kg

4 Serat kasar 25,73% 34,15%

5 Ca 0,35% 0,48%

6 P 0,14% 0,23%

7 Kadar abu 7,91% 11,73%

(Sukamto et al., 2011)

Keterangan: kkg: kilokilogram; GE: Gross energy

Limbah serai wangi memiliki warna cokelat kekuningan akibat pemanasan

yang diterima bahan pada saat destilasi. Daun yang awalnya berwarna hijau akan

berubah menjadi cokelat kekuningan. Limbah daun serai wangi masih memiliki bau

khas serai wangi meskipun telah melewati proses destilasi (Yuliyani, 2010).

Limbah padat (limbah bahan baku) serai wangi sedikit banyak masih mengandung

minyak atsiri (Usmiati et al., 2005).

Senyawa dari Cymbopogon Nardus Essential Oil (EO-CN) (Gambar 2) yaitu

sitral (38,75%), 2,6-oktadienal, 3,7-dimetil (31,02%), sitronelal (6,06%), sitronelol

(1,89%), geranil asetat (4,28%), geraniol (2,75%), asam nerat (1,00%), asam

Page 24: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...gan menggunakan 4 ekor kambing yang diberi dua jenis pakan, yaitu A (rumput gajah) selama dua minggu dan

9

oktanoat (0,17%), asam propanoat (6,90%), asam arachidat (0,10%), asam behenat

(0,10%) dan asam dikarboksilat (2,00%) (Kandimalla et al., 2016 dan Mahalwal &

Ali, 2003). Gunal et al., (2013) juga menyatakan bahwa senyawa yang terdapat

dalam citronella oil diantaranya C16:0 (9,33 mg/l), C18:0 (20,50 mg/l), C18:1 trans

(4,77 mg/l), C18:1 t11 (3,47 mg/l), C18:1 c9 (3,90 mg/l), C18:2n6 (3,12 mg/l),

C18:3n3 (0,72 mg/l), asam linoleat konjugasic9t11 (0,23 mg/l), asam linoleat

konjugasit10c12 (0,14 mg/l).

Geraniol Sitronelol Arachidat

Linoleat Asam nerat Asam oktanoat

Gambar 2. Struktur senyawa dari Cymbopogon Nardus Essential Oil (EO-CN)

Penggunaan limbah serai wangi ini memungkinkan terjadinya proses

penjenuhan asam lemak tak jenuh dalam limbah serai wangi oleh hidrogen yang

tersedia dalam rumen yang seharusnya digunakan untuk pembentukan gas metana,

sehingga dapat dikatakan bahwa asam lemak tak jenuh digunakan sebagai

penangkap hidrogen. Selain itu, minyak serai mengandung fitokimia seperti tanin

dan saponin (Balakrishnan et al., 2015) yang mampu menurunkan produksi metana,

Page 25: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...gan menggunakan 4 ekor kambing yang diberi dua jenis pakan, yaitu A (rumput gajah) selama dua minggu dan

10

populasi metanogen dan populasi protozoa, serta meningkatkan produksi VFA total

dan parsial (terutama propionat), populasi bakteri rumen dan tidak mengganggu

kecernaan bahan pakan.

Polyunsaturated Fatty Acids adalah asam lemak tak jenuh ganda yang

memiliki lebih dari satu ikatan rangkap dan maksimum memiliki 6 ikatan rangkap

dalam struktur rantai karbon. Asam lemak tak jenuh ganda memiliki gugus utama

asam karboksilat (−COOH) dan pada rantai karbon mengandung dua atau lebih

ikatan rangkap, ikatan rangkap tidak terkonjugasi tetapi terpisah oleh gugus metilen

(−CH2), salah satu contoh dari PUFA yang banyak terdapat pada hijauan adalah

asam linoleat dan asam α-linoleat (Hall et al., 2012). Asam lemak tak jenuh

merupakan racun bagi beberapa bakteri di rumen terutama yang terlibat dalam

pencernaan (Nam & Garnsworthy, 2007).

2.3. Bahan Pakan

Bahan pakan adalah segala sesuatu yang dapat dimakan, dapat diabsorbsi dan

bermanfaat bagi ternak, oleh karena itu apa yang disebut dengan bahan pakan

adalah segala sesuatu yang memenuhi semua persyaratan tersebut (Kamal, 1994),

sedangkan Hartadi et al (2008) menyatakan bahwa yang dimaksud bahan pakan

adalah suatu bahan yang dimakan oleh hewan yang mengandung energi dan zat-zat

gizi (atau keduanya) di dalam pakan ternak (Zakariah, 2015). Pertumbuhan ternak

sangat dipengaruhi oleh faktor genetik, pakan, jenis kelamin, hormon, lingkungan

dan manajemen. Pakan merupakan faktor utama yang menentukan keberhasilan

dalam beternak (Mohd & Thaariq, 2017).

Pakan ternak ruminansia umumnya mengandung serat yang tinggi sehingga

sulit dicerna oleh ternak (Sugoro et al., 2014). Pakan ternak ruminansia terdiri dari

Page 26: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...gan menggunakan 4 ekor kambing yang diberi dua jenis pakan, yaitu A (rumput gajah) selama dua minggu dan

11

pakan hijauan, konsentrat, vitamin dan mineral sebagai suplemen. Hijauan yang

biasa digunakan sebagai pakan pada usaha peternakan rakyat di pedesaan adalah

rumput gajah dan hasil samping pertanian, serta beberapa rumput introduksi sebagai

rumput unggulan. Hasil sampingan pertanian yang sering digunakan adalah jerami

padi, jerami jagung, jerami kedelai, jerami sorgum, daun ubi jalar, daun ubi kayu

dan pucuk tebu, sedangkan bahan baku konsentrat yang sering digunakan adalah

dedak padi, gaplek, bungkil kelapa, bungkil kelapa sawit dan lain-lain (Sitindaon,

2013).

Ruminansia memiliki sistem pencernaan yang unik. Ruminansia memiliki

organ pencernaan yang berkapasitas besar dengan proses pencernaan yang

merupakan serangkaian proses kompleks dan melibatkan interaksi dinamis antara

pakan, populasi mikroba dan ternak itu sendiri. Hal ini sangat penting artinya bagi

ruminansia yang sebagian besar pakannya berupa serat. Dengan demikian ternak

ruminansia seperti sapi, kerbau, kambing dan domba mampu memanfaatkan pakan

berkualitas rendah dengan kandungan serat kasar yang tinggi (Puastuti, 2009).

2.4. Ternak Ruminansia

Ternak ruminansia adalah kelompok ternak bertulang belakang, mempunyai

rahang, memiliki kaki berkuku genap dan tanduk yang strukturnya berongga,

menyusui anak-anaknya dan mempunyai sistem pencernaan makanan yaitu

memamah biak (Kartadisastra, 1997). Lambung ruminansia terdiri atas empat

bagian, yaitu: rumen, retikulum, omasum, dan abomasum (Sarwono & Ariyanto,

2005).

Berdasarkan data United Nations Environmental Programme World

Conservation Monitoring Centre/UNEP-WCMC (Ryle & Ørskov, 1990), terdapat

Page 27: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...gan menggunakan 4 ekor kambing yang diberi dua jenis pakan, yaitu A (rumput gajah) selama dua minggu dan

12

357 jenis yang masuk ke dalam suku Bovidae. Tidak seluruh jenis tersebut

tergolong ternak, namun termasuk ruminansia. Beberapa jenis ternak ruminansia

yang umum adalah: Bas taurus (sapi), Buba/us bubalis (kerbau), Buba/us

mindorensis, Capra hircus (kambing), Capra ibex, Capra caucasia, Capra

fa/coneri, Ovis aries (domba), Ovis orientalis, dan Ovis Ammon. Sapi, kerbau dan

hewan ruminansia lainnya sangat berbeda dibandingkan hewan non ruminansia

(Wahyono et al., 2011).

2.5. Sistem Pencernaan Ternak Ruminansia

Pencernaan adalah rangkaian proses perubahan fisik dan kimia yang dialami

bahan makanan selama berada dalam alat pencernaan. Proses pencernaan makanan

pada ternak ruminansia relatif lebih kompleks dibandingkan proses pencernaan

pada jenis ternak lainnya (Muslim et al., 2014).

Ruminansia memiliki organ rumen pada permulaan saluran gastrointestinal

(Gambar 3). Organ tersebut menyebabkan ruminansia dapat mengekstraksi dan

menyerap energi dari material serat-serat tumbuhan yang tidak dapat dicerna oleh

enzim-enzim pada hewan ruminansia. Selain itu, protein mikroba yang dihasilkan

sebagai produk sampingan dari pencernaan dalam rumen dapat memenuhi

kebutuhan protein bagi ruminansia (Hungate, 1967).

Gambar 3. Diagram perut ruminansia (Leng, 1984 dan Correa, 2016).

Page 28: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...gan menggunakan 4 ekor kambing yang diberi dua jenis pakan, yaitu A (rumput gajah) selama dua minggu dan

13

Sifat paling menonjol pada ruminansia adalah keperluan pakannya tidak

bersaing dengan manusia. Bahan pakan ternak ruminansia dapat mengandalkan

hijauan dan limbah pertanian yang tidak dikonsumsi oleh manusia. Ternak

ruminansia dapat mencerna pakan berserat tinggi dan mengubahnya menjadi

daging. Kemampuan itu menunjukkan hewan ruminansia memiliki proses

pencernaan yang khas (Sarwono & Ariyanto, 2005).

Lambung sapi, kerbau dan ruminansia lainnya terdiri dari 4 bagian yaitu:

rumen (Iambung pertama dengan kapasitas 100-230 liter pada sapi), retikulum

(lambung kedua atau disebut juga perut jala), omasum (Iambung ketiga atau perut

buku) dan abomasum (perut keempat atau perut sejati). Lambung sapi mulai

berfungsi sempurna setelah usianya menginjak 12 minggu. Dengan struktur perut

demikian, sapi dapat menelan banyak pakan dalam waktu singkat (Sarwono &

Ariyanto, 2005). Studi fisiologi ternak ruminansia, rumen dan retikulum sering

dipandang sebagai organ tunggal dengan sebutan retikulorumen (Sugoro, 2010).

Proses pencernaan pada hewan ruminansia terjadi secara mekanis di mulut.

fermentatif oleh mikroba pada rumen, dan secara hidrolisis oleh enzim-enzim

pencernaan di abomasum (Sarwono & Ariyanto, 2005). Pakan yang dikonsumsi

ruminansia memasuki saluran gastrointestinal melalui mulut, pakan dikunyah

sebentar, kemudian bercampur dengan saliva lalu ditelan masuk ke esofagus

menuju rumen (Gambar 3). Sebelum mengalami hidrolisis enzimatis di abomasum,

pakan ditampung sementara dalam retikulorumen (Sugoro, 2010).

Page 29: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...gan menggunakan 4 ekor kambing yang diberi dua jenis pakan, yaitu A (rumput gajah) selama dua minggu dan

14

Gambar 4. Degradasi pakan oleh mikroba rumen (Nalbandov, 1990).

Mikroba alami yang terdapat dalam retikulorumen melakukan fermentasi

secara anaerobik. Mikroba tersebut mendegradasi senyawa-senyawa kompleks

yang terkandung dalam bahan pakan termasuk selulosa dan hemiselulosa

(polisakarida) menjadi senyawa-senyawa sederhana sebagaimana tercantum pada

Gambar 4. Baik karbohidrat (serat kasar, gula, dan pati) maupun protein dapat

difermentasi oleh mikroba menjadi asam lemak volatil (VFA) yang kemudian

diserap oleh dinding rumen. Hasil sampingan fermentasi berupa gas CH4 dan CO2

dikeluarkan saat ternak bersendawa. Senyawa NH4 sebagai hasil fermentasi

mikroba terhadap protein dan urea pada akhirnya digunakan sebagai salah satu

substrat untuk sintesis protein mikroba, sedangkan protein yang tak terdegradasi

(protein by pass) akan lolos menuju abomasum untuk dicerna secara enzimatis.

Pemanfaatan polisakarida dalam rumen dilaksanakan oleh aktivitas secara

berurutan dari sekumpulan mikroba rumen yang berarti hasil degradasi dari suatu

mikroba dapat menjadi substrat bagi mikroba lain (Sugoro, 2010).

Laju proses pencernaan pakan ditentukan oleh lamanya pakan tertahan di

dalam rumen dan populasi mikroba yang berkembang dalam rumen. Semakin

banyak mikroba rumen, dan semakin lama pakan berada dalam rumen maka

semakin besar potensi pakan dapat diuraikan sehingga pada akhirnya meningkatkan

Page 30: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...gan menggunakan 4 ekor kambing yang diberi dua jenis pakan, yaitu A (rumput gajah) selama dua minggu dan

15

nutrien yang dapat diserap tubuh (Sarwono & Ariyanto, 2005). Ternak ruminansia

sebenarnya juga mencerna bakteri rumen di abomasum sebagai sumber nutrien,

termasuk protein mikroba hasil fermentasi dalam rumen. Bakteri rumen tersebut

bereproduksi sangat cepat untuk menjaga kestabilan populasinya (Leeson &

Summer, 1996). Pakan berserat (hijauan) yang dimakan ditahan untuk sementara di

dalam rumen. Saat hewan beristirahat, pakan yang telah berada dalam rumen

dikembalikan ke mulut (regurgitasi) untuk dikunyah kembali (remastikasi),

kemudian pakan ditelan kembali (redeglutisi). Selanjutnya pakan tersebut dicerna

lagi oleh enzim-enzim mikroba rumen (Kaunang, 2004).

Setelah melalui rumen, pakan masuk ke omasum melalui suatu katup. Pakan

mengalami penggilingan oleh gerakan peristaltik dinding omasum sehingga

partikel-partikel pakan menjadi lebih halus sekaligus terjadi penyerapan air.

Berikutnya, pakan masuk ke abomasum, tempat terjadinya proses pencernaan

secara enzimatis. Sekresi getah lambung yang mengandung enzim-enzim

pencernaan untuk menghidrolisis zat-zat gizi dalam pakan dihasilkan di abomasum.

Hasil pencernaan enzimatis tersebut diserap dalam usus halus (Sarwono &

Ariyanto, 2005). Abomasum juga disebut perut sejati karena memiliki kemiripan

fungsi dengan perut tunggal sebagaimana pada hewan non ruminansia (Blakely &

Bade, 1985). Kompleksitas sistem pencernaan ruminansia menjadi pembeda

dengan hewan non ruminansia menunjukkan bahwa pencernaan ternak ruminansia

telah berkembang sesuai jenis pakannya (Kamra et al., 1996).

2.6. Rumen dan Mikroorganisme Rumen

Rumen merupakan ruang fermentasi bagi populasi mikroba yang hidup di

dalamnya untuk membantu proses pencernaan pakan bagi ternak ruminansia.

Page 31: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...gan menggunakan 4 ekor kambing yang diberi dua jenis pakan, yaitu A (rumput gajah) selama dua minggu dan

16

Populasi mikroba dalam cairan rumen sangat padat, yaitu mengandung sekitar 1010

bakteri/ml, 106 protozoa/ml, dan 103 fungi/ml. Populasi protozoa dapat mencapai

setengah dari total seluruh biomassa mikroba rumen. Hal ini disebabkan protozoa

berukuran jauh lebih besar dari bakteri maupun fungi. Mikroba-mikroba tersebut

terspesialisasi dan beradaptasi untuk dapat hidup dan berkembang dalam rumen

dengan kisaran pH 5,7 - 7,3 dan kisaran temperatur 36°C - 41°C yang kondisinya

anaerob. Kehadiran oksigen justru menjadi toksik bagi mikroba rumen (Hungate,

1967).

Selain bakteri, protozoa dan fungi, diketahui pula kehadiran bakteriofag

dalam cairan rumen. Namun peranannya dalam proses fermentasi belum diketahui

secara pasti (Kamra et al., 1996 dan Ogimoto et al., 1981). Metabolisme mikroba

rumen dapat diketahui melalui beberapa parameter penting yang terukur yaitu:

produksi gas, nilai pH, kadar VFA dan kadar amonia. Produksi gas merupakan

parameter umum untuk menjelaskan laju fermentasi yang terjadi. Hasil sampingan

dari fermentasi dapat berupa gas-gas seperti H2, CO2, maupun CH4 (Veira, 1986).

Aktivitas fermentasi juga dapat diketahui dari nilai pH. Semakin tinggi laju

fermentasi berarti semakin banyak asam-asam organik yang dihasilkan sehingga

dapat menurunkan nilai pH. Kadar VFA menunjukkan hasil fermentasi mikroba

terhadap karbohidrat, sedangkan amonia merupakan hasil degradasi terhadap

protein. Maka, untuk menjelaskan kondisi mikroba rumen dapat diketahui melalui

parameter-parameter tersebut (Sugoro, 2010).

Di dalam rumen terdapat 1010 - 1012 bakteri per gram cairan rumen. Mayoritas

bakteri bersifat anaerobik, sedangkan bakteri anaerobik fakultatif dan aerobik

merupakan minoritas. Terdapatnya bakteri aerobik maupun anaerobik fakultatif

Page 32: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...gan menggunakan 4 ekor kambing yang diberi dua jenis pakan, yaitu A (rumput gajah) selama dua minggu dan

17

disebabkan kondisi rumen yang tidak mungkin sepenuhnya bebas dari oksigen,

walaupun hanya pada kadar yang sangat rendah. Berdasarkan morfologinya, bakteri

rumen dapat digolongkan menjadi tiga, yaitu kokus, batang, dan spiral. Berdasarkan

karakter struktur sel, terdapat bakteri Gram positif, Gram negatif, dan mikoplasma

(Ogimoto & Imai, 1981).

Lebih dari 200 jenis bakteri rumen telah diidentifikasi. Umumnya bakteri-

bakteri tersebut merupakan kelompok non spora anaerobik. Aktivitas dari suatu

bakteri dapat bervariasi antara satu strain dengan strain lainnya. Demikian pula total

jumlah bakteri dan populasi relatif dari jenis individual bervariasi tergantung jenis

pakannya (McDonald et al., 2011). Bakteri rumen berperan penting dalam

degradasi pakan. Sebagian bakteri rumen mendegradasi selulosa (selulolitik), ada

pula yang mendegradasi hemiselulosa dan pati. Beberapa jenis bakteri mampu

memanfaatkan asam-asam organik sebagai substrat, sedangkan jenis lainnya

mampu memfermentasi protein dan lipid (Krehbiel et al., 2006 dan Kamra et al.,

1996).

Populasi protozoa rumen dalam jumlah besar dapat menurunkan kadar

protein mikrobial yang tersedia untuk dicerna dalam usus halus (Sugoro &

Yunianto, 2006). Contoh dari bakteri metanogen diantaranya methanobacterium,

methanobrevibacter, dan methanothermobacter (Lampiran 1) (Liu & Whitman,

2008).

2.7. Fermentasi dalam Cairan Rumen

Rumen merupakan tempat terjadinya fermentasi yang didalamnya terdapat

mikroba dengan kondisi anaerobik (Aurora, 1995). Di dalam rumen, polisakarida

dihidrolisa menjadi monosakarida oleh enzim-enzim mikroba rumen, kemudian

Page 33: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...gan menggunakan 4 ekor kambing yang diberi dua jenis pakan, yaitu A (rumput gajah) selama dua minggu dan

18

monosakarida tersebut seperti glukosa difermentasi menjadi VFA berupa asetat,

propionat, butirat dan hasil samping berupa gas metana serta CO2 (Knapp et al.,

2014 dan Li et al., 2015) seperti reaksi berikut:

a. Jalur polisakarida−Glukosa

(C6H12O6)n → nC6H12O6

b. Jalur glukosa−Asam asetat

C6H12O6 + 4H2O → 2 CH3COO− + 2HCO3− + 4H+ + H2

c. Jalur glukosa – Asam propionat

C6H12O6 + 2H2 → 2CH3CH2COO− + 2H2O + 2H+

d. Jalur glukosa – Asam butirat

C6H12O6 + 2H2O → CH3CH2CH2COO− + 2HCO3− + 3H+ + 2H2

e. Penguraian asam butirat menjadi asam asetat oleh mikroba asetonotrof

CH3CH2CH2COO− + 2H2O → 2CH3COO− + 2H2 + 2H+

CH3CH2COO− + 3H2O → CH3COO− + H+ + HCO3− + 3H2

CH3CH2COO− + 2H2O → CH3COO− + 3H2 + CO2

f. Katabolisme metanol oleh bakteri metilotrof

CH3OH HCHO HCOOH CO2

g. Pembentukan gas metana oleh mikroba hidrogenotrof

CO2 + 4H2 → CH4 + 2H2O

Gas CO2 dan CH4 dilepas ke atmosfer oleh ternak melalui mulut dan lubang

hidung. Kedua gas tersebut dihasilkan melalui fermentasi di rumen dan sebanyak

89% diekskresikan melalui pernapasan sedangkan sisanya melalui anus. Gas CO2

yang terlarut dalam cairan rumen dapat bereaksi dengan H2 dan diinisiasi oleh

enzim hidrogenase akan diubah menjadi CH4. Gas CO2 yang tidak sempat bereaksi

enzim

enzim

Metanol dehidrogenase Ribulose-S-P glycine

Page 34: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...gan menggunakan 4 ekor kambing yang diberi dua jenis pakan, yaitu A (rumput gajah) selama dua minggu dan

19

dengan H2 akan tetap dilepas bersama-sama dengan gas CH4 ke udara (Broucek,

2014).

2.8. Kambing Kacang

Klasifikasi kambing kacang (Capra aegagrus hircus) (Gambar 5) termasuk

Kerajaan: Animalia, Filum: Chordata, Kelas: Mammalia, Ordo: Artiodactyla, Sub

ordo: Selenodantia, Familia: Bovidae, Subfamily: Caprinae, Genus: Capra,

Spesies: C. aegagrus, Subspecies: C. a. hircus. Kambing kacang adalah salah satu

kambing lokal di Indonesia dengan populasi yang cukup tinggi dan tersebar luas.

Kambing kacang memiliki ukuran tubuh yang relatif kecil. Kambing ini telah

beradaptasi dengan lingkungan setempat, dan memiliki keunggulan pada tingkat

kelahiran. Kambing ini memiliki tanduk baik jantan maupun betina. Secara umum

warna tubuhnya adalah gelap dan coklat (Mahmilia & Tarigan, 2004).

Gambar 5. Kambing kacang (www.cottonwoodcreekblackboers.com, 2017).

2.9. Gas Metana

Metana yang dianggap sebagai polutan atmosfer merupakan produk alami

dari fermentasi mikroba anaerobik (Thauer, 1998). Emisi gas metana pada hewan-

hewan ruminansia berasal dari 2 sumber yaitu berasal dari hasil fermentasi saluran

pencernaan (enteric fermentation) dan kotoran. Dari 2 sumber ini, produksi metana

Page 35: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...gan menggunakan 4 ekor kambing yang diberi dua jenis pakan, yaitu A (rumput gajah) selama dua minggu dan

20

enteric fermentation memberikan kontribusi sekitar 94% dari total emisi metana

dari sektor peternakan (Hidayah, 2016). Emisi metana ini tidak hanya berkontribusi

terhadap pemanasan global, tetapi juga merugikan ternak karena sekitar 6%−10%

dari energi bruto pakan yang dikonsumsi ternak ruminansia hilang sebagai metana

(Jayanegara, 2008). Pengambilan gas metana dapat dilakukan dengan beberapa

teknik. Diantaranya dengan teknik pernapasan, ruang akumulasi dan teknik

pengambilan gas in situ, termasuk pelacak dan kapsul sensor gas (Hill et al., 2015).

Emisi gas metana yang berasal dari ternak ruminansia pada negara maju

berbeda dengan emisi gas metana di negara berkembang, tergantung pada faktor-

faktor seperti spesies hewan, reproduksi, pH cairan rumen, rasio asetat dengan

propionat, populasi metanogen, komposisi pakan dan jumlah konsentrasi pakan.

Sapi merupakan salah satu ternak ruminansia yang paling berkontribusi terhadap

efek rumah kaca melalui emisi gas metana diikuti oleh domba, kambing dan kerbau.

Perkiraan emisi metana pada sapi; kerbau; domba dan kambing di negara maju

adalah 150,7; 137; 21,9 dan 13,7 (g/hewan/hari) (Sejian et al., 2011 dan Sofyan,

2016). Pembentukan gas metana di dalam rumen terjadi melalui reaksi sebagai

berikut.

CO2 + 4H2 → CH4 + 2 H2O (metanogenesis)

2.10. Strategi Menurunkan Gas Metana dari Sektor Peternakan Ruminansia

Gas metana dapat direduksi dengan menggunakan berbagai sumber.

Diantaranya dengan menggunakan tanin dari Sanguisorba (Adam & Pers-kamczyc,

2016), limbah industri minyak kelapa sawit phospholine gum (Asyifah et al., 2017),

dan ekstrak tanin dari Monensin (Junior et al., 2017), pakan berbasis minyak kelapa

sawit (PO), decanter cake diet (DCD), palm kernel cake diet (PKCD) (Abubakr et

Page 36: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...gan menggunakan 4 ekor kambing yang diberi dua jenis pakan, yaitu A (rumput gajah) selama dua minggu dan

21

al., 2014), jerami padi (Syaputra et al., 2013), probiotik khamir R1 dan R2

(Wahyono et al., 2011), ekstrak daun pepaya (Sairullah et al., 2016), probiotik

BIOS-K2 (Sugoro et al., 2014), teh saponin (Guyader et al., 2017), kandungan

saponin Yucca schidigera dan Quillaja saponaria (Holtshausen et al., 2009),

limbah sereh (Cymbopogon winterianus) (Manurung et al., 2015), jerami padi

dengan T. viride, dedak padi dengan A. niger, onggok dengan A. luchuensis dan S.

cereviseae (Suwandyastuti, 2013), dan konsentrat (dedak padi, bungkil sawit,

onggok, kulit kopi, kulit singkong, tetes tebu, garam, urea, dan kapur) (Gustiar &

Suwignyo, 2014) (Lampiran 2).

2.11. Teknik In vivo

In vivo adalah bahasa Latin untuk “dalam organisme hidup” mengacu pada

penelitian yang dilakukan menggunakan subjek manusia atau hewan. Teknik in vivo

dalam penelitian ini menggunakan organisme hidup yaitu kambing yang telah

diberi perlakuan pakan rumput gajah yang ditambahkan limbah serai wangi

kemudian diambil cairan rumennya.

Secara umum terdapat dua teknik untuk mendapatkan cairan rumen yaitu

dengan cara pengambilan melalui ternak fistula dan dengan cara menggunakan

selang (Gunawan et al., 1988). Seringkali, hasil percobaan secara in vivo tidak

selalu sama dengan percobaan in vitro, karena percobaan in vivo pada ternak hidup

mengacu pada sistem terbuka, sedangkan percobaan in vitro sistem tertutup. Pada

sistem terbuka, setiap saat selalu ada masukkan berupa bahan pakan sebagai sumber

nutrien dan O2 melalui pernapasan, penyerapan hasil pencernaan, serta ada keluaran

berupa sisa pencernaan, sisa metabolisme, maupun CO2 melalui pernapasan,

Page 37: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...gan menggunakan 4 ekor kambing yang diberi dua jenis pakan, yaitu A (rumput gajah) selama dua minggu dan

22

sedangkan pada sistem tertutup hanya ada satu kali masukkan bahan pakan

(Suwandyastuti, 2013).

2.12. Gas Analyzer

Gas Analyzer merupakan sebuah analisa gas inframerah yang mengukur gas

dengan menentukan penyerapan cahaya inframerah yang dipancarkan sumber

melalui sampel udara tertentu (Gambar 6). Konsep ini dapat dipahami sebagai

pengujian seberapa banyak cahaya itu diserap oleh udara. Molekul yang berbeda di

udara menyerap frekuensi cahaya yang berbeda. Udara dengan banyak gas tertentu

akan menyerap lebih banyak frekuensi tertentu memungkinkan sensor untuk

melaporkan konsentrasi tinggi dari molekul yang sesuai (Thomas & Haider, 2013).

Gambar 6. Gas Analyzer (www.mru-instruments.com)

2.13. Kromatografi Gas

Kromatografi gas adalah teknik kromatografi yang digunakan untuk

memisahkan senyawa organik yang mudah menguap. Senyawa-senyawa tersebut

harus mudah menguap dan stabil pada temperatur pengujian, yaitu dari 50 sampai

300°C. Jika senyawa tidak mudah menguap atau tidak stabil pada temperatur

pengujian, maka senyawa tersebut bisa diderivatisasi agar dapat dianalisis dengan

kromatografi gas (Harvey, 2000). Dalam kromatografi gas terdapat fase gerak yang

berupa gas, biasanya gas yang dipakai adalah gas inert atau tidak mudah bereaksi

Page 38: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...gan menggunakan 4 ekor kambing yang diberi dua jenis pakan, yaitu A (rumput gajah) selama dua minggu dan

23

seperti Helium dan Nitrogen. Stationary atau fasa diam merupakan tahap

mikroskopis lapisan cair atau polimer yang mendukung gas murni, di dalam bagian

dari sistem pipa-pipa kaca atau logam yang disebut kolom (Fowlis & Ian A, 1998).

Prinsip dasar dari kromatografi gas adalah cara pemisahan kromatografi

menggunakan gas sebagai fase gerak. Zat yang akan dipisahkan dilewatkan dalam

kolom yang diisi dengan fasa diam yang terdiri dari bahan yang halus, dan biasanya

bersifat polar. Gas pembawa akan mengalir melalui kolom dengan kecepatan tetap,

memisahkan zat dalam gas atau cairan, atau dalam bentuk padat pada keadaan

normal, dalam kromatografi gas eluen yang akan keluar terlebih dahulu ialah eluen

yang memiliki titik didih yang lebih rendah yang dibawa bersama dengan fase gerak

(gas), dan eluen yang memiliki titik didih lebih tinggi akan tertahan lebih lama

dalam fasa diam. Komponen campuran dapat diidentifikasi dengan menggunakan

waktu tambat (waktu retensi) yang khas pada kondisi yang tepat. Waktu mati ialah

waktu yang menunjukkan berapa lama suatu senyawa tertahan dalam kolom

(Harvey, 2000). Secara umum bagian-bagian dari kromatografi gas adalah sebagai

berikut (Gambar 7):

Gambar 7. Bagan komponen Instumentasi Kromatografi Gas (Harvey, 2000).

2.14. Total Plate Count

Total bakteri/Total Plate Count (TPC) merupakan salah satu metode yang

dapat digunakan untuk menghitung jumlah mikroba dalam bahan. Metode hitungan

Page 39: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...gan menggunakan 4 ekor kambing yang diberi dua jenis pakan, yaitu A (rumput gajah) selama dua minggu dan

24

cawan (TPC) merupakan metode yang paling banyak digunakan dalam analisa,

karena koloni dapat dilihat langsung dengan mata tanpa menggunakan mikroskop.

Untuk menghitung total bakteri dengan metode cawan digunakan Nutrient Agar

(NA) (Feliatra, 1999).

Menurut Alaerts & Santika (1984) standard plate count dipergunakan untuk

menentukan kerapatan bakteri aerob dan anaerob. Penentuan dengan cara ini

merupakan pengukuran empiris saja, oleh karena tiap spesies bakteri membentuk

koloni tersendiri dalam pertumbuhannya. Semua bakteri dari sampel akan tumbuh

pada media tertentu dan setiap golongan bakteri akan tumbuh menjadi satu koloni

yang spesifik, sehingga jumlah bakteri dapat diketahui dengan menghitung jumlah

koloni.

Media adalah suatu substrat untuk menumbuhkan bakteri yang menjadi padat

dan tetap tembus pandang pada suhu inkubasi (Pelczar & Chan, 1986). Pada

umumnya dibutuhkan pengenceran sampel, yang tergantung dari perkiraan

populasi bakteri. Semakin tinggi konsentrasi bakteri maka semakin kecil volume

sampel yang diperlukan, agar jumlah koloni dapat dihitung. Air pengencer yang

digunakan harus selalu mengandung garam nutrient. Secara umum, metode

penanaman dapat dibedakan atas dua macam yaitu metode tuang (pour plate) dan

metode sebar (spread plate) (Mukhlis, 2008). Bakteri akan bereproduksi pada

medium agar dan membentuk koloni setelah 18-24 jam inkubasi. Untuk

menghitung jumlah koloni dalam cawan petri dapat digunakan alat ’colony counter’

yang biasanya dilengkapi dengan pencatat elektronik (Nurhayati & Samallo, 2013).

Page 40: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...gan menggunakan 4 ekor kambing yang diberi dua jenis pakan, yaitu A (rumput gajah) selama dua minggu dan

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1. Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari 2018 sampai dengan April

2018 dan dilakukan di Laboratorium Nutrisi Ternak, Badan Teknologi Nuklir

Nasional (PAIR−BATAN), Pasar Jumat, Jakarta Selatan.

3.2. Alat dan Bahan

Alat-alat yang digunakan adalah alat-alat gelas schott Duran®, sentrifuge, pH

meter 765 calimatic knick®, oven Fisher®, desikator, termos, neraca analitik

Sartorius®, tanur Pyrolbo®, cawan porselin, cawan Conway, mikropipet

Eppendorf®, destilator Glascol®, buret, waterbath, microtube, sentrifuge Hitachi®,

grinder Fritsch® Standard Funnel V2A 14304, syringe glass, gas bags, batang L,

inkubator, gas analyzer MRU®, dan Kromatografi Gas (GC).

Hewan uji yang digunakan adalah kambing jantan berusia 2 tahun sebanyak

4 ekor sebagai ulangan. Bahan-bahan yang digunakan adalah rumput gajah

(Pennisetum purpureum) diperoleh dari BATAN Pasar Jum’at dan limbah serai

wangi (Cymbopogon nardus L.) yang berasal dari pabrik minyak atsiri di desa

Cibunian kecamatan Pamijahan kabupaten Bogor, akuades, Na2CO3, NaOH, K/Na

tartat, CuSO4.5H2O, H2SO4, H3BO3, K2CO3, indikator brom cresol green, indikator

metil red, HCl, gliserin, selulosa, lignin, protein, CH3COOH, CH3OH, larutan folin

Merck®, polyvinyl polypyrrolidone (PVPP), larutan standar asam tanin (0,1 mg/ml),

reagen butanol-HCl (butanol-HCl 95:5 v/v), reagen Ferric (2% ferric ammonium

sulfate dalam 2 N HCl).

Page 41: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...gan menggunakan 4 ekor kambing yang diberi dua jenis pakan, yaitu A (rumput gajah) selama dua minggu dan

26

3.3. Bagan Alur Penelitian

Persiapan Sampel

Analisis

Komposisi

Nutrisi Sampel

- BK/BO

- Lemak

- Protein

- Tanin

Rumput

Gajah

Rumput Gajah +

Limbah Serai

Wangi

Uji In Vivo pada

Kambing jantan berusia

2 tahun sebanyak 4 ekor

Analisis Cairan

Rumen Kambing:

- pH

- Amonia

- VFA Parsial

- Protein Mikroba

-Total Mikroba

PBBH

Emisi Gas Metana

Pemberian Pakan

Minggu ke- 2

Pemberian Pakan

Minggu ke- 1

Analisis Data

Page 42: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...gan menggunakan 4 ekor kambing yang diberi dua jenis pakan, yaitu A (rumput gajah) selama dua minggu dan

27

3.4. Prosedur Kerja

3.4.1. Persiapan Sampel Pakan

Pakan yang digunakan terdiri dari serbuk limbah serai wangi serta hijauan

rumput gajah. Daun rumput gajah diperoleh dengan cara memanen langsung dari

Kebun. Setelah itu, dicacah dan dioven selama 5 hari pada suhu 60 0C. Kemudian

digerus dengan menggunakan blender dan disaring dengan saringan ukuran 100

mesh. Hal yang sama dilakukan pula pada limbah serai wangi. Serbuk limbah serai

wangi dan rumput gajah selanjutnya digunakan untuk pengujian komposisi nutrisi.

Selain untuk analisis komposisi nutrisi, serbuk limbah serai wangi digunakan pula

untuk perlakuan pada uji in vivo. Hijauan rumput gajah segar yang digunakan

sebagai pakan basal saat uji in vivo, dipersiapkan sehari sebelum pemberian pakan.

3.4.2. Analisis Komposisi Nutrisi Sampel

3.4.2.1. Uji Bahan Kering, Bahan Organik dan Bahan Abu (Sudarmadji, 1997)

Uji bahan kering, organik, dan abu dilakukan dengan mengeringkan sampel

pada oven dengan suhu 105 oC selama 24 jam, lalu dilakukan pemanasan dalam

tanur dengan suhu 550 oC selama 6 jam. Hal yang dilakukan pertama yaitu

menimbang cawan kosong (Bo). Selanjutnya, sampel yang sudah menjadi serbuk

ditimbang (Bs). Kemudian, sampel + cawan dimasukkan dalam oven bersuhu 105

oC selama 24 jam. Setelah itu, sampel dikeluarkan dari oven dan dipindahkan pada

desikator selama 30 menit dan kemudian ditimbang (Bt 105 oC) untuk dihitung

sebagai berat kering (%BK) dengan rumus:

% 𝐵𝐾 = (𝐵𝑡105𝑜𝐶 − 𝐵𝑜)

(𝐵𝑠 − 𝐵𝑜) × 100%

Page 43: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...gan menggunakan 4 ekor kambing yang diberi dua jenis pakan, yaitu A (rumput gajah) selama dua minggu dan

28

Setelah ditimbang, sampel + cawan tersebut dimasukkan dalam tanur bersuhu

550 oC selama 6 jam. Kemudian, sampel + cawan ditimbang sebagai Bt 550 oC untuk

dihitung sebagai berat abu (%BA) dengan rumus:

%𝐵𝐴 = (𝐵𝑡550𝑜𝐶 − 𝐵𝑜)

(𝐵𝑡105𝑜𝐶 − 𝐵𝑜) × 100%

Penentuan berat organik (%BO) digunakan rumus:

%𝐵𝑂 = %𝐵𝐾 − %𝐵𝐴

3.4.2.2. Uji Kuantitatif Total Fenol dan Tanin (Harbone, 1996)

3.4.2.2.1. Ekstraksi Sampel

Sampel daun limbah serai wangi dan rumput gajah sebanyak 0,2 g

dimasukkan dalam tabung reaksi dan ditambahkan 10 ml aseton 70%. Sel dipecah

menggunakan alat sonikator selama 20 menit. Selanjutnya disentrifugasi.

3.4.2.2.2. Penentuan Total Fenol

Supernatan hasil ekstraksi yang telah diperoleh diambil sebanyak 1 ml dan

dimasukkan dalam tabung reaksi, kemudian ditambahkan 0,5 ml reagen folin dan

2,5 ml sodium karbonat. Larutan didalam tabung dihomogenkan dengan vortex

kemudian didiamkan pada suhu kamar selama 40 menit. Setelah 40 menit dibaca

absorbansinya dengan menggunakan spektrofotometer pada ƛ 725 nm.

Perhitungannya dengan memasukan hasil pembacaan spektrofotometer kedalam

persamaan regresi yang diperoleh dari kurva standart.

3.4.2.2.3. Penentuan Total Tanin

Dalam tabung reaksi dimasukkan 100 mg polivinilpolipyroledone (PVPP).

Ditambahkan 1 ml aquades dan 1 ml ekstrak tanin (100 mg PVPP cukup untuk

mengikat 2 mg total phenol) dihomogenkan dengan vortex. Tabung yang berisi

Page 44: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...gan menggunakan 4 ekor kambing yang diberi dua jenis pakan, yaitu A (rumput gajah) selama dua minggu dan

29

larutan diinkubasi selama 15 menit dalam refrigerator. Tabung yang berisi larutan

dihomogenkan kembali dan disentrifugasi pada 3000 g selama 10 menit.

Supernatan dimasukkan kedalam tabung reaksi digunakan untuk penentuan

total fenol non tanin seperti pada penentuan total fenol, diambil 1 ml dimasukkan

kedalam tabung reaksi, ditambahkan 0,5 ml reagen folin dan 2,5 ml sodium

karbonat. Larutan didalam tabung dihomogenkan dengan vortex kemudian

didiamkan pada suhu kamar selama 40 menit. Setelah 40 menit dibaca

absorbansinya dengan menggunakan spektrofotometer pada ƛ 725 nm.

Perhitungannya dengan memasukkan hasil pembacaan spektrofotometer kedalam

persamaan regresi yang diperoleh kurva standart. Total tanin yang dihasilkan

diperoleh dari total fenol dikurangi dengan total fenol non tanin.

3.4.2.2.4. Penentuan Tanin Kondensasi

Analisis penentuan tanin kondensasi yaitu diambil sebanyak 0,5 ml ekstrak

daun kemudian dimasukkan dalam tabung hungate. Masing-masing tabung hungate

ditambahkan 3 ml reagen butanol-HCl dan 0,1 ml dari reagen ferric, kemudian

tabung yang berisi larutan dihomogenkan dengan vortex. Masing-masing tabung

ditutup, kemudian dimasukkan dalam waterbath selama 60 menit dengan suhu 97–

100 0C.

Tabung yang berisi larutan didinginkan pada suhu ruang, setelah dingin dibaca

absorbansi dengan menggunakan spektrofotometer pada ƛ 550 nm. Diukur juga

blanko, yaitu campuran tanpa pemanasan. Tanin kondensasi dihitung dengan

formula sebagai berikut: (Absorbansi 550 nm x 78,26 x faktor pengenceran) /

(%DM).

Page 45: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...gan menggunakan 4 ekor kambing yang diberi dua jenis pakan, yaitu A (rumput gajah) selama dua minggu dan

30

3.4.2.3. Uji Kadar Lemak dengan Metode Ekstraksi Soxhlet (Sudarmadji,

1997)

Uji kadar lemak dilakukan dengan menimbang sampel sebanyak 1 g (x g),

lalu dibungkus dengan kertas saring bebas lemak dan dimasukkan ke oven bersuhu

105 oC selama satu malam. Bungkus sampel tersebut ditimbang tanpa perlu

pendinginan (y g), kemudian dimasukkan ke sokhlet. Selanjutnya adalah diekstraksi

dengan petroleum eter selama 6 jam. Bungkusan sampel dioven semalaman dengan

suhu 105 oC, ditimbang tanpa perlu pendinginan (z g). nilai lemak kasar dapat

diketahui dengan rumus (Sudarmadji, 1997) :

𝐿𝑒𝑚𝑎𝑘 𝐾𝑎𝑠𝑎𝑟 = 𝑦 − 𝑧

𝑥

3.4.2.4. Uji Kadar Protein dengan Metode Kjedahl

Uji kadar protein menggunakan metode Kjedahl yaitu 0,5 g serbuk limbah

serai wangi dan rumput gajah diberi selenium dan 5 ml H2SO4 pekat. Selanjutnya,

didestruksi selama 30 menit – 1 jam hingga terjadi perubahan berwarna jernih.

Ekstrak tersebut diencerkan dengan aquadest hingga 50 ml dan ditambahkan 15 ml

NaOH 50%, lalu didestilasi selama 15 menit dan ditampung dengan 10 ml HCl 0,1

N ditetesi indikator metil merah sebanyak 3 tetes dan selanjutnya dititrasi dengan

NaOH 0,1 N. titik akhir titrasi ditandai dengan warna larutan dari merah muda

menjadi kuning (Plummer, 1971 dan Higea et al., 2015).

𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑁 = vol NaOH x N NaOH x Ar N x fp

berat contoh (mg) 𝑥 100%

% 𝐾𝑎𝑑𝑎𝑟 𝑝𝑟𝑜𝑡𝑒𝑖𝑛 = 𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑁 𝑥 𝑓𝑎𝑘𝑡𝑜𝑟 𝑘𝑜𝑛𝑣𝑒𝑟𝑠𝑖

Page 46: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...gan menggunakan 4 ekor kambing yang diberi dua jenis pakan, yaitu A (rumput gajah) selama dua minggu dan

31

3.4.3. Pengujian Limbah Serai Wangi Sebagai Pakan Tambahan Secara

In Vivo Pada Kambing

Kambing jantan sebanyak 4 ekor sebagai ulangan disiapkan dan

dikandangkan. Pakan hijauan yang diberikan adalah rumput gajah selama 14 hari

penelitian. Kambing diberi pakan setiap hari pada pagi hari sebanyak 10% dari

bobot badan. Pemberian serbuk limbah serai wangi diberikan setelah 7 hari.

Kambing yang telah diberikan perlakuan kemudian dilakukan pengukuran terhadap

Pertambahan Bobot Badan Harian (PBBH) dan gas metana. Gas metana diambil

pada hari ke- 4 dan 11 sedangkan cairan rumen diambil dengan menggunakan

selang vakum pada hari ke- 5 dan 12 untuk dinalisa pH, amonia, VFA parsial,

protein mikroba, dan analisis populasi mikroba. Waktu pengambilan sampel

tersebut didasarkan izin komisi etik BATAN agar hewan uji tidak dalam kondisi

stres.

Tabel 2. Tabel perlakuan.

waktu Perlakuan Rumput Gajah Limbah Serai Wangi

Minggu pertama A -

Minggu kedua B

3.4.4. Pengukuran Parameter

3.4.4.1. Pengukuran Pertambahan Bobot Badan Harian (PBBH)

Pengukuran Pertambahan Bobot Badan Harian (PBBH) dilakukan dengan

kambing ditimbang pada hari ke 0, 5 dan 12 dengan menggunakan timbangan

(Sudarmadji, 1997). Data yang diperoleh dihitung dengan rumus sebagai berikut:

PBBH (g

hari⁄ ) =Bt − Bo

t

Page 47: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...gan menggunakan 4 ekor kambing yang diberi dua jenis pakan, yaitu A (rumput gajah) selama dua minggu dan

32

Keterangan :

Bt = berat pada hari ke- t

Bo = berat awal

t = waktu (hari)

3.4.4.2. Pengambilan dan Pengukuran Sampel Gas Metana (Hill et al., 2015)

Pengambilan sampel gas dilakukan pada hari ke- 4 dan 11 setelah 3 dan 6 jam

pemberian pakan atau perlakuan. Masker yang sudah terhubung ke gas bags

dipasangkan pada bagian mulut kambing (Gambar 8 A). Gas akan mengalir melalui

selang dan masuk ke dalam gas bags. Pengambilan gas dilakukan selama 30 menit.

Kemudian, gas yang tertampung pada gas bags tersebut dianalisis menggunakan

gas analyzer MRU untuk mengetahui konsentrasi gas metana (Gambar 8 B).

Gambar 8. Pengukuran emisi gas metana.

Vacum

Page 48: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...gan menggunakan 4 ekor kambing yang diberi dua jenis pakan, yaitu A (rumput gajah) selama dua minggu dan

33

3.4.4.3. Proses Pengukuran Parameter Uji Cairan Rumen Kambing

3.4.4.3.1. Pengukuran Derajat Keasaman (pH) (Plummer, 1971)

Sampel cairan rumen diambil pada hari ke- 5 dan 12 sebanyak 50 ml

dipindahkan dalam erlenmeyer kemudian diukur dengan menggunakan pH meter.

3.4.4.3.2. Pengukuran Kadar Amonia (NH3) dengan Metode Mikrodifusi

Conway (General Laboratory Procedure, 1966)

Sampel cairan rumen dimasukkan sebanyak 1 mL ke dalam salah satu sekat

Conway. Sebanyak 1 mL K2CO3 dimasukkan pada sekat yang lainnya dan cawan

kecil ditengah Conway diisi dengan 1 mL H3BO4 4% dan indikator conway (warna

larutan merah bata) yang diambil dengan menggunakan pipet. Bagian tepi Conway

diolesi dengan vaselin kemudian ditutup. Selanjutnya cawan Conway digoyang-

goyang agar cairan rumen dan kalium karbonat tercampur. Sampel dibiarkan

selama satu jam hingga larutan pada cawan kecil di bagian tengah Conway berubah

menjadi kebiruan yang menandakan adanya amonia yang terikat dengan asam

borat. Larutan hasil mikrodifusi Conway dititrasi dengan HCl 0,005 N sampai

warna kebiruan tersebut berubah kembali menjadi merah bata. Kadar amonia

dihitung dengan rumus berikut:

N-Amonia (mM)= N HCl x V HCl (ml) 𝑥 1000

Keterangan:

VHCl = Volume titrasi HCl

NHCl = Normalitas HCl (0,005 N)

3.4.4.3.3. Pengukuran Konsentrasi VFA Parsial (Cottyn & Boucpue, 1968)

Pengukuran konsentrasi VFA parsial menggunakan alat kromatografi gas

(GC). Sampel cairan rumen sebanyak 5 ml dimasukkan kedalam yellow tube dan

Page 49: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...gan menggunakan 4 ekor kambing yang diberi dua jenis pakan, yaitu A (rumput gajah) selama dua minggu dan

34

ditambahkan dengan asam sulfat (H2SO4) 15% sebanyak 1 ml. Sampel kemudian

diinjeksikan ke dalam GC. Perbedaan partisi atau absorbsi pada fase diam (kolom)

dan fase gerak (gas) memunculkan puncak pada layar monitor GC. Dengan

membaca kromatogram standar acuan VFA yang konsentrasinya telah diketahui,

maka VFA sampel tersebut dapat diukur. Konsentrasi VFA parsial kemudian

dihitung dengan rumus berikut :

VFA (mM) =Area VFA contoh × kandungan VFA standar × 1000

Area VFA standar × BM

Keterangan:

VFA = Volatile fatty acid (asetat, propionat dan butirat).

BM = Berat molekul VFA parsial.

3.4.4.3.4. Pengukuran Protein Bakteri dan Protozoa (Uji Lowry) (Lowry et al.,

1951)

Mikrotub kosong dimasukkan ke dalam oven dengan suhu 105 ˚C selama 1

jam. Mikrotub dimasukkan ke dalam desikator selama 15 menit, lalu ditimbang

bobot awal (B0). Sampel cairan rumen sebanyak 1,5 ml dimasukkan ke dalam

Mikrotub. Sampel disentrifugasi dengan kecepatan 1500 rpm selama 10 menit

hingga membentuk supernatan dan endapan. Supernatan yang terbentuk

dipindahkan ke dalam Mikrotub baru. Mikrotub tersebut disentrifugasi dengan

kecepatan 3500 rpm selama 10 menit hingga membentuk endapan. Endapan yang

terbentuk adalah protozoa. Supernatan yang terbentuk, dipindahkan ke Mikrotub

lain dan disentrifugasi dengan kecepatan 10,000 rpm selama 10 menit dan

menghasilkan endapan. Endapan yang terbentuk adalah bakteri. Mikrotub yang

berisi protozoa dan bakteri dimasukkan ke dalam oven dengan suhu 60 ˚C selama

24 jam lalu dipindahkan ke dalam oven dengan suhu 105 ˚C selama satu jam.

Page 50: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...gan menggunakan 4 ekor kambing yang diberi dua jenis pakan, yaitu A (rumput gajah) selama dua minggu dan

35

Mikrotub diletakkan dalam desikator selama 15 menit kemudian ditimbang bobot

akhir (Bt). Biomassa bakteri dan protozoa dapat dihitung dengan rumus:

Biomassa = Bt – B0

Mikrotub hasil dari sentrifugasi yang berisi protozoa dan bakteri ditambahkan

NaOH sebanyak 0,5 ml. Mikrotub disonikasi selama 15 menit. Sampel dipindahkan

ke tabung reaksi dan ditambahkan larutan Lowry I sebanyak 0,5 ml. Terdapat 4

tabung reaksi yang digunakan sebagai standar yang diisi dengan 0,015, 0,025, 0,05

dan 0,1 albumin. Keempat tabung reaksi tersebut ditambahkan 0,485, 0,475, 0,45

dan 0,40 akuades dan ditunggu selama 10 menit. Larutan Lowry II sebanyak 0,25

ml ditambahkan ke dalam masing-masing tabung reaksi dan ditunggu selama 30

menit. Hasilnya diukur nilai absorbansinya menggunakan spektrofotometer dengan

panjang gelombang 700 nm.

3.4.4.3.5. Analisis Populasi Mikroorganisme (Lay, 1994)

Sebanyak 0,1 ml sampel cairan rumen diencerkan dengan menggunakan

larutan NaCl 0,85% sebanyak 10 kali. Sebanyak 0,1 ml dari dari masing-masing

pengenceran diteteskan ke atas permukaan media agar selulosa untuk mengetahui

total bakteri selulolitik, penambahan lignin untuk mengetahui total bakteri

lignolitik, penambahan gliserin untuk mengetahui total bakteri lipolitik,

penambahan protein untuk mengetahui total bakteri proteolitik, penambahan

metanol untuk mengetahui total bakteri metilotrof, penambahan hidrogen untuk

mengetahui total bakteri hidrogenotrof, dan penambahan asetat untuk mengetahui

total bakteri asetonotrof. Komposisi media mikroba dapat dilihat pada Lampiran 3.

Sampel kemudian diratakan dengan batang L. Proses pengerjaan dilakukan di

dalam Laminair Anaerob. Setelah itu, semua media yang telah ditetesi sampel,

Page 51: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...gan menggunakan 4 ekor kambing yang diberi dua jenis pakan, yaitu A (rumput gajah) selama dua minggu dan

36

ditempatkan di dalam anaerobic jar dan diinkubasi di dalam inkubator pada suhu

39 0C selama 5 hari. Setelah itu dilakukan perhitungan jumlah koloni mikroba pada

sampel.

3.4.5. Analisis Data

Data hasil pengukuran diolah secara statistik dengan menggunakan metode

Rancangan Acak Lengkap (RAL) melalui perhitungan T test dengan batas

kepercayaan sebesar 95% (α = 0,05) untuk membandingkan semua parameter dari

dua perlakuan pengujian in vivo pada cairan rumen kambing yang telah diberikan

pakan rumput gajah (A) dan penambahan limbah serai wangi (B).

Pengujian hipotesis berdasarkan pada ketetapan Ho dan H1:

Ho : perlakuan pakan tambahan tidak berpengaruh terhadap kualitas cairan rumen,

PBBH dan gas metana kambing jantan.

H1 : perlakuan pakan tambahan berpengaruh terhadap kualitas cairan rumen, PBBH

dan gas metana kambing jantan.

Jika p<0,05 maka H0 ditolak dan H1 diterima.

Jika p>0,05 maka H0 diterima dan H1 ditolak.

Page 52: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...gan menggunakan 4 ekor kambing yang diberi dua jenis pakan, yaitu A (rumput gajah) selama dua minggu dan

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Analisis Komposisi Nutrisi Sampel

Hasil analisis komposisi nutrisi sampel menunjukkan hasil yang berbeda pada

setiap parameter pakan yang meliputi berat kering (BK), berat organik (BO), berat

abu (BA), kadar lemak kasar (LK), protein kasar (PK), karbohidrat, total fenol, dan

tanin (Tabel 3). Hal ini terjadi karena adanya perbedaan jenis tanaman, yaitu rumput

gajah dan limbah serai wangi hasil destilasi.

Tabel 3. Komposisi nutrisi pakan rumput gajah dan limbah serai wangi

Parameter Rumput gajah Limbah serai wangi

Berat kering (%) 96,43 ± 0,24 97,45 ± 0,12

Berat organik (%) adb 84,60 ± 0,49 88,20 ± 0,07

Berat abu (%) adb 11,82 ± 0,25 9,25 ± 0,20

Lemak kasar (%) adb 17,83 ± 1,96 44,99 ± 3,64

Protein kasar (%) adb 24,75 ± 0,23 28,84 ± 0,15

Karbohidrat (%) adb 30,21 ± 0,99 5,12 ± 3,52

Total fenol (%) adb 0,23 ± 0,002 0,15 ± 0,020

Total tanin (%) adb 0,15 ± 0,003 0,10 ± 0,017

Tanin kondensasi (%) adb 0,09 ± 0,001 0,07 ± 0,001 *adb: pengukuran dilakukan dalam keadaan kering

Kadar berat kering sampel yang dimiliki oleh limbah serai wangi sebesar

97,45 ± 0,12% diikuti dengan rumput gajah sebesar 96,43 ± 0,24%. Hal ini karena

pada limbah serai wangi telah mendapatkan perlakuan penguapan untuk

pengambilan minyak sebelum pembuatan pakan. Kandungan berat kering pada

sampel berhubungan dengan nilai berat organik.

Berat organik sampel yang dimiliki oleh limbah serai wangi sebesar 88,20 ±

0,07% diikuti dengan rumput gajah sebesar 84,60 ± 0,49%. Berat abu sampel

rumput gajah sebesar 11,82 ± 0,25% diikuti dengan limbah serai wangi sebesar 9,25

± 0,20%. Hal ini sesuai dengan penelitian Sirait (2017) bahwa rumput gajah

Page 53: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...gan menggunakan 4 ekor kambing yang diberi dua jenis pakan, yaitu A (rumput gajah) selama dua minggu dan

38

memiliki kadar berat organik dan abu sebesar 88,30 dan 11,70%. Menurut Wang et

al., (2009) semakin besar berat organik pakan yang dikonversi menjadi VFA maka

gas yang dihasilkan juga semakin besar.

Kadar protein sampel yang dimiliki oleh limbah serai wangi sebesar 28,84 ±

0,15% diikuti dengan rumput gajah sebesar 24,75 ± 0,23%. Kadar protein yang

dimiliki oleh limbah serai wangi berpotensi untuk digunakan sebagai pakan

suplemen. Hasil tersebut sesuai dengan pernyataan Susanti & Narhaeniyanto (2014)

bahwa limbah serai wangi memiliki kandungan protein kasar tinggi (lebih dari

18%) sehingga berpotensi untuk dimanfaatkan sebagai pakan suplemen dalam

meningkatkan kualitas ransum ternak ruminansia. Hasil ini juga sudah memenuhi

persyaratan teknis minimal (PTM) untuk kambing jantan dengan bobot badan

sebesar 25 kg maka kadar protein kasar yang dibutuhkan sebesar 11,8%. Menurut

National Research Council (2007) untuk kambing dengan bobot badan sebesar 22

kg membutuhkan kadar protein sebesar 7,93%.

Protein kasar memiliki peranan penting di dalam rumen untuk sintesis

mikroba. Protein yang lolos dari proses fermentasi akan melaju menuju abomasum

dan intestinum dimana protein tersebut akan mengalami proses hidrolisis menjadi

peptida oleh enzim proteolisis. Peptida akan mengalami degradasi lebih lanjut

menjadi asam-asam amino yang nantinya akan dideaminasi menjadi amonia

(Widodo et al., 2012). Protein kasar dalam pakan dapat mempengaruhi

Pertambahan Bobot Badan Harian (PBBH). Asam amino essensial yang terbentuk

dari protein diperlukan kambing dalam pembentukan daging, sehingga semakin

meningkatnya protein kasar maka meningkat pula nilai PBBH (Wahyono et al.,

2011).

Page 54: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...gan menggunakan 4 ekor kambing yang diberi dua jenis pakan, yaitu A (rumput gajah) selama dua minggu dan

39

Kadar lemak kasar sampel yang dimiliki limbah serai wangi sebesar 44,99 ±

3,64% diikuti dengan rumput gajah sebesar 17,83 ± 1,96%. Hal ini sesuai dengan

penelitian Sukamto et al., (2011) yaitu kadar lemak limbah serai wangi sebesar

2,35% lebih tinggi dari kadar lemak rumput gajah sebesar 1,64%. Lemak kasar

digunakan sebagai sumber energi dalam melakukan metabolisme tubuh. Lemak

kasar juga dapat mempengaruhi nilai VFA. Kandungan lemak kasar yang

meningkat menunjukkan adanya aktivitas mikroba dalam menguraikan karbohidrat

saat proses fermentasi yang akan menghasilkan asam-asam lemak berupa asam

asetat, propionat, butirat, valerat dan format. Asam-asam lemak yang meningkat

dapat meningkatkan nilai VFA (Suprapto et al., 2013).

Kadar karbohidrat sampel yang dimiliki rumput gajah sebesar 30,21 ± 0,99%

diikuti dengan limbah serai wangi sebesar 5,12 ± 3,52%. Pemecahan karbohidrat di

dalam rumen terjadi melalui dua tahap, yaitu pemecahan karbohidrat (selulosa,

hemiselulosa dan pati) menjadi glukosa dan pemecahan glukosa menjadi piruvat,

yang kemudian difermentasi menjadi asam lemak atsiri. Masing-masing jenis

karbohidrat akan menghasilkan produk fermentasi rumen yang spesifik, akibatnya

jumlah molar masing-masing (asam asetat, propionat dan butirat) juga berbeda-

beda (Suwandyastuti, 2013).

Kadar total fenol sampel yang dimiliki rumput gajah sebesar 0,23 ± 0,002%

diikuti dengan limbah serai wangi sebesar 0,15 ± 0,020%. Total tanin yang dimiliki

rumput gajah sebesar 0,15 ± 0,003% diikuti dengan limbah serai wangi sebesar 0,10

± 0,017%. Tanin kondensasi yang dimiliki rumput gajah sebesar 0,094 ± 0,001%

diikuti dengan limbah serai wangi sebesar 0,067 ± 0,001%.

Page 55: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...gan menggunakan 4 ekor kambing yang diberi dua jenis pakan, yaitu A (rumput gajah) selama dua minggu dan

40

Tanin dibagi menjadi dua kelompok yaitu tanin yang mudah terhidrolisis dan

tanin terkondensasi (Patra & Saxena, 2010). Menurut hasil penelitian Hidayah

(2016), penambahan tanin terhidrolisis lebih tinggi menurunkan emisi gas

metananya dibandingkan dengan tanin terkondensasi. Mueller-Harvey (2006)

menyatakan bahwa tanin terhidrolisis dan terkondensasi berikatan dengan protein

dangan membentuk ikatan hidrogen antara kelompok fenol dari tanin dan kelompok

karboksil (aromatik dan alifatik) dari protein. Ikatan kuat antara tanin dan protein

akan berpengaruh terhadap kecernaan protein. Menurut Sajati (2012) untuk

meningkatkan efisiensi fermentasi dan memproteksi nutrisi tertentu dari pengaruh

mikroba rumen dilakukan proteksi protein.

4.2. Pertambahan Bobot Badan Harian

Pertambahan bobot badan harian (PBBH) pada perlakuan pakan rumput

gajah, penambahan limbah serai wangi dapat dilihat pada Tabel 4. Nilai PBBH

perlakuan pemberian pakan tambahan limbah serai wangi mengalami penurunan

yang tidak lebih besar dari perlakuan pakan rumput gajah. Akan tetapi, hasil analisis

statistik menunjukkan bahwa tidak terjadi pengaruh perlakuan terhadap PBBH

(p>0,05).

Tabel 4. Pertambahan Bobot Badan Harian (PBBH) kambing

Perlakuan PBBH (g/hari)

RG -154,64 ± 0,12

RG + LSW -145,71 ± 0,14

Keterangan: RG: Rumput gajah; LSW: Limbah serai wangi

Nilai PBBH perlakuan pakan tambahan limbah serai wangi sebesar -145,71

± 0,14 g/hari diikuti dengan rumput gajah sebesar -154,64 ± 0,12 g/hari. Perlakuan

pakan tambahan limbah serai wangi mampu menekan penurunan bobot badan

Page 56: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...gan menggunakan 4 ekor kambing yang diberi dua jenis pakan, yaitu A (rumput gajah) selama dua minggu dan

41

harian sebesar 5,76% dibandingkan pakan rumput gajah. Hal ini disebabkan

kandungan lemak dan protein kasar limbah serai wangi yang lebih tinggi dari

perlakuan pakan rumput gajah. Putri et al., (2013) berpendapat bahwa pertumbuhan

dari komponen-komponen tubuh (PBBH) dipengaruhi oleh jumlah nutrien yang

berhasil di absorbsi dari saluran pencernaan. PBBH sangat dipengaruhi oleh

kandungan protein pada pakan yang diberikan.

Nilai PBBH kemungkinan dipengaruhi oleh emisi gas metana. Gas metana

yang menurun pada perlakuan pakan tambahan limbah serai wangi dapat

meningkatkan nilai PBBH. Hal ini sesuai dengan penelitian Hidayah (2016) bahwa

penurunan emisi gas metana pada ternak ruminansia dapat meningkatkan efisiensi

pakan, karena energi yang diproduksi tidak menjadi gas metana sehingga dapat

digunakan untuk pertumbuhan.

Pemberian pakan tambahan limbah serai wangi justru menurunkan nilai

PBBH namun tidak lebih besar dari rumput gajah. Hasil ini tidak sesuai dengan

penelitian Kuswandi & Thalib (2005) bahwa pertumbuhan kambing kacang yang

diberi pakan konsentrat terbatas dan rumput gajah sebesar 19,8 g/hari. Menurut

National Research Council (2007) pertambahan bobot badan dipengaruhi oleh

beberapa faktor antara lain total protein yang diperoleh setiap harinya, jenis ternak,

umur, keadaan genetis lingkungan, kondisi setiap individu dan manajemen tata

laksana.

4.3. Produk Fermentasi Cairan Rumen Kambing

4.3.1. Nilai Derajat Keasaman (pH)

pH sampel cairan rumen memiliki nilai yang berbeda-beda pada setiap

perlakuan (Gambar 9). Hal ini menunjukkan adanya aktifitas mikroba rumen dalam

Page 57: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...gan menggunakan 4 ekor kambing yang diberi dua jenis pakan, yaitu A (rumput gajah) selama dua minggu dan

42

proses fermentasi pakan. Nilai pH cairan rumen pada perlakuan pakan rumput gajah

sebesar 7,04 sedikit lebih tinggi dari perlakuan penambahan pakan limbah serai

wangi sebesar 6,88. Nilai tersebut masih dalam kisaran normal untuk pertumbuhan

mikroba rumen (Daniel et al., 2012). Akan tetapi, nilai pH cairan rumen

menunjukkan tidak adanya pengaruh akibat perlakuan (p>0,05).

Gambar 9. Derajat Keasaman (pH) (RG: Rumput gajah; LSW: Limbah serai wangi)

Menurut Aurora (1995) pH bervariasi menurut jenis pakan yang diberikan,

namun pada umumnya dipertahankan tetap sekitar 6,8 karena adanya absorbsi asam

lemak dan amonia. Menurut Krause et al., (2002) nilai pH rumen dapat

mempengaruhi produksi amonia dan VFA dalam rumen karena aktivitas mikroba

rumen dapat dipengaruhi oleh pH. Stern et al., (2006) menyatakan degradasi protein

dalam rumen merupakan hasil dari aktifitas mikroba yang dapat dipengaruhi oleh

pH. pH juga berpengaruh terhadap meningkatnya PBBH kambing. Hal ini

disebabkan protein mikroba sebagai salah satu sumber protein dalam pembentukan

daging.

4.3.2. Konsentrasi Volatile Fatty Acids (VFA) Total dan Parsial

Jumlah VFA total yang dihasilkan adalah 137,74 dan 226,79 mM

menunjukkan kecernaan oleh mikroba dengan inokulum rumen kambing. Hasil

analisis VFA parsial menunjukkan bahwa terdeteksi kandungan asam asetat,

7.04

6.88

6.6

6.8

7

7.2

RG RG + LSW

pH

Perlakuan

Page 58: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...gan menggunakan 4 ekor kambing yang diberi dua jenis pakan, yaitu A (rumput gajah) selama dua minggu dan

43

butirat, dan propionat dengan konsentrasi yang berbeda-beda (Tabel 5). Perbedaan

tersebut terjadi karena sumber nutrisi untuk mikroba cairan rumen yang berbeda.

Tabel 5. Konsentrasi VFA total, parsial dan rasio asetat-propionat (C2/C3)

Parameter RG RG + LSW

Total VFA (mM) 137,74 226,79

C2 (mM) 111,81 161,84

C3 (mM) 18,79 47,51

C4 (mM) 4,06 11,62

C5 (mM) 0,85 1,76

Rasio C2/C3 5,95 3,41

Keterangan: RG: Rumput gajah; LSW: Limbah serai wangi; C2: Asam asetat; C3: Asam

propionat; C4: Asam butirat; C5: Asam Valerat

Konsentrasi VFA total pada cairan rumen lebih tinggi pada perlakuan

penambahan pakan limbah serai wangi sebesar 226,79 mM diikuti dengan rumput

gajah sebesar 137,74 mM. Konsentrasi asam asetat, propionat, dan butirat cairan

rumen pada perlakuan penambahan pakan limbah serai wangi lebih tinggi dari

rumput gajah. Asam asetat dan butirat merupakan sumber energi untuk oksidasi

yang bersifat ketogenik, sedangkan asam propionat digunakan untuk proses

glukoneogenesis atau bersifat glukogenik (Chuzaemi, 1994).

Kandungan jenis VFA parsial tertinggi adalah asam asetat untuk semua

perlakuan. Kandungan asam asetat tertinggi terjadi pada cairan rumen perlakuan

penambahan pakan limbah serai wangi sebesar 161,84 mM dan diikuti dengan

rumput gajah sebesar 111,81 mM. Hal ini diakibatkan oleh kandungan serat kasar

yang tinggi. Serat kasar yang tinggi akan didegradasi oleh mikroba rumen menjadi

asam-asam lemak dengan produk tertinggi berupa asam asetat (McDonald et al.,

2011). VFA merupakan sumber energi utama bagi ternak ruminansia (Ortigues-

Marty et al., 2007).

Page 59: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...gan menggunakan 4 ekor kambing yang diberi dua jenis pakan, yaitu A (rumput gajah) selama dua minggu dan

44

Nilai VFA dapat dipengaruhi oleh pH. Rendahnya nilai pH akibat dari

kemampuan mikroba dalam memanfaatkan bahan nutrisi dalam rumen yang

menghasilkan asam berupa asam suksinat, asetat, butirat, dan propionat sebagai

hasil metabolisme pada kondisi anaerob. Semakin rendah nilai pH maka jumlah

asam yang dihasilkan akan meningkat, sehingga dapat berpengaruh terhadap

meningkatnya nilai VFA. Menurut Nuswantara (2009) penurunan pH berkaitan

dengan meningkatnya produksi VFA total yang merupakan senyawa asam yang

mengakibatkan nilai pH lebih asam. Hasil penelitian yang diperoleh sesuai dengan

pernyataan diatas. Nilai pH yang rendah pada perlakuan penambahan pakan limbah

serai wangi sebesar 6,88 ± 0,22 meningkatkan nilai VFA sebesar 226,79 mM.

Konsentrasi VFA parsial dipengaruhi komposisi pakan dalam ransum.

Produksi asam asetat, propionat dan butirat tergantung pada fermentasi karbohidrat

dan sebagian kecil dari hasil fermentasi protein pakan. Proporsi asam asetat yang

lebih tinggi diduga disebabkan bakteri yang menghasilkan asam asetat lebih

berkembang baik dengan komposisi pakan yang diberikan (Wahyuni et al., 2014).

Proporsi asam propionat cenderung meningkat pada pakan yang diberi penambahan

limbah serai wangi sebesar 47,51 mM dibandingkan dengan perlakuan rumput

gajah sebesar 18,79 mM.

Nilai VFA juga dipengaruhi oleh kandungan protein pakan. Kandungan

protein yang tinggi pada limbah serai wangi sebesar 28,84 ± 0,15% menyebabkan

meningkatnya kandungan VFA pada cairan rumen dengan perlakuan penambahan

pakan limbah serai wangi sebesar 226,79 mM, karena fermentasi protein dalam

rumen oleh bakteri dilakukan dengan menghidrolisis pakan menjadi asam amino

dan polipeptida yang menghasilkan VFA. Menurut Hanigan et al. (2015) protein

Page 60: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...gan menggunakan 4 ekor kambing yang diberi dua jenis pakan, yaitu A (rumput gajah) selama dua minggu dan

45

bahan makanan yang masuk ke dalam rumen mula-mula akan mengalami

proteolisis oleh enzim-enzim protease menjadi oligopeptida yang akan

dimanfaatkan oleh mikroba rumen untuk menyusun protein selnya, sedangkan

sebagian lagi akan dihidrolisa lebih lanjut menjadi asam amino. Hasil degradasi

asam amino berupa VFA. Hal ini menunjukkan adanya korelasi positif antara VFA

dengan protein pakan.

Menurut Susanti & Narhaeniyanto (2014) proses fermentasi pakan di dalam

retikulo-rumen menghasilkan VFA (asam asetat, propionat, dan butirat), CO2, CH4.

Hasil fermentasi VFA tersebut segera dimetabolisasi oleh mikroba yang berakhir

dengan pembebasan hidrogen dan bahan reduksi. Sebagian bahan reduksi tersebut

digunakan oleh bakteri melalui reduksi karbondioksida menjadi metana melalui

reaksi 4 H2 + CO2 → CH4 + 2 H2O. Banyak hal yang mempengaruhi komposisi

VFA, salah satunya adalah komposisi populasi mikroba rumen.

Wallace et al (2015) menyatakan bahwa terdapat perbedaan spesies mikroba

yang terdapat dalam cairan rumen dan cairan sekum dan feses, akan tetapi Mann &

ØRskov (1973) menyatakan bahwa ada persamaan spesies mikroba yang terdapat

di dalam rumen dan feses seperti Bacteroides ruminicola, Fusobacterium sp,

Micrococcus sp, Streptococci sp dan Rumincoccus sp namun belum ada informasi

yang menyatakan jumlah terperinci populasi masing-masing mikroba tersebut baik

yang terdapat dalam cairan rumen maupun di dalam cairan sekum dan feses.

Mikroba-mikroba tersebut tumbuh disaluran usus besar dan mampu mencerna sisa

pakan (Syapura et al., 2013).

Rasio asam asetat dan asam propionat (C2/C3) cairan rumen perlakuan pakan

adalah 3,41 dan 5,95. Perlakuan penambahan pakan limbah serai wangi memiliki

Page 61: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...gan menggunakan 4 ekor kambing yang diberi dua jenis pakan, yaitu A (rumput gajah) selama dua minggu dan

46

rasio C2/C3 lebih rendah daripada perlakuan pakan rumput gajah sebesar 5,95.

Tingginya rasio C2/C3 pada perlakuan pakan rumput gajah kurang menguntungkan

karena efisiensi pakan dan penggunaan energi relatif lebih rendah dari perlakuan

lainnya. Menurut Sri Susanti et al., (2001) rasio C2/C3 sangat bermanfaat untuk

dijadikan indikasi efisiensi penggunaan energi ternak ruminansia karena dengan

mengetahui rasio C2/C3 akan dapat diketahui efisiensi penggunaan energi dan

kualitas produk yang dihasilkan.

Asam asetat (C2) merupakan senyawa non glukogenik dan hampir semua

jaringan tubuh mampu mengoksidasinya karena sesudah diserap, tidak ditimbun

melainkan langsung dioksidasi. Akibat proses oksidasi tersebut menimbulkan heat

increatment yang tinggi sehingga nilai efisiensinya rendah. Sebaliknya asam

propionat (C3) merupakan senyawa sugar precursor atau bakalan glukogenik

utama. Perbandingan C2/C3 yang rendah akan merangsang pembentukan lemak

tubuh sesuai dengan tujuan penggemukan lemak (McDonald et al., 2011) sehingga

asam propionat dapat berpengaruh untuk meningkatkan nilai PBBH.

Nilai PBBH kambing pada perlakuan pemberian pakan tambahan limbah

serai wangi lebih besar dari rumput gajah. Hal ini diakibatkan nilai asam propionat

pada perlakuan pakan tambahan limbah serai wangi lebih besar dari rumput gajah.

Selain itu, kadar lemak dan protein kasar dari limbah serai wangi juga lebih besar

dari rumput gajah sehingga berpengaruh terhadap nilai PBBH.

4.3.3. Konsentrasi N−NH3 dan Protein Mikroba

Konsentrasi amonia pada perlakuan penambahan pakan limbah serai wangi

sebesar 16,30 ± 8,15 mM diikuti dengan rumput gajah sebesar 15,04 ± 4,46 mM

(Tabel 6). Tingginya kadar amonia pada perlakuan penambahan pakan limbah serai

Page 62: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...gan menggunakan 4 ekor kambing yang diberi dua jenis pakan, yaitu A (rumput gajah) selama dua minggu dan

47

wangi menunjukkan terjadinya perombakan protein oleh mikroorganisme yang

terdapat dalam rumen, juga diduga kandungan senyawa N yang mengandung

protein yang terdapat pada limbah serai wangi lebih tinggi dibandingkan dengan

rumput gajah. Peningkatan konsentrasi amonia pada perlakuan penambahan pakan

limbah serai wangi sebesar 16,30 ± 8,15 mM pada penelitian ini menyebabkan

meningkatnya produksi protein mikroba yaitu sebesar 0,0046 ± 0,002 g/ml.

Peningkatan protein mikroba ini disebabkan tersedianya nutrien yang cukup seperti

amonia dan karbohidrat fermentable.

Tabel 6. Konsentrasi N−NH3, protein mikroba dan biomassa mikroba.

Parameter RG RG + LSW

Amonia (mM) 15,04 ± 4,46 16,30 ± 8,15

Protein mikroba (g/ml) 0,0037 ± 0,0004 0,0046 ± 0,0020

Biomassa mikroba (mg/ml) 6,58 ± 2,68 8,53 ± 6,17

Keterangan: RG: Rumput gajah; LSW: Limbah serai wangi

Amonia (NH3) merupakan salah satu produk dari aktivitas fermentasi dalam

rumen yakni dari degradasi protein yang berasal dari pakan dan sumber nitrogen

yang cukup penting untuk sintesis protein mikroba (Muslim et al., 2014). Protein

mikroba memiliki kontribusi penting sebesar 59% dari asam amino yang masuk ke

dalam usus halus dan diikuti asam amino yang lolos dari degradasi, sehingga

kebutuhan nutrisinya terpenuhi dan untuk peningkatan produksinya (Sugoro et al.,

2014).

Kadar amonia yang lebih tinggi pada perlakuan penambahan pakan limbah

serai wangi menyebabkan tingginya kadar protein mikroba. Hal ini menunjukkan

hubungan berbanding positif antara konsentrasi amonia dengan protein mikroba

rumen. Syapura et al., (2013) menyatakan bahwa kandungan amonia rumen

berkorelasi positif dengan protein mikroba, yaitu bila terjadi peningkatan

Page 63: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...gan menggunakan 4 ekor kambing yang diberi dua jenis pakan, yaitu A (rumput gajah) selama dua minggu dan

48

konsentrasi amonia dan VFA dalam rumen maka protein mikroba juga turut

meningkat. Kadar amonia yang lebih tinggi pada perlakuan pakan tambahan limbah

serai wangi tidak mampu meningkatkan nilai pH cairan rumen. Hal ini diakibatkan

nilai VFA pada perlakuan pakan tambahan limbah serai wangi lebih besar dari

perlakuan pakan rumput gajah. Nilai VFA yang lebih besar pada perlakuan

penambahan pakan limbah serai wangi sebesar 226,79 mM mengakibatkan

penurunan nilai pH sebesar 6,88.

Rataan protein mikroba pada cairan rumen perlakuan penambahan pakan

limbah serai wangi sebesar 0,0046 ± 0,0004 g/ml diikuti dengan rumput gajah

sebesar 0,0037 ± 0,0004 g/ml (p>0,05). Hal ini diduga pada rumen perlakuan

penambahan pakan limbah serai wangi masih adanya bakteri yang mencerna serat

serta tersedianya N−NH3 untuk memenuhi kebutuhan. Hal ini sesuai dengan

pernyataan beberapa ahli ruminologi yang disitasi Suwandyastuti (2013) bahwa

mikroorganisme rumen bersifat species specific, feed specific dan regional specific.

Seluruh protein yang berasal dari pakan, pertama kali dihidrolisis oleh

mikroba rumen menjadi peptida dan asam-asam amino (Aurora, 1995). Asam

amino kemudian difermentasi lebih lanjut melalui deaminasi menjadi asam α-keto

yang kemudian mengalami dekarboksilasi menjadi karbondioksida, amonia (NH3),

dan asam lemak rantai pendek (McDonald et al., 2011). Beberapa asam amino dapat

langsung digunakan oleh bakteri untuk sintesis protein tubuhnya, tetapi amonia

merupakan jumlah nitrogen larut yang utama dalam cairan rumen yang dibutuhkan

oleh bakteri rumen untuk sintesis protein tubuhnya sepanjang kerangka karbon dari

karbohidrat yang mudah dicerna seperti pati atau gula tersedia. Konsentrasi amonia

dalam cairan rumen tergantung dari kelarutan dan jumlah protein pakan untuk

Page 64: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...gan menggunakan 4 ekor kambing yang diberi dua jenis pakan, yaitu A (rumput gajah) selama dua minggu dan

49

ternak, serta laju degradasi pakan (Widyobroto et al., 2007 dan Purbowati et al.,

2014). Daniel et al., (2012) dan Suwandyastuti (2013) menyatakan bahwa sintesis

protein mikroba dari nitrogen amonia dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain

sumber intake nitrogen, Tipe protein (mudah tidaknya terdegradasi), taraf dan

sumber energi, nisbah C dan N, keseimbangan mineral dan faktor pertumbuhan.

4.3.4. Nilai Biomassa Bakteri dan Protozoa

Setiap perlakuan menghasilkan biomassa mikroba (bakteri dan protozoa)

yang berbeda-beda (Gambar 10). Faktor yang mempengaruhi biomassa mikroba

diantaranya adalah ketersediaan sumber nutrisi serta faktor lingkungan seperti pH,

suhu, dan tekanan osmotik. Biomassa mikroba menggambarkan banyaknya jumlah

mikroba dalam cairan rumen yang berperan dalam mendegradasi pakan. Produksi

biomassa mikroba merupakan hasil dari pemanfaatan sumber nitrogen dengan

sumber kerangka karbon pada pakan oleh mikroba.

Adanya mikroba rumen menyebabkan ternak ruminansia mempunyai

kemampuan untuk mencerna Non Protein Nitrogen (NPN). Biomassa mikroba

sebagai hasil dari proses fermentasi akan dapat dijadikan sebagai sumber protein

bagi ternak ruminansia (Ryle & Ørskov, 1990). Keberadaan mikroba rumen

berperan dalam pemecahan pakan melalui proses fermentasi dan menyebabkan

ternak ruminansia mampu mencerna pakan serat yang berkualitas (Gao et al.,

2013).

Page 65: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...gan menggunakan 4 ekor kambing yang diberi dua jenis pakan, yaitu A (rumput gajah) selama dua minggu dan

50

Gambar 10. Biomassa Bakteri dan Protozoa (RG:Rumput gajah; LSW:Limbah serai wangi)

Biomassa bakteri dan protozoa pada perlakuan penambahan pakan limbah

serai wangi yaitu 5,75 dan 2,78 mg/ml lebih tinggi dari rumput gajah sebesar 4,86

dan 1,72 mg/ml. Menurut Newbold (2015) protozoa lebih menyukai substrat yang

mudah difermentasi seperti pati dan gula, namun protozoa mempunyai kemampuan

kemampuan memecah pati lebih lama dibandingkan dengan bakteri. Protozoa dapat

membatasi aktivitas bakteri dalam fermentasi pati secara besar-besaran pada pakan

tinggi karbohidrat sehingga penurunan pH secara drastis dapat dicegah.

Biomassa bakteri dan protozoa berada pada kisaran yang stabil untuk

kebutuhan pencernaan fermentative di dalam rumen. Hal ini didukung dengan nilai

pH pada penelitian ini berada pada kisaran yang normal, sehingga mampu

mendukung pertumbuhan dan aktivitas mikroba yang membuat proses degradasi

pakan yang masuk ke dalam rumen dapat berjalan secara efektif.

Protozoa memiliki peranan penting dalam mempertahankan nilai pH saat

fermentasi berlangsung, sehingga dapat berfungsi sebagai penyangga (Aurora,

1995). Dapat dikatakan bahwa protozoa dapat menjaga kestabilan proses fermentasi

di dalam rumen (Purbowati et al., 2014). Protozoa dapat dengan optimal

memanfaatkan pakan berserat, sedangkan sebagian besar bakteri berperan sebagai

sumber protein.

4.865.75

0.00

2.00

4.00

6.00

8.00

RG RG + LSWBio

mas

sa B

akte

ri

(mg/m

l)

Perlakuan

1.72

2.78

0.00

1.00

2.00

3.00

4.00

RG RG + LSWBio

mas

sa P

roto

zoa

(mg/m

l)

Perlakuan

Page 66: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...gan menggunakan 4 ekor kambing yang diberi dua jenis pakan, yaitu A (rumput gajah) selama dua minggu dan

51

Produksi biomassa dapat dipengaruhi oleh nilai VFA. Rendahnya produksi

VFA mengurangi pasokan sumber energi bagi protozoa. Semakin sedikit produksi

VFA yang dihasilkan maka semakin sedikit pula karbohidrat yang mudah larut.

VFA diserap melalui dinding rumen sebagai sumber energi mikroba yang

digunakan untuk pertumbuhan sel tubuhnya (Sakinah, 2005). Pernyataan tersebut

sesuai dengan hasil yang diperoleh nilai produksi biomassa dan VFA pada

perlakuan pemberian pakan rumput gajah lebih rendah (Tabel 5). Hal ini

menunjukkan bahwa terdapat korelasi positif antara biomassa protozoa dengan

VFA. Populasi protozoa di dalam rumen dapat mempengaruhi gas metana (Thalib,

2008).

Biomassa bakteri dapat dipengaruhi oleh konsentrasi amonia. Tingginya

konsentrasi amonia pada perlakuan penambahan pakan limbah serai wangi diikuti

dengan tingginya produksi biomassa mikroba (Tabel 6). Peranan amonia sangat

penting sebagai bahan baku untuk membentuk sel-sel mikroba rumen dalam proses

metabolisme rumen. Tingginya konsentrasi amonia menggambarkan tingginya

aktifitas bakteri dalam rumen dan menggambarkan bahwa protein pakan

mempunyai kelarutan yang tinggi sehingga mudah didegradasi oleh bakteri rumen.

Protein pakan di dalam rumen dipecah oleh mikroba menjadi peptida dan asam

amino dipecah lebih lanjut menjadi amonia. Amonia digunakan oleh mikroba

rumen dalam pembentukan protein mikroba sebagai sumber nutrisi mikroba

(McDonald et al., 2011).

4.4. Jumlah Mikroba

Jumlah mikroba total, selulolitik, proteolitik, lipolitik, lignolitik, metilotrof,

asetonotrof dan hidrogenotrof yang terdapat dalam cairan rumen dengan perlakuan

Page 67: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...gan menggunakan 4 ekor kambing yang diberi dua jenis pakan, yaitu A (rumput gajah) selama dua minggu dan

52

pemberian pakan rumput gajah dan penambahan limbah serai wangi dapat dilihat

pada Gambar 11. Perlakuan penambahan pakan limbah serai wangi dapat

menurunkan jumlah mikroba total, selulolitik, lignolitik, proteolitik, metilotrof dan

asetonotrof.

Gambar 11. Total mikroba (RG: rumput gajah; LSW: limbah serai wangi)

Mikroba total pada cairan rumen dengan perlakuan pakan rumput gajah

sebesar 4,7x1016 CFU/ml lebih tinggi dari penambahan pakan limbah serai wangi

sebesar 1,9x1015 CFU/ml. Mikroba selulolitik pada perlakuan pakan rumput gajah

sebesar 5x1013 CFU/ml lebih tinggi dari penambahan pakan limbah serai wangi

sebesar 1,6x1013 CFU/ml. Bakteri merupakan mikroba pencerna serat kasar yang

utama di dalam rumen. Mikroba selulolitik sangat diperlukan pada hewan

16.67 15.28

2.00

7.00

12.00

17.00

RG RG+LSW

Log (

CF

U/m

l)

Perlakuan

Total Mikroba

13.70 13.20

7.85 7.70

2.00

7.00

12.00

17.00

RG RG+LSW

Log (

CF

U/m

l)Perlakuan

Selulolitik Lignolitik

13.15 13.1113.08 13.30

2.00

7.00

12.00

17.00

RG RG+LSW

Lo

g (

CF

U/m

l)

Perlakuan

Proteolitik Lipolitik

8.156.85

8.20

4.786.67 6.68

2.00

7.00

12.00

17.00

RG RG+LSW

Log (

CF

U/m

l)

Perlakuan

Metilotrof Asetonotrof Hidrogonetrof

Page 68: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...gan menggunakan 4 ekor kambing yang diberi dua jenis pakan, yaitu A (rumput gajah) selama dua minggu dan

53

ruminansia karena mikrobia tersebut berperan sebagai perombak selulosa (Russell

et al., 2009).

Bakteri selulolitik akan menghasilkan enzim selulase yang akan

menghidrolisis ikatan β-1-4 glikosidik dari rantai selulosa dan derivatnya (Hungate,

1967). Hasil akhir pencernaan selulosa oleh mikroba adalah VFA yang terdiri dari

campuran asam asetat, asam propionat dan asam butirat (Russell et al., 2009).

Brooks (2010) menjelaskan bahwa hasil pencernaan karbohidrat dalam rumen

adalah VFA yang dapat dimetabolisme menghasilkan energi dalam tubuh ternak

ruminansia. Jumlah bakteri juga dipengaruhi oleh pH. Mouriño et al., (2001)

menyatakan bahwa pH merupakan faktor yang paling penting yang dapat

mempengaruhi fermentasi selulosa di dalam rumen dan bakteri selulolitik dapat

bekerja optimal pada pH di atas 6.

Mikroba lignolitik pada perlakuan pakan rumput gajah sebesar 7x107 CFU/ml

lebih tinggi dari penambahan pakan limbah serai wangi sebesar 5x107 CFU/ml.

Ruttimann et al., (1991) menyatakan bahwa bakteri memiliki kemampuan

enzimatik dalam penggunaan senyawa bercincin dan rantai samping yang ada pada

lignin. Jumlah mikroba selulolitik dan lignolitik yang menurun ini diduga

penambahan limbah serai wangi dapat menginisiasi mikroba lain yang

memanfaatkan hasil degradasi karbohidrat untuk menghasilkan VFA sehingga

penambahan pakan limbah serai wangi dapat meningkatkan nilai VFA (Tabel 5).

Mikroba proteolitik pada perlakuan pakan rumput gajah sebesar 1,4x1013

CFU/ml lebih tinggi dari penambahan pakan limbah serai wangi sebesar 1,3x1013

CFU/ml. Wallace et al., (2015) menyatakan bahwa pada rumen kemampuan

menghidrolisis protein sangat penting untuk proses pembentukan protein bagi

Page 69: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...gan menggunakan 4 ekor kambing yang diberi dua jenis pakan, yaitu A (rumput gajah) selama dua minggu dan

54

bakteri rumen maupun ketersediaan nitrogen-amonia (N-NH3) di dalam rumen.

Proses degradasi protein di dalam rumen menghasilkan asam lemak rantai cabang

(BCVFA). Protein di dalam rumen dihidrolisis oleh enzim proteolitik yang

dihasilkan oleh mikroorganisme rumen menjadi peptida, selanjutnya peptida akan

dihidrolisis menjadi asam-asam amino. Kelebihan asam amino hasil hidrolisis

protein dikonversi menjadi asam α-keto dan NH3. Asam α-keto akan diubah

menjadi VFA (iso butirat, iso valerat dan 2 metil butirat) yang digunakan sebagai

cadangan energi (Usman, 2013).

Mikroba lipolitik pada perlakuan pakan tambahan limbah serai wangi sebesar

2x1013 CFU/ml lebih tinggi dari rumput gajah sebesar 1,2x1013 CFU/ml. Jarvis &

Moore (2010) meyatakan bahwa jenis bakteri yang menghidrolisis lipid atau

mampu melakukan lipolisis didalam rumen memiliki kemampuan untuk

menghidrolisis trigliserida menjadi mono ataupun digliserida. Nafikov & Beitz

(2018) menjelaskan bahwa lipid yang dikonsumsi akan dihidrolisis menjadi gliserol

dan triasilgliserol yang kemudian difermentasi menjadi VFA. Enzim-enzim yang

terdapat pada bakteri rumen umumnya terdapat secara ekstraseluler dan berasosiasi

dengan permukaan atau struktur membran ekstraseluler bakteri dan akan bekerja

optimum pada pH 7,4.

Mikroba metilotrof pada perlakuan pakan rumput gajah sebesar 14x107

CFU/ml lebih tinggi dari pakan tambahan limbah serai wangi sebesar 7x106

CFU/ml. Mikroba asetonotrof pada perlakuan pakan rumput gajah sebesar 16x107

CFU/ml lebih tinggi dari pakan tambahan limbah serai wangi sebesar 6x104

CFU/ml sedangkan mikroba hidrogenotrof pada perlakuan pakan rumput gajah

sebesar 47x105 CFU/ml lebih rendah dari pakan tambahan limbah serai wangi

Page 70: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...gan menggunakan 4 ekor kambing yang diberi dua jenis pakan, yaitu A (rumput gajah) selama dua minggu dan

55

sebesar 48x105 CFU/ml. Metilotrof, asetonotrof dan hidrogenotrof merupakan

mikroba yang berperan dalam pembentukan gas metana (Gamayanti et al., 2012).

Bakteri metanogen memperoleh energi dengan cara mengubah substrat

utamanya menjadi gas metana. Substrat utama dari bakteri metanogen adalah

hidrogen (H2) dan karbondioksida (CO2), format dan asetat (Hook et al., 2010).

Berdasarkan substratnya bakteri metanogen diklasifikasikan kedalam tiga

kelompok. Kelompok pertama adalah bakteri metanogen yang menggunakan H2,

format dan beberapa alkohol, dengan CO2 sebagai akseptor elektron. Kelompok

kedua yaitu bakteri metanogen menggunakan senyawa C-1 sebagai substrat dan

kelompok ketiga yaitu menggunakan asetat sebagai substrat (Gottschalk et al.,

1987).

Peranan bakteri metanogen dalam rumen yaitu memanfaatkan molekul

hidrogen dalam proses fermentasi rumen. Hal tersebut menyebabkan proses

fermentasi di dalam rumen dapat terus berlangsung, namun menyebabkan

hilangnya sejumlah energi yang diproduksi oleh hewan tersebut (Kamra, 2005).

Menurut Lestarie et al., (2016) jumlah bakteri metanogen akan berbanding lurus

dengan produksi gas yang dihasilkan. Bakteri tersebut adalah bakteri metanogen

penghasil gas metana. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian bahwa penurunan

jumlah bakteri asetonotrof dan metilotrof pada perlakuan pakan tambahan limbah

serai wangi mengakibatkan penurunan jumlah emisi gas metana.

Shabi et al., (2000) menyatakan bahwa aktivitas mikroba akan optimal dalam

memanfaatkan nitrogen pakan jika tersedia energi yang cukup dan sesuai

fermentabilitasnya dengan nitrogen tersebut. Metabolisme mikroba di dalam rumen

diatur oleh jumlah dan kecepatan degradasi karbohidrat dan protein. Kondisi ini

Page 71: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...gan menggunakan 4 ekor kambing yang diberi dua jenis pakan, yaitu A (rumput gajah) selama dua minggu dan

56

sangat dipengaruhi oleh karakteristik fisik dan kimia pakan. Agustian et al., (2016)

dan Wei & Wee (2013) menyatakan bahwa senyawa aktif yang terdapat pada serai

wangi adalah sitronelal, nerol, geraniol, geranial, linalol, limonen dan eugenol yang

memiliki aktivitas antibakteri. Penambahan pakan limbah serai wangi juga dapat

meningkatkan kadar tanin. Frutos et al., (2004) menyatakan bahwa tanin dapat

berikatan dengan enzim mikroba sehingga menghambat aktivitasnya. Limbah serai

wangi juga diduga masih mengandung asam lemak tidak jenuh. Kataria (2015)

menyatakan bahwa asam lemak tak jenuh dapat digunakan sebagai penangkap

hidrogen yang seharusnya digunakan untuk pembentukan gas metana.

Proses pembentukan gas metana terdiri dari tiga tahap yaitu tahap hidrolisis,

asetogenik dan metanogenik. Tahap hidrolisis merupakan proses perombakan

bahan organik oleh mikroba fermentasi yang terdiri dari mikroba selulolitik,

hemiselulolitik, amilolitik, lipolitik dan proteolitik yang mampu merombak

karbohidrat kompleks termasuk selulosa. Tahap asetogenesis yaitu hasil dari tahap

hidrolisis dikonversi menjadi hasil akhir bagi produksi metana, yaitu berupa asetat,

hidrogen dan karbondioksida yang dilakukan oleh mikroba asetogenik.

Pembentukan asam asetat kadang-kadang disertai dengan pembentukan

karbondioksida (Li et al., 2011).

Gas metana akan terbentuk pada tahap metanogenesis oleh adanya aktivitas

metanogenik. Metana dihasilkan dari asetat atau dari reduksi karbondioksida oleh

mikroba asetogenik dengan menggunakan hidrogen. Aktivitas mikroba

metanogenik tergantung pada nutrisi substrat yang digunakan atau dari produk yang

dihasilkan dari mikroba yang bekerja pada tahap hidrolisis dan asetogenik (Li et al.,

2011).

Page 72: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...gan menggunakan 4 ekor kambing yang diberi dua jenis pakan, yaitu A (rumput gajah) selama dua minggu dan

57

Menurut Purbowati et al. (2014) bakteri diklasifikasikan menjadi delapan

kelompok didasarkan pada jenis bahan yang digunakan dan hasil akhir fermentasi.

(1) bakteri selulolitik, (2) bakteri proteolitik, (3) bakteri methanogenik, (4) bakteri

amilolitik, (5) bakteri yang memfermentasi gula, (6) bakteri lipolitik, (7) bakteri

pemanfaat asam, (8) bakteri hemiselulolitik.

4.5. Emisi Gas Metana dan Karbondioksida

Emisi gas metana dan karbondioksida dari masing-masing perlakuan

menunjukkan nilai yang berbeda setelah 3 dan 6 jam perlakuan pakan. Perlakuan

penambahan pakan limbah serai wangi dapat menurunkan konsentrasi dari gas

metana dan karbondioksida (Gambar 12). Hasil analisis statistik menunjukkan

bahwa terjadi pengaruh perlakuan terhadap gas metana (P≤0,05) (Lampiran 5).

Gambar 12. Gas metana dan gas karbondioksida (RG: Rumput gajah; LSW: Limbah serai

wangi)

0.1220.081

0.270 0.226

0.000

0.100

0.200

0.300

RG RG + LSW

% C

H4

Perlakuan

3 jam 6 jam

2.30 2.052.13 1.88

0.00

1.00

2.00

3.00

RG RG + LSW

% C

O2

Perlakuan

3 jam 6 jam

Page 73: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...gan menggunakan 4 ekor kambing yang diberi dua jenis pakan, yaitu A (rumput gajah) selama dua minggu dan

58

Nilai rata-rata hasil pengukuran, konsentrasi gas metana setelah 3 jam

perlakuan pakan yang lebih tinggi ditemukan pada kambing perlakuan pakan

rumput gajah sebesar 0,122 ± 0,008% diikuti dengan penambahan pakan limbah

serai wangi sebesar 0,081 ± 0,003%. Sedangkan konsentrasi gas metana setelah 6

jam perlakuan yang lebih tinggi ditemukan pada kambing perlakuan pakan rumput

gajah sebesar 0,270 ± 0,025% diikuti dengan penambahan pakan limbah serai

wangi sebesar 0,226 ± 0,008%.

Gas metana lebih tinggi dihasilkan pada kambing perlakuan pakan rumput

gajah. Hal ini dipengaruhi oleh mikroba selulolitik, proteolitik, metilotrof,

asetonotrof dan hidrogenotrof yang lebih mendominasi. Gas metana juga dapat

dipengaruhi oleh jumlah protozoa. Anwar et al., (2016) menyatakan bahwa bakteri

metanogen memiliki hubungan simbiosis dengan protozoa rumen, karena bakteri

tersebut membutuhkan H2 yang dihasilkan oleh protozoa.

Gas metana lebih banyak dihasilkan setelah 6 jam perlakuan pakan (Gambar

12). Hal ini terjadi karena pakan yang dikonsumsi telah terdegradasi lebih sempurna

di dalam saluran pencernaan kambing. Setelah 3 jam pemberian perlakuan pakan,

diduga masih terjadi proses pembentukan senyawa antara seperti VFA, sedangkan

setelah 6 jam terjadi pembentukkan gas metana hasil konversi senyawa VFA seperti

asam asetat dan butirat serta serta gas CO2.

Penambahan limbah serai wangi setelah 3 dan 6 jam perlakuan pakan dapat

menurunkan gas metana sebesar 34,02 dan 16,33%. Gas metana yang rendah pada

perlakuan penambahan pakan limbah serai wangi menunjukkan bahwa pakan

tersebut lebih efisien dibandingkan dengan pakan yang lainnya. Hal ini karena

Page 74: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...gan menggunakan 4 ekor kambing yang diberi dua jenis pakan, yaitu A (rumput gajah) selama dua minggu dan

59

produksi metana yang sedikit menggambarkan semakin sedikit pula energi yang

terbuang.

Nilai rata-rata hasil pengukuran, konsentrasi gas karbondioksida setelah 3 jam

perlakuan yang lebih tinggi ditemukan pada kambing perlakuan pakan rumput

gajah sebesar 2,30 ± 0,42% diikuti dengan penambahan pakan limbah serai wangi

sebesar 2,05 ± 0,61%. Konsentrasi gas karbondioksida setelah 6 jam perlakuan

yang lebih tinggi ditemukan pada kambing perlakuan pakan rumput gajah sebesar

2,13 ± 0,82% diikuti dengan penambahan pakan limbah serai wangi sebesar 1,88 ±

0,49% (Gambar 12).

Produksi gas ini merupakan indikator tingkat degradabilitas ransum. Selain

itu produksi gas juga merupakan indikator efisiensi ransum, tingginya gas yang

terbentuk mengakibatkan tingginya energi yang terbuang dalam bentuk gas.

Menurut Sajati (2012) metanogenesis pada sistem pencernaan rumen hewan

ruminansia merupakan salah satu alur reaksi fermentasi makromolekul yang

menghasilkan gas metana melalui reduksi karbondioksida dengan gas hidrogen

yang dikatalisis oleh enzim yang dihasilkan bakteri metanogenik. Pembentukan gas

metana di dalam rumen berpengaruh terhadap pembentukan produk akhir

fermentasi di dalam rumen, terutama jumlah mol ATP yang pada gilirannya

mempengaruhi efisiensi produksi mikroba rumen.

Pakan yang mengandung lemak kasar, karbohidrat (serat kasar, gula, dan

pati) maupun protein dapat difermentasi oleh mikroba menjadi asam lemak volatil

(VFA) yang kemudian diserap oleh dinding rumen. Di dalam limbah serai wangi

kandungan terbesarnya adalah lemak kasar. Hasil akhir dari pemecahan lipid dari

pakan adalah asam lemak dan gliserol (Gambar 13). Jika sumber energi dari

Page 75: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...gan menggunakan 4 ekor kambing yang diberi dua jenis pakan, yaitu A (rumput gajah) selama dua minggu dan

60

karbohidrat telah mencukupi, maka asam lemak mengalami esterifikasi yaitu

membentuk ester dengan gliserol menjadi trigliserida sebagai cadangan energi

jangka panjang. Jika sewaktu-waktu tak tersedia sumber energi dari karbohidrat

barulah asam lemak dioksidasi, baik asam lemak dari pakan maupun jika harus

memecah cadangan trigliserida jaringan. Proses pemecahan trigliserida ini

dinamakan lipolisis (Guyton & Hall, 1997).

Gambar 13. Metabolisme lipid (Guyton & Hall, 1997)

Proses oksidasi asam lemak dinamakan oksidasi beta dan menghasilkan

asetol KoA. Selanjutnya, sebagaimana asetil KoA dari hasil metabolisme

karbohidrat dan protein, asetil KoA dari jalur inipun akan masuk ke dalam siklus

asam sitrat sehingga dihasilkan energi. Di sisi lain, jika kebutuhan energi sudah

mencukupi, asetil KoA dapat mengalami lipogenesis menjadi asam lemak dan

selanjutnya dapat disimpan sebagai trigliserida. Beberapa lipid non gliserida

disintesis dari asetil KoA. Asetil KoA mengalami kolesterogenesis menjadi

kolesterol. Selanjutnya kolesterol mengalami steroidogenesis membentuk steroid.

Asetil KoA sebagai hasil oksidasi asam lemak juga berpotensi menghasilkan badan-

+ATP

Oksidasi beta

Asam lemak

Asetil-KoA

Lipogenesis

Pakan

Lemak

Karbohidrat

Protein

Gliserol

Trigliserida

Siklus asam

sitrat

ATP CO2

H2O

Ketogenesis

Ketogenesis Kolesterogenesis

Kolesterol

Aseto asetat

Steroid

Steroidogenesis

Hidroksi butirat Aseton

Page 76: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...gan menggunakan 4 ekor kambing yang diberi dua jenis pakan, yaitu A (rumput gajah) selama dua minggu dan

61

badan keton (aseto asetat, hidroksi butirat dan aseton). Proses ini dinamakan

ketogenesis. Badan-badan keton dapat menyebabkan gangguan keseimbangan

asam-basa yang dinamakan asidosis metabolik (Guyton & Hall, 1997).

Hasil samping fermentasi berupa gas metana, hidrogen dan karbondioksida.

Jumlah hidrogen yang dihasilkan sangat tergantung pada jenis makanan dan jenis

mikroba rumen sebagai mikroba fermentasi pakan yang menghasilkan produk akhir

berbeda yang tidak sama dengan hidrogen yang dikeluarkan (Martin et al., 2010).

Peningkatan produksi asam propionat (C3) dapat menurunkan produksi gas metana

karena pembentukan asam propionat lebih banyak membutuhkan H2, sedangkan

asam asetat dan butirat menghasilkan H2 (Widyawati, 2009 dan Martin et al., 2010)

(Gambar 14).

Gambar 14. Pola Fermentasi Mikroba (Metabolisme H2) (Martin et al., 2010)

Karbohidrat

(serat, pati)

Malat

Piruvat Oksaloasetat Asetil Co-A

Akrilat

Fumarat

Propionat

Asetat

Suksinat

Butirat

CH4

Menghasilkan H2 Menggunakan H2

H2

H2

H2

H2

H2 H2

Page 77: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...gan menggunakan 4 ekor kambing yang diberi dua jenis pakan, yaitu A (rumput gajah) selama dua minggu dan

62

Dalam rumen, untuk mengurangi pemanfaatan hidrogen dalam produksi

metana, hidrogen harus dialihkan ke produk fermentasi seperti laktat atau fumarat

untuk membentuk propionat (Mitsumori & Sun, 2008). Hal ini dapat dilakukan

dengan penambahan pakan limbah serai wangi yang dibuktikan dengan

meningkatnya jumlah mikroba hidrogenotrof (Gambar 11) yang menunjukkan

adanya pemanfaatan hidrogen oleh mikroba untuk menghasilkan produk fermentasi

seperti propionat.

Penggunaan limbah serai wangi sebagai pakan tambahan juga dapat

memungkinkan terjadinya proses penjenuhan asam lemak tak jenuh oleh hidrogen

yang tersedia dalam rumen, yang seharusnya digunakan untuk pembentukan gas

metana. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan Widyawati (2009) bahwa

minyak ikan lemuru dapat mereduksi gas metana sebesar 0,72%. Menurut

Mahalwal & Ali (2003), Andrade et al., (2012) dan Wei & Wee (2013) serai wangi

mengandung asam lemak yaitu asam linoleat, propanoat, arachidat, behenat dan

dikarboksilat.

Berdasarkan hasil penelitian terlihat bahwa adanya korelasi pada setiap

parameter uji. Penambahan limbah serai wangi dapat menekan penurunan bobot

badan harian disertai dengan penurunan konsentrasi gas metana. Konsentrasi VFA

dengan nilai rasio asetat-propionat yang lebih kecil pada perlakuan pakan tambahan

limbah serai wangi menyebabkan penurunan konsentrasi gas metana. Penambahan

limbah serai wangi dapat menjadi alternatif solusi untuk menekan gas metana yang

dihasilkan oleh ternak kambing.

Page 78: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...gan menggunakan 4 ekor kambing yang diberi dua jenis pakan, yaitu A (rumput gajah) selama dua minggu dan

BAB V

SIMPULAN DAN SARAN

5.1. Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa :

1. Penambahan limbah serai wangi tidak berpengaruh terhadap pertambahan

bobot badan harian (PBBH) dan kualitas cairan rumen kambing yaitu pH,

amonia, protein mikroba, dan biomassa mikroba. Penambahan limbah serai

wangi mampu menekan penurunan bobot badan harian sebesar 5,76%.

2. Limbah serai wangi memiliki potensi sebagai pakan tambahan kambing dan

berpengaruh terhadap penurunan gas metana. Penambahan limbah serai

wangi setelah 3 jam perlakuan dapat menurunkan gas metana sebesar 34,02%

dan setelah 6 jam sebesar 16,33%.

5.2. Saran

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, disarankan agar penelitian

dilakukan dalam jangka waktu yang lebih lama sehingga hasil pengaruh terhadap

ternak ruminansia akan lebih baik terutama untuk pertambahan bobot badan harian

(PBBH).

Page 79: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...gan menggunakan 4 ekor kambing yang diberi dua jenis pakan, yaitu A (rumput gajah) selama dua minggu dan

64

DAFTAR PUSTAKA

Abubakr, A., Alimon, A. R., Yaakub, H., Abdullah, N., & Ivan, M. (2014). Effect

of Feeding Palm Oil By-Products Based Diets on Total Bacteria , Cellulolytic

Bacteria and Methanogenic Archaea in the Rumen of Goats. PLoS ONE, 9(4),

1–6. https://doi.org/10.1371/journal.pone.0095713

Adam, C., & Pers-kamczyc, E. (2016). Tannins from Sanguisorba officinalis affect

in vitro rumen methane production and fermentation. Journal of Animal and

Plant Sciences, 26(1), 54–62.

Agustian, E., Sulaswatty, A., Laksmono, J. A., & Adilina, I. B. (2016). E. Agustian,

A. Sulaswatty, Tasrif, J. A. Laksmono dan I. B. Adilina. J. Tek. Ind. Pert,

17(2), 49–53.

Alaerts, G., & Santika, S. (1984). Metode Penelitian Air. Surabaya: Usaha

Nasional.

Andrade, M. A., Cardoso, M. ., Batista, L. R., Mallet, A. C. T., & Machado, S. M.

. (2012). Essential oils of Cinnamomum zeylanicum, Cymbopogon nardus and

Zingiber officinale: Composition, antioxidant and antibacterial activities

[Óleos essenciais de Cymbopogon nardus, Cinnamomum zeylanicum e

Zingiber officinale: Composição, atividades antioxida. Revista Ciencia

Agronomica, 43(2), 399–408. https://doi.org/10.1590/S1806-

66902012000200025

Anwar, S., Rochana, A., & Hernaman, I. (2016). Pengaruh Tingkat Penambahan

Complete Rumen Modifier (CRM) Dalam Ransum Berbasis Jerami Jagung

Terhadap Produksi Gas Metan Dan Degradasi Bahan Kering Di Rumen (In

Vitro), 3.

Asyifah, N., Suhailah, S., Huzairi, M., Zainudin, M., Ramli, N., Shirai, Y., &

Maeda, T. (2017). Inhibition of methane production by the palm oil industrial

waste phospholine gum in a mimic enteric fermentation. Journal of Cleaner

Production, 165, 621–629. https://doi.org/10.1016/j.jclepro.2017.07.129

Aurora, S. (1995). Pencernaan Mikroba pada Ruminansia. Yogyakarta: Gajah

Mada University Press.

Balakrishnan, A., Priya, V., & Gayathri, R. (2015). Prelimnary phytochemical

analysis and antioxidant activities of lemongrass and lavender. Journal of

Pharmaceutical Sciences and Research, 7(7), 448–450.

Blakely, J., & Bade, D. H. (1985). IImu Pertenakan. Edisi Keempat.,

(Diterjemahkan oleh Bambang Srigandono, UGM Press, Yogyakarta).

Brooks, M. A. (2010). Ruminal Degradation Of Protein And Carbohydrate In The

Domestic And Wild Ruminant.

Page 80: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...gan menggunakan 4 ekor kambing yang diberi dua jenis pakan, yaitu A (rumput gajah) selama dua minggu dan

65

Broucek, J. (2014). Production of Methane Emissions from Ruminant Husbandry :

A Review, (November), 1482–1493.

Chuzaemi, S. (1994). Potensi Jerami Padi Sebagai Pakan Ternak Ditinjau Dari

Kinetika Degradasi dan Retensi Jerami Di Dalam Rumen. UGM, Yogyakarta.

Correa, J. E. (2016). Digestive System of Goats. ALABAMA A&M AND AUBURN

UNIVERSITIES, UNP-60, 4 pág.

Cottyn, B. G., & Boucpue, C. V. (1968). Rapid method for the gas-chromatographic

determination of volatile fatty acids in rumen fluid. J. Agr. Food Chem., 16(I),

105–107.

Daniel, J. L. P., & de Resende Júnior, J. C. (2012). Absorção e metabolismo de

ácidos graxos voláteis pelo rúmen e omaso. Ciencia E Agrotecnologia, 36(1),

93–99. https://doi.org/10.1590/S1413-70542012000100012

Dewanti, A. (2016). Pemanfaatan Ekstrak Etanol dan n-Heksana Serai wangi

(Cymbopogon nardus) Terhadap Reduksi Metan Yang Dihasilkan Miroba

Cairan Rumen Kerbau ( Bubalus bubalis ).

Ditjennak. (2007). Statistik Peternakan 2007. Jakarta.

Feliatra. (1999). Identifikasi Bakteri Patogen (Vibrio sp.) di Perairan Nongsa Batam

Propinsi Riau. Jurnal Nature Indonesia II, 1, 28–33.

Findo, A., Mangunwardoyo, W., & Sugroro, I. (2016). Degradasi Ampas dan Serai

Wangi Segar (Cymbopogon nardus L.) Dengan Metode In Sacco pada fistula

Kerbau. Prosiding Seminar Nasional MIPA UNPAD.

Fowlis, & Ian A. (1998). Gas Chromatography Analytical Chemistry by Open

Learning. (J. W. & S. L. Chichester, Ed.).

Frutos, P., Hervás, G., Giráldez, F. J., & Mantecón, A. R. (2004). Review. Tannins

and ruminant nutrition. Spanish Journal of Agricultural Research, 2(2), 191.

https://doi.org/10.5424/sjar/2004022-73

Gamayanti, K. N., Pertiwiningrum, A., & Yusiati, lies mira. (2012). Pengaruh

penggunaan limbah cairan rumen dan lumpur gambut sebagai starter dalam

proses fermentasi metanogenik. Buletin Peternakan, 36(1), 32–39.

Gao, A. W., Wang, H. R., Yang, J. L., & Shi, C. X. (2013). The Effects of

Elimination of Fungi on Microbial Population and Fiber Degradation in Sheep

Rumen. Applied Mechanics and Materials, 295–298, 224–231.

https://doi.org/10.4028/www.scientific.net/AMM.295-298.224

General Laboratory Procedure. (1966). Deartment of Dairy Sciences. Madison

University of Wisconsin.

Page 81: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...gan menggunakan 4 ekor kambing yang diberi dua jenis pakan, yaitu A (rumput gajah) selama dua minggu dan

66

Gottschalk, G., Blaut, M., Jussofie, A., Mayer, F., Müller, V., & Oßmer, R. (1987).

Energy metabolism in methanogens, 37(1), 15–18.

https://doi.org/10.1007/978-94-009-3539-6

Gunal, M., Ishlak, A., & Abughazaleh, A. A. (2013). Evaluating the effects of six

essential oils on fermentation and biohydrogenation in in vitro rumen batch

cultures, 2013(6), 243–252.

Gunawan, B. D., Tangendjaja, Zainuddin, J., Darma, & Thalib, A. (1988). Laporan

Penelitian Silase. Balai Penelitian Ternak, Bogor.

Gustiar, F., & Suwignyo, R. A. (2014). Reduksi Gas Metan ( CH4 ) dengan

Meningkatan Komposisi Konsentrat dalam Pakan Ternak Sapi. Jurnal

Peternakan Sriwijaya, 3(1), 14–24.

Guyader, J., Eugène, M., Doreau, M., Morgavi, D. P., Gérard, C., & Martin, C.

(2017). Tea saponin reduced methanogenesis in vitro but increased methane

yield in lactating dairy cows. Journal of Dairy Science, 100(3), 1845–1855.

https://doi.org/10.3168/jds.2016-11644

Guyton, A. C., & Hall, J. E. (1997). Metabolisme Lemak. Dalam: (I

Setiawan:penyunting). Buku Ajar Fisiologi Kedokteran, Edisi 9. Jakarta:

EGC. h. 1077-91.

Hall, K. L., Shahrokhi, S., & Jeschke, M. G. (2012). Enteral nutrition support in

burn care: A review of current recommendations as instituted in the ross tilley

burn centre. Nutrients, 4(11), 1554–1565.

https://doi.org/10.1155/2012/539426

Hanigan, M. D., Akers, R. M., & Mccann, M. A. (2015). Volatile Fatty Acid

Production in Ruminants. Blacksburg, VA Keywords:

Harbone, J. B. (1996). Metode Fitokimia Penuntun Cara Modern Menganalisis

Tumbuhan. (K. Padmawinata & I. Sudiro, Eds.) (II). Bandung: ITB.

Hartadi, H., Kustantinah, R. E., Indarto, N. D., & Dono, Z. (2008). Nutrisi Ternak

Dasar. Fakultas Peternakan. Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta.

Harvey, D. (2000). Modern Analytical Chemistry. (M. F. Hill, Ed.). New York

(US).

Haryanto, B., & Thalib, A. (2009). Emisi Metana dari Fermentasi Enterik :

Kontribusinya secara Nasional dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhinya

pada Ternak. Wartazoa, 19, 157–165.

Hidayah, N. (2016). Pemanfaatan Senyawa Metabolit Sekunder Tanaman (Tanin

dan Saponin) dalam Mengurangi Emisi Metan Ternak Ruminansia. Sains

Peternakan Indonesia, 11(2), 89–98.

Page 82: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...gan menggunakan 4 ekor kambing yang diberi dua jenis pakan, yaitu A (rumput gajah) selama dua minggu dan

67

Higea, J. F., Rosaini, H., Rasyid, R., & Hagramida, V. (2015). Penetapan Kadar

Protein Secara Kjeldahl Beberapa Makanan Olahan Kerang Remis (Corbiculla

moltkiana Prime.) Dari Danau Singkarak. Jurnal Farmasi Higea, 7(2).

Hill, J., Mcsweeney, C., Wright, A. G., Bishop-hurley, G., & Kalantar-zadeh, K.

(2015). Measuring Methane Production from Ruminants. Trends in

Biotechnology, 1–10. https://doi.org/10.1016/j.tibtech.2015.10.004

Holtshausen, L., Chaves, A. V, Beauchemin, K. A., Mcginn, S. M., Mcallister, T.

A., & Odongo, N. E. (2009). to decrease enteric methane production in dairy

cows 1. Journal of Dairy Science, 92(6), 2809–2821.

https://doi.org/10.3168/jds.2008-1843

Hook, S. E., Wright, A. D. G., & McBride, B. W. (2010). Methanogens: Methane

producers of the rumen and mitigation strategies. Archaea, 2010, 50–60.

https://doi.org/10.1155/2010/945785

Hungate, R. E. (1967). as an Intermediate in. Carbon, 164(14), 3265–3269.

Intergovermental Panel on Climate Change (IPCC). (1994). Greenhouse Gas

Inventory Workbook: IPCC Guidelines for National Greenhouse Gas

Inventories Volume 2. UNEP-WMO.

Jafari, S., Goh, Y. M., Rajion, M. A., Jahromi, M. F., & Ebrahimi, M. (2016).

Ruminal methanogenesis and biohydrogenation reduction potential of papaya

(Carica papaya) leaf: An in vitro study. Italian Journal of Animal Science,

15(1), 157–165. https://doi.org/10.1080/1828051X.2016.1141031

Jarvis, G. N., & Moore, E. R. B. (2010). Lipid Metabolism and the Rumen

Microbial Ecosystem. In K. N. Timmis (Ed.), Handbook of Hydrocarbon and

Lipid Microbiology (Vol. 78, pp. 2245–2257). Berlin, Heidelberg: Springer

Berlin Heidelberg. https://doi.org/10.1007/978-3-540-77587-4_163

Jayanegara, A. (2008). Reducing methane emissions from livestock: nutritional

approaches. Proceedings of Indonesian Students Scientific Meeting (ISSM),

Institute for Science and Technology Studies (ISTECS) European Chapter, 13-

15 May 2008, Delft, the Netherlands:, 18–21 Jayanegara.

Junior, F. P., Cassiano, E. C. O., Martins, M. F., Romero, L. A., Zapata, D. C. V,

Pinedo, L. A., … Rodrigues, P. H. M. (2017). Effect of tannins-rich extract

from Acacia mearnsii or monensin as feed additives on ruminal fermentation

efficiency in cattle. Livestock Science, 203, 21–29.

https://doi.org/10.1016/j.livsci.2017.06.009

Kamal, M. (1994). Nutrisi Ternak I, (Laboratorium Makanan Ternak Fakultas

Peternakan. Yogyakarta.).

Kamra, D. N. (2005). Rumen microbial ecosystem. Current Science.

https://doi.org/10.1146/annurev.es.06.110175.000351

Page 83: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...gan menggunakan 4 ekor kambing yang diberi dua jenis pakan, yaitu A (rumput gajah) selama dua minggu dan

68

Kamra, D. N., Chaudhary, L. C., Singh, R., & Pathak, N. N. (1996). Influence of

Feeding Probiotics on Growth Performance and Nutrient Digestibility in

Rabbits. World Rabbit Science. Retrieved from

http://ojs.upv.es/index.php/wrs/article/view/276/263

Kandimalla, R., Kalita, S., Choudhury, B., Dash, S., Kalita, K., & Kotoky, J. (2016).

Chemical composition and anti-candidiasis mediated wound healing property

of Cymbopogon nardus essential oil on chronic diabetic wounds. Frontiers in

Pharmacology, 7(JUN). https://doi.org/10.3389/fphar.2016.00198

Kartadisastra, H. R. (1997). Penyediaan dan Pengelolaan Pakan Ternak

Ruminansia, Penerbit Kanisius, Yogyakarta.

Kataria, R. P. (2015). Use of feed additives for reducing greenhouse gas emissions

from dairy farms. Microbiology Research, 6, 6120–19.

https://doi.org/10.4081/mr.2015.6120

Kaunang, C. L. (2004). Respon Ruminan Terhadap Pemberian Hijauan Pakan Yang

Dipupuk Air Belerang. Disertasi, Program Studi IImu Ternak, IPB Bogor.

Kementrian Lingkungan Hidup Republik Indonesia. (2010). Indonesia Second

National Communication. Under The United Nations Framework Convention

on Climate Change (UNFCCC). Jakarta.

Knapp, J. R., Laur, G. L., Vadas, P. A., Weiss, W. P., & Tricarico, J. M. (2014).

Invited review: Enteric methane in dairy cattle production: Quantifying the

opportunities and impact of reducing emissions. Journal of Dairy Science,

97(6), 3231–3261. https://doi.org/10.3168/jds.2013-7234

Krause, K. M., Combs, D. K., & Beauchemin, K. A. (2002). Effects of Forage

Particle Size and Grain Fermentability in Midlactation Cows . II . Ruminal pH

and Chewing Activity. Journal of Dairy Science, 85(8), 1947–1957.

https://doi.org/10.3168/jds.S0022-0302(02)74271-9

Krehbiel, C. R., Carter, J. N., & Richards, C. J. (2006). Feed Additives in Beef Cow

Nutrition. Tennessee Nutrition Confrence. Department of Animal Science and

UT Extension. The University of Tennessee.

Kuswandi, & Thalib, A. (2005). Pertumbuhan Kambing Lepas Sapih Yang Diberi

Konsentrat Terbatas. Seminar Nasional Teknologi Peternakan Dan Veteriner,

590–595.

Lay, B. W. (1994). Analisis Mikroba di Laboratorium. Jakarta: Raja Grafindo

Persada.

Leeson, S., & Summer, J. D. (1996). Commercial Poultry Nutrition. 2nd Ed.

University Books. University of Guelph. Guelph. Ontario, Canada.

Leng, R. A. (1984). The Microbial Interaction in The Rumen. Proceeding of

Symposium Held at The University of Western Australia.

Page 84: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...gan menggunakan 4 ekor kambing yang diberi dua jenis pakan, yaitu A (rumput gajah) selama dua minggu dan

69

Lestarie, E. S., Hidayati, Y. A., & Juanda, W. (2016). Analisis Jumlah Bakteri

Anaerob Dan Proporsi Gas Metana Pada Proses Pembentukan Biogas Dari

Feses Sapi Perah Dalam Tabung Hungate, 1–13.

Li, X., Swan, J. E., Nair, G. R., & Langdon, A. G. (2015). Preparation of volatile

fatty acid (VFA) calcium salts by anaerobic digestion of glucose.

Biotechnology and Applied Biochemistry, 62(4), 476–482.

https://doi.org/10.1002/bab.1301

Li, Y., Park, S. Y., & Zhu, J. (2011). Solid-state anaerobic digestion for methane

production from organic waste. Renewable and Sustainable Energy Reviews,

15(1), 821–826. https://doi.org/10.1016/j.rser.2010.07.042

Liu, Y., & Whitman, W. B. (2008). Metabolic, Phylogenetic, and Ecological

Diversity of the Methanogenic Archaea. New York Academy of Sciences, 189,

171–189. https://doi.org/10.1196/annals.1419.019

Lowry, O. H., Rosenbrough, N. J., Farr, A. L., & Randall, R. J. (1951). Protein

measurement with the folin phenol reagent. J Bioi Chern, 193, 265–275.

Mahalwal, V. S., & Ali, M. (2003). Volatile constituents of Cymbopogon nardus

(Linn.) Rendle. Flavour and Fragrance Journal, 18(1), 73–76.

https://doi.org/10.1002/ffj.1144

Mahmilia, F., & Tarigan, A. (2004). Karakteristik Morfologi Dan Performans

Kambing Kacang , Kambing Boer Dan Persilangannya. Lokakarya Nasional

Kambing Potong, 209–212.

Mann, S. O., & ØRskov, E. R. (1973). The Effect of Rumen and Post‐Rumen

Feeding of Carbohydrates on the Caecal Microflora of Sheep. Journal of

Applied Bacteriology, 36(3), 475–484. https://doi.org/10.1111/j.1365-

2672.1973.tb04130.x

Manurung, R., Melinda, R., Abduh, M. Y., Widiana, A., Sugoro, I., & Suheryadi,

D. (2015). Potential Use of Lemongrass (Cymbopogon winterianus) Residue

as Dairy Cow Feed. Pakistan Journal of Nutrition, 14(12), 919–923.

Martin, C., Morgavi, D. P., & Doreau, M. (2010). Methane mitigation in ruminants :

from microbe to the farm scale, 351–365.

https://doi.org/10.1017/S1751731109990620

Martono. (2017). Fenomena Gas Rumah Kaca. Forum Teknologi Pudiklat Migas

ESDM, 5(2).

McDonald, P., Edwards, R. a, Greenhalgh, J. F. D., Morgan, C. a, Sinclair, L. a, &

Wilkinson, R. G. (2011). Animal nutrition. Animal Nutrition, 365. Retrieved

from http://www.cabdirect.org/abstracts/19701406676.html

Page 85: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...gan menggunakan 4 ekor kambing yang diberi dua jenis pakan, yaitu A (rumput gajah) selama dua minggu dan

70

Mitsumori, M., & Sun, W. (2008). Control of rumen microbial fermentation for

mitigating methane emissions from the rumen. In Asian-Australasian Journal

of Animal Sciences (Vol. 21, pp. 144–154).

https://doi.org/10.5713/ajas.2008.r01

Mohd, S., & Thaariq, H. (2017). Pengaruh Pakan Hijauan dan Konsentrat Terhadap

Daya Cerna Pada Sapi Aceh Jantan, VIII(2), 78–89.

Mouriño, F., Akkarawongsa, R., & Weimer, P. J. (2001). Initial pH as a

Determinant of Cellulose Digestion Rate by Mixed Ruminal Microorganisms

In Vitro. Journal of Dairy Science, 84(4), 848–859.

https://doi.org/10.3168/jds.S0022-0302(01)74543-2

Mueller-Harvey, I. (2006). Unravelling the conundrum of tannins in animal

nutrition and health. In Journal of the Science of Food and Agriculture (Vol.

86, pp. 2010–2037). https://doi.org/10.1002/jsfa.2577

Mukhlis. (2008). Mikrobiologi Pangan I. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

Muslim, G., Sihombing, J. E., Fauziah, S., Abrar, A., & Fariani, A. (2014).

Aktivitas Proporsi Berbagai Cairan Rumen dalam Mengatasi Tannin dengan

Tehnik In Vitro. Jurnal Peternakan Sriwijaya, 3(1), 25–36.

Nafikov, R. A., & Beitz, D. C. (2018). Carbohydrate and Lipid Metabolism in Farm

Animals. The Journal of Nutrition, (March), 1–4.

Nalbandov, A. V. (1990). Fisiologi Reproduksi pada Mamalia dan Unggas. UIP.

Nam, I. S., & Garnsworthy, P. C. (2007). Biohydrogenation of linoleic acid by

rumen fungi compared with rumen bacteria. Journal of Applied Microbiology,

103(3), 551–556. https://doi.org/10.1111/j.1365-2672.2007.03317.x

National Research Council. (2007). Nutrient Requirements of Sheep and Goats.

Ashington, DC: The national Academies Press.

https://doi.org/https://doi.org/10.17226/11654

Newbold, C. J. (2015). The Role of Ciliate Protozoa in the Rumen, 6(November),

1–14. https://doi.org/10.3389/fmicb.2015.01313

Nur, K., Atabany, A., Muladno, & Jayanegara, A. (2015). Produksi Gas Metan

Ruminansia Sapi Perah dengan Pakan Berbeda serta Pengaruhnya terhadap

Produksi dan Kualitas Susu Quality of Milk. Jurnal Ilmu Produksi Dan

Teknologi Hasil Peternakan, 3(2), 65–71.

Nurhayati, & Samallo, I. M. (2013). Analisis Degradasi Polutan Limbah Cair

Pengolahan Rajungan (Portunus pelagicus) Dengan Penggunaan Mikroba

komersial, 9(1), ISSN 0216-1184.

Page 86: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...gan menggunakan 4 ekor kambing yang diberi dua jenis pakan, yaitu A (rumput gajah) selama dua minggu dan

71

Nuswantara, L. K. (2009). Parameter Fermentasi Rumen Pada Kerbau Yang Diberi

Pakan Tunggal Glirisidia, Jerami Jagung Dan Kaliandra. Seminar Nasional

Kebangkitan Peternakan.

Ogimoto, K., & Imai, S. (1981). Atlas of Rumen Microbilogy. Japan Scientific

Societies Press, Tokyo.

Ortigues-Marty, I., Miraux, N., & Brand-Williams, W. (2007). Energy and Protein

Metabolism and Nutrition. Wageningen Academic Pub.

Patra, A. K., & Saxena, J. (2010). A new perspective on the use of plant secondary

metabolites to inhibit methanogenesis in the rumen. Phytochemistry. Elsevier

Ltd. https://doi.org/10.1016/j.phytochem.2010.05.010

Pelczar, M. J., & E. C. S. Chan. (1986). Dasar-Dasar Mikrobiologi 1. (R. S.

Hadioetomo, Ed.). Jakarta: Universitas Indonesia Press.

Plummer, D. T. (1971). An Introductional of Biochemistry. Tatta McGraw-Hill

Publishing Company.

Puastuti, W. (2009). Manipulasi bioproses dalam rumen untuk meningkatkan

penggunaan pakan berserat. Wartazoa, 19(4), 180–190.

Purbowati, E., Rianto, E., Dilaga, wayan sukarya, Lestari, christina maria sri, &

Adiwinarti, R. (2014). Karakteristik cairan rumen, jenis, dan jumlah mikrobia

dalam rumen sapi jawa dan peranakan ongole. Buletin Peternakan, 38(1), 21–

26.

Putri, Rianto, L. D. N. A. E., & Arifin, M. (2013). Pengaruh Imbangan Protein dan

Energi Pakan Terhadap Produk Fermentasi di Dalam Rumen Pada Sapi

Madura Jantan. Animal Agriculture Journal, 2(3), 94–103.

Russell, J. B., Muck, R. E., & Weimer, P. J. (2009). Quantitative analysis of

cellulose degradation and growth of cellulolytic bacteria in the rumen. FEMS

Microbiology Ecology, 67(2), 183–197. https://doi.org/10.1111/j.1574-

6941.2008.00633.x

Ruttimann, C., Vicuna, R., Mozuch, M. D., & Kirk, T. K. (1991). Limited bacterial

mineralization of fungal degradation intermediates from synthetic lignin.

Applied and Environmental Microbiology, 57(12), 3652–3655.

Ryle, M., & Ørskov, E. R. (1990). Energy Nutrition in Ruminants. Elsevier Sci.,

PUGI. Ltd, London. Dordrecht: Springer Netherlands.

https://doi.org/10.1007/978-94-009-0751-5

Sairullah, P., Chuzaemi, S., & Sudarwati, H. (2016). Effect Of Flour And Papaya

Leaf Extract (CaricapapayaL) In Feed To Ammonia Concentration, Volatile

Fatty Acids And Microbial Protein Synthesis In Vitro. J. Ternak Tropika,

17(2), 66–73.

Page 87: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...gan menggunakan 4 ekor kambing yang diberi dua jenis pakan, yaitu A (rumput gajah) selama dua minggu dan

72

Sajati, G. (2012). Pengaruh Ekstrusi dan Proteksi dengan Tanin pada Tepung

Kedelai Terhadap Produksi Gas Total dan Metan Secara In Vitro, 1(1), 55–68.

Sakinah, D. (2005). Kajian Suplementasi Probiotik Bermineral Terhadap Produksi

VFA, NH3, Dan Kecernaan Zat Makanan Pada Domba. Institut Pertanian

Bogor. Bogor.

Sarwono, B., & Ariyanto, N. B. (2005). Penggemukan Sapi Potong Secara Cepat.

PT. Penebar Swadaya, Jakarta.

Sejian, V., Lal, R., Lakritz, J., & Ezeji, T. (2011). Measurement and prediction of

enteric methane emission. International Journal of Biometeorology.

https://doi.org/10.1007/s00484-010-0356-7

Shabi, Z., Arieli, A., Bruckental, I., & Aharoni, Y. (2000). Effect of the

Synchronization of the Degradation of Dietary Crude Protein and Organic

Matter and Feeding Frequency on Ruminal Fermentation and Flow of Digesta

in the Abomasum of Dairy Cows. Journal of Dairy Science, 81(7), 1991–2000.

https://doi.org/10.3168/jds.S0022-0302(98)75773-X

Sirait, J. (2017). Rumput Gajah Mini ( Pennisetum purpureum cv . Mott ) sebagai

Hijauan Pakan untuk Ruminansia. WARTAZOA, 27(4), 167–176.

https://doi.org/http://dx.doi.org/10.14334

Sitindaon, S. H. (2013). Inventarisasi Potensi Bahan Pakan Ternak Ruminansia Di

Provinsi Riau. Jurnal Peternakan, 10(1), 18–23.

Sofyan. (2016). Analisis Emisi Metana Dari Rumen Ternak Ruminansia Secara In

Vitro Menggunakan Metode Stokiometri Kimia. SEKOLAH

PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR.

Stern, M. D., Bach, A., & Calsamiglia, S. (2006). New Concepts in Protein

Nutrition of Ruminants, 45–66.

Sudarmadji, S. (1997). Prosedur Analisa Untuk Bahan Makanan dan Pertanian.

Liberty, (Yogyakarta).

Sugoro, I. (2010). Pemanfaatan probiotik khamir untuk peningkatan produksi

ternak ruminansia. Iptek Nuklir Bunga Rampai Presentasi Ilmiah Peneliti

Madya/Utama, 1(1), 253–314.

Sugoro, I., Kamila, N., & Elfidasari, D. (2014). Degradasi Sorghum pada Rumen

Kerbau dengan Suplementasi Probiotik BIOS-K2 secara In Sacco Degradation

of Sorghum in Buffalo ’ s Rumen with Supplementation of BIOS-K2 Probiotic

by In Sacco. Jurnal Ilmiah Aplikasi Isotop Dan Radiasi, 10(2), 103–112.

Sugoro, I., & Yunianto, I. (2006). PErtumbuhan Protozoa Dalam Cairan Rumen

Kerbau Yang Disuplementasi Tanin Secara In Vitro. A Scientific Journal for

The Applications of Isotopes and Radiation, 2(2), 48–57.

Page 88: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...gan menggunakan 4 ekor kambing yang diberi dua jenis pakan, yaitu A (rumput gajah) selama dua minggu dan

73

Sukamto, Djazuli, M., & Suheryadi, D. (2011). Seraiwangi ( Cymbopogon nardus

L ) Sebagai Penghasil Minyak Atsiri, Tanaman Konservasi dan Pakan Ternak.

Inovasi Perkebunan 2011, 174–180. Retrieved from

http://perkebunan.litbang.deptan.go.id/wp-

content/uploads/2012/04/perkebunan_prosdENIP11_MP_Sukamto2.pdf

Suprapto, H., Suhartati, F., & Widiyastuti, T. (2013). Kecernaan Serat Kasar Dan

Lemak Kasar Complete Feed Limbah Rami Dengan Sumber Protein Berbeda

Pada Kambing Peranakan Etawa Lepas Sapih. Jurnal Ilmiah Peternakan, 1(3),

938–946.

Susanti, S., Chuzaemi, S., & Soebarinoto. (2001). Pengaruh Pemberian Konsentrat

Yang Mengandung BBK Terhadap Kecernaan Ransum, Produk Fermentasi

Dan Jumlah Protozoa Rumen Sapi Perah PFH Jantan. Jurnal BIOSAIN, 33–

40.

Susanti, S., & Narhaeniyanto, E. (2014). Kadar Saponin Daun Tanaman Yang

Berpotensi Menekan Gas Metana Secara In-Vitro. Buana Sains, 14(1), 29–38.

Suwandyastuti, S. N. O. (2013). Produk Metabolisme Rumen pada Sapi Peranakan

Ongole Fase Tumbuh. Agripet, 13(1), 31–35.

Syapura, Bata, M., & Pratama, surya wardhana. (2013). Peningkatan Kualitas

Jerami Padi dan Pengaruhnya Terhadap Kecernaan Nutrien dan Produk

Fermentasi Rumen Kerbau dengan Feces Sebagai Sumber Inokulum. Agripet,

13(2), 59–67.

Thalib, A. (2008). Buah Lerak Mengurangi Emisi Gas Metana pada Hewan

Ruminansia. Warta Penelitian Dan Pengembangan Pertanian, 3(2), 11–12.

Retrieved from http://pustaka.litbang.pertanian.go.id/publikasi/wr302086.pdf

Thauer, R. K. (1998). Biochemistry of methanogenesis: a tribute to Marjory

Stephenson. 1998 Marjory Stephenson Prize Lecture. Microbiology, 144,

2377–2406. https://doi.org/10.1099/00221287-144-9-2377

Thomas, S., & Haider, N. S. (2013). “ A Study on Basics of a Gas Analyzer .”

International Journal of Advanced Research in Electrical, Electronics and

Instrumentation Engineering, 2(12), 6016–6025.

Usman, Y. (2013). Pemberian Pakan Serat Sisa Tanaman Pertanian ( Jerami Kacang

Tanah , Jerami Jagung , Pucuk Tebu ) Terhadap Evolusi pH , N-NH 3 dan

VFA Di dalam Rumen Sapi. Agripet, 13(2), 53–58.

Usmiati, S., Nurdjannah, N., & Yuliani, S. (2005). Limbah Penyulingan Sereh

Wangi dan Nilam Sebagai Insektisida Pengusir Lalat Rumah (Musca

domestica). J. Tek. Ind. Pert, 15(1), 10–16.

Veira, D. M. (1986). The role of ciliate protozoa in nutrition of the ruminant, 63(5),

1547–60.

Page 89: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...gan menggunakan 4 ekor kambing yang diberi dua jenis pakan, yaitu A (rumput gajah) selama dua minggu dan

74

Wahyono, T., Irawan, S., & Suharyono, P. (2011). R1 and R2 Yeast Probiotic as

Supplement on Ongole Crossbreed Catlle Feed.

Wahyono, T., Sasongko, W. T., Sholihah, M., & Pikoli, M. R. (2017). Pengaruh

Penambahan Tanin Daun Nangka (Artocarpus heterophyllus) Terhadap Nilai

Biologis Daun Kelor (Moringa oleifera) dan Jerami Kacang Hijau(Vigna

radiata) Secara In Vitro. Buletin Peternakan, 41(1), 15.

https://doi.org/10.21059/buletinpeternak.v41i1.22450

Wahyuni, I. M. D., Muktiani, A., & Christianto, M. (2014). Penentuan Dosis Tanin

dan Saponin Untuk Defaunasi dan Peningkatan Fermentabilitas Pakan. JITP,

3(3), 133–140.

Wallace, R. J., Rooke, J. A., McKain, N., Duthie, C. A., Hyslop, J. J., Ross, D. W.,

… Roehe, R. (2015). The rumen microbial metagenome associated with high

methane production in cattle. BMC Genomics, 16(1), 839.

https://doi.org/10.1186/s12864-015-2032-0

Wang, Y., Zhang, Y., Wang, J., & Meng, L. (2009). Effects of volatile fatty acid

concentrations on methane yield and methanogenic bacteria. Biomass and

Bioenergy, 33(5), 848–853. https://doi.org/10.1016/j.biombioe.2009.01.007

Wei, L. S., & Wee, W. (2013). Chemical composition and antimicrobial activity of

Cymbopogon nardus citronella essential oil against systemic bacteria of

aquatic animals. Iranian Journal of Microbiology, 5(2), 147–152.

Widodo, Wahyono, F., & Sutrisno. (2012). Kecernaan Bahan Kering, Kecernaan

Bahan Organik, Produksi VFA dan NH3 Pakan Komplit Dengan Level Jerami

Padi Berbeda Secara In Vitro. Animal Agricultural Journal, 1(1), 215–230.

Widyawati, S. D. (2009). Perbandingan Potensi Daun Ketepeng dan Minyak Ikan

Lemuru sebagai Agensia Reduksi Metan dalam Memperbaiki Kualitas Pakan

Ternak Ruminansia. Sains Peternakan, 7(1), 1–7.

Widyobroto, B. P., Budi, S. P. S., & Agus, A. (2007). Pengaruh aras undegraded

protein dan energi terhadap kinetik fermentasi rumen dan sintesis protein

mikroba pada sapi. Journal of the Indonesian Tropical Animal Agriculture, 32,

194–200.

Yuliyani, M. (2010). Aktivitas Antibakteri Ekstrak Kloroform Limbah Padat Daun

Serai Wangi (Cymbopogon nardus) Terhadap Bakteri Pseudomonas

aeruginosa dan Staphylococcus aureus. Fakultas Teknobiologi Universitas

Atma Jaya Yogyakarta, 1–15.

Zakariah, A. (2015). evaluasi kecernaan beberapa bahan Pakan Pada Ternak

Peranakan Ongole ( PO ) dan Peranakan Frisien Holstein ( PFH ), (June), 0–

50.

Page 90: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...gan menggunakan 4 ekor kambing yang diberi dua jenis pakan, yaitu A (rumput gajah) selama dua minggu dan

75

LAMPIRAN

Lampiran 1. Karakteristik dari Bakteri Metanogen

Order Family Genus Substrat

Metanogenesis

Methanobacteriales Methanobacteriaceae Methanobacterium H2, (format)

Methanobrevibacter H2, format

Mehanosphaera H2 + metanol

Methanothermobacter H2, (format)

Methanothermaceae Methanothermus H2

Methanococcales Methanococcaceae Methanococcus H2, format

Methanothermococcus H2, format

Methanocaldococcaceae Methanocaldococcus H2

Methanotorris H2

Methanomicrobiales Methanomicrobiaceae Methanomicrobium H2, format

Methanoculleus H2, format

Methanofollis H2, format

Methanogenium H2, format

Methanolacinia H2

Methanoplanus H2, format

Methanospirillaceae Methanospirillum H2, format

Methanocorpusculaceae Methanocorpusculum H2, format

Methanocalculus H2, format

Methanosarcinales Methanosarcinaceae Methanosarcina (H2), MeNH2,

asetat

Methanococcoides MeNH2

Methanohalobium MeNH2

Methanohalophilus MeNH2

Methanolobus MeNH2

Methanomethylovorans MeNH2

Methanimicrococcus H2 + MeNH2

Methanosalsum MeNH2

Methanosaetaceae Methanosaeta Asetat

Methanopyrales Methanopyraceae Methanopyrus H2

(Liu & Whitman, 2008)

Page 91: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...gan menggunakan 4 ekor kambing yang diberi dua jenis pakan, yaitu A (rumput gajah) selama dua minggu dan

76

Lampiran 2. Strategi Menurunkan Gas Metana dari Sektor Peternakan

Ruminansia

Ternak Pakan Referensi

Sapi perah Friesian-

Holstein Polandia Tanin dari Sanguisorba

(Adam & Pers-kamczyc,

2016)

Kambing

Limbah industri minyak

kelapa sawit

phospholine gum

(Asyifah et al., 2017)

Sapi Holstein

Ekstrak tanin dari

Acacia mearnsii atau

Monensin

(Junior et al., 2017)

Kambing

Pakan berbasis minyak

kelapa sawit (PO),

decanter cake diet

(DCD), palm kernel cake

diet (PKCD)

(Abubakr et al., 2014)

Kerbau Jerami padi (Syaputra et al., 2013)

Sapi peranakan ongole

(PO)

Probiotik khamir R1 dan

R2 (T Wahyono et al., 2011)

Sapi Peranakan Friesian

Holstein (PFH) betina Ekstrak daun papaya (Sairullah et al., 2016)

Kerbau Probiotik BIOS-K2 (Sugoro et al., 2014)

Sapi perah Teh saponin (Guyader et al., 2017)

Sapi perah Holstein

Kandungan saponin

Yucca schidigera dan

Quillaja saponaria

(Holtshausen et al.,

2009)

Sapi perah

Limbah sereh

(Cymbopogon

winterianus)

(Manurung et al., 2015)

Sapi peranakan Ongole

(PO) jantan

Jerami padi dengan T.

viride, dedak padi

dengan A. niger, onggok

dengan A. luchuensis

dan S. cereviseae

(Suwandyastuti, 2013)

Sapi

Konsentrat (dedak padi,

bungkil sawit, onggok,

kulit kopi, kulit

singkong, tetes tebu,

garam, urea, dan kapur)

(Gustiar & Suwignyo,

2014)

Page 92: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...gan menggunakan 4 ekor kambing yang diberi dua jenis pakan, yaitu A (rumput gajah) selama dua minggu dan

77

Lampiran 3. Pembuatan Larutan

A. Reagen Uji Kadar Tanin

1. Sodium karbonat (20%) (Harbone, 1996)

Sebanyak 40 g sodium karbonat dilarutkan dengan aquades hingga 200 ml.

2. Larutan asam tanin (0,1 mg/ml)

Sebanyak 25 mg asam tanin (TA) dilarutkan dengan aquades hingga 25 ml

dan kemudian diencerkan 1:10 dengan aquades.

3. Reagen butanol-HCl (butanol-HCl 95:5 v/v)

Mencampurkan 95 ml n-butanol dengan 5 ml HCl (37%).

4. Reagen Ferric (2% ferric ammonium sulfate dalam 2N HCl)

Sebanyak 16,6 ml HCl ditambahkan dengan aquades hingga 100 ml untuk

membuat HCl 2 N. Sebanyak 2,0 g ferric ammonium sulfate dilarutkan dalam

100 ml HCl 2 N. Reagen disimpan didalam botol coklat.

B. Komposisi Reagen Lowry

1. Reagen Lowry I (Lowry et al., 1951)

2 % Na2CO3 dalam 0,1 NaOH……………………...………….…49,0 ml

2,7 % K Na Tartrat……………………………...…………………0,5 ml

1 % CuSO4………………………………………..…………….....0,5 ml

2. Reagen Lowry II

Folin…………………………………………….………..………10,0 ml

Aquades……………………...…………......…………..………..10,0 ml

Page 93: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...gan menggunakan 4 ekor kambing yang diberi dua jenis pakan, yaitu A (rumput gajah) selama dua minggu dan

78

C. Komposisi Media Total Plate Count (TPC)

1. Larutan Buffer

NaHCO3……………………………………………………………..35 g

NH4CO3………………………………………………………………4 g

Aquades…………………………………………………Hingga 1000 ml

2. Makromineral

Na2HPO4……………………………………………………………5,7 g

KH2PO4………………………………………………………..……6,2 g

MgSO4 7H2O………………………..………………………………0,6 g

Aquades………………………………………………..…Hingga 100 ml

3. Mikromineral

CaCl2 2H2O………………………………………………………..13,2 g

MnCl2 4H2O……………………………………………………….10,0 g

CoCl2 6H2O………...……………………………………………….1,0 g

FeCl3 6H2O………………………………………………………….6,0 g

Aquades………………………………………….……….Hingga 100 ml

4. Larutan Agar

Agar…………………………………………………………………20 g

Aquades…………………………………………………..Hingga 500 ml

5. Media Mikroba Total

Aquades……………………………………………………….311,91 ml

Buffer...………………………………..……………………....125,38 ml

Makromineral……………………..……………………………62,69 ml

Mikromineral……………………………………………….....…0,04 ml

Page 94: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...gan menggunakan 4 ekor kambing yang diberi dua jenis pakan, yaitu A (rumput gajah) selama dua minggu dan

79

Larutan agar PCA………………..……………………………….500 ml

Gas CO2

6. Media Mikroba Selulolitik

Aquades……………………………………………………….311,91 ml

Buffer...………………………………..……………………....125,38 ml

Makromineral……………………..……………………………62,69 ml

Mikromineral……………………………………………….....…0,04 ml

Larutan agar…….………………..……………………………….500 ml

Selulosa……………………………………………..……………..2,00 g

Gas CO2

7. Media Mikroba Lignolitik

Aquades……………………………………………………….311,91 ml

Buffer...………………………………..……………………....125,38 ml

Makromineral……………………..……………………………62,69 ml

Mikromineral……………………………………………….....…0,04 ml

Larutan agar…….………………..……………………………….500 ml

Lignin...………………………………………….……………..20,00 mg

Gas CO2

8. Media Mikroba Lipolitik

Aquades……………………………………………………….311,91 ml

Buffer...………………………………..……………………....125,38 ml

Makromineral……………………..……………………………62,69 ml

Mikromineral……………………………………………….....…0,04 ml

Larutan agar…….………………..……………………………….500 ml

Page 95: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...gan menggunakan 4 ekor kambing yang diberi dua jenis pakan, yaitu A (rumput gajah) selama dua minggu dan

80

Gliserin..…………………………………………..…………..20,00 ml

Gas CO2

9. Media Mikroba Proteolitik

Aquades……………………………………………………….311,91 ml

Buffer...………………………………..……………………....125,38 ml

Makromineral……………………..……………………………62,69 ml

Mikromineral……………………………………………….....…0,04 ml

Larutan agar…….………………..……………………………….500 ml

Susu...……………………………………………..…..………..40,00 ml

Gas CO2

10. Media Mikroba Metilotrof

Aquades……………………………………………………….311,91 ml

Buffer...………………………………..……………………....125,38 ml

Makromineral……………………..……………………………62,69 ml

Mikromineral……………………………………………….....…0,04 ml

Larutan agar…….………………..……………………………….500 ml

Metanol...………………….……………………..……………..20,00 ml

Gas CO2

11. Media Mikroba Hidrogenotrof

Aquades……………………………………………………….311,91 ml

Buffer...………………………………..……………………....125,38 ml

Makromineral……………………..……………………………62,69 ml

Mikromineral……………………………………………….....…0,04 ml

Larutan agar…….………………..……………………………….500 ml

Page 96: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...gan menggunakan 4 ekor kambing yang diberi dua jenis pakan, yaitu A (rumput gajah) selama dua minggu dan

81

Gas H2

Gas CO2

12. Media Mikroba Asetonotrof

Aquades……………………………………………………….311,91 ml

Buffer...………………………………..……………………....125,38 ml

Makromineral……………………..……………………………62,69 ml

Mikromineral……………………………………………….....…0,04 ml

Larutan agar…….………………..……………………………….500 ml

Asetat...…………………………………………..……………..20,00 ml

Gas CO2

*Media buffer, makromineral dan mikromineral disterilisasi terpisah dengan media

agar

Page 97: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...gan menggunakan 4 ekor kambing yang diberi dua jenis pakan, yaitu A (rumput gajah) selama dua minggu dan

82

Lampiran 4. Analisis Data

Keterangan:

RG = Rumput gajah

LSW = Limbah serai wangi

1. Berat Kering, Berat Organik, Berat Abu, dan Kadar Air

Sampel Co S Co+S

105 0C

Co+S

550 0C % BK % KA %BA %BO

LSW 34.1303 1.0654 35.1695 34.2279 97.5408 2.4592 9.3918 88.1490

LSW 33.8727 1.0673 34.9119 33.9674 97.3672 2.6328 9.1128 88.2544

RG 33.4833 1.4384 34.8727 33.6451 96.5934 3.4066 11.6453 84.9481

RG 35.6199 1.5421 37.1043 35.7980 96.2583 3.7417 11.9981 84.2602

Sampel rata-rata STDEV

% BK % KA %BA %BO % BK % KA %BA %BO

ASW 97.45 2.55 9.25 88.20 0.12 0.12 0.20 0.07

RG 96.43 3.57 11.82 84.60 0.24 0.24 0.25 0.49

Rumus:

% 𝐵𝐾 = (𝐵𝑡105𝑜𝐶−𝐵𝑜)

(𝐵𝑠 −𝐵𝑜) × 100% %𝐵𝐴 =

(𝐵𝑡550𝑜𝐶−𝐵𝑜)

(𝐵𝑡105𝑜𝐶−𝐵𝑜) × 100% %𝐵𝑂 = %𝐵𝐾 − %𝐵𝐴

2. Lemak Kasar

Sampel Bungkus Bks +

Isi Soxhlet % BK %LK Rata-Rata Stdev Covar

RG 1.2730 1.5621 1.4982 0.2788 19.2158 17.8310 1.9583 10.9827

RG 1.3203 1.6481 1.5844 0.3161 16.4463

LSW 1.4495 1.6781 1.5778 0.2228 42.4095 44.9860 3.6437 8.0997

LSW 1.5871 1.7912 1.6914 0.1989 47.5625

Rumus:

Lemak Kasar = (Berat bungkus + Isi setelah soxhlet) – Berat Bungkus

3. Protein Kasar

sampel bobot sampel (g) volume NaOH

N NaOH Ar N fk Total N

simplo duplo simplo duplo simplo duplo

RG 0.5092 0.5026 14.3000 14.3000 0.1000 14.0067 6.25 3.9335 3.9852

LSW 0.5027 0.5020 16.5000 16.6000 0.1000 14.0067 6.25 4.5974 4.6317

Page 98: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...gan menggunakan 4 ekor kambing yang diberi dua jenis pakan, yaitu A (rumput gajah) selama dua minggu dan

83

Sampel kadar protein (%)

rata-rata STDEV simplo duplo

RG 24.5846 24.9075 24.7460 0.2283

LSW 28.7337 28.9481 28.8409 0.1516

Rumus:

% Total N = ((Volume NaOH x N NaOH x Ar N) : bobot sampel (mg)) x 100

Kadar Protein = Total N x fk

4. Karbohidrat

Sampel %BA %BO %LK %protein %karbohidrat rata-rata STDEV

RG 11.6453 84.9481 19.2158 24.5846 29.5024 30.2054 0.9942

RG 11.9981 84.2602 16.4463 24.9075 30.9084

LSW 9.3918 88.1490 42.4095 28.7337 7.6140 5.1225 3.5235

LSW 9.1128 88.2544 47.5625 28.9481 2.6310

Rumus:

Kadar Karbohidrat = BO – LK – Protein – BA

5. Tanin

5.1. Kurva Standar

Tabung

As. Tanin

(0.1 mg/ml) Aquadest

Reagen

Folin Na2CO3 20% As. Tanin Absorbansi

725 nm (ml) (ml) (ml) (ml) (µg)

Blanko 0 0.5 0.25 1.25 0 0

T1 0.02 0.48 0.25 1.25 2 0.051

T2 0.04 0.46 0.25 1.25 4 0.126

T3 0.06 0.44 0.25 1.25 6 0.189

T4 0.08 0.42 0.25 1.25 8 0.205

T5 0.1 0.4 0.25 1.25 10 0.289

T6 0.12 0.38 0.25 1.25 12 0.301

T7 0.14 0.36 0.25 1.25 14 0.353

T8 0.2 0.3 0.25 1.25 20 0.674

T9 0.3 0.2 0.25 1.25 30 0.866

T10 0.4 0.1 0.25 1.25 40 1.714

T11 0.5 0 0.25 1.25 50 1.99

Page 99: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...gan menggunakan 4 ekor kambing yang diberi dua jenis pakan, yaitu A (rumput gajah) selama dua minggu dan

84

5.2. Total Fenol

Sampel Absorbansi BS

(g) %BK BK

Total

fenol

(µg/ml)

% total

fenol

Rata-

rata stdev

RG 1.745 0.2 96.43 0.19 44.34 0.23 0.23 0.002

RG 1.725 0.2 96.43 0.19 43.87 0.23

LSW 1.235 0.2 97.45 0.19 32.38 0.17 0.15 0.020

LSW 0.995 0.2 97.45 0.19 26.75 0.14

Rumus:

µg/g = (µg/ml x fp) : BK sampel

5.3. Total Tanin

sampel

A

total

fenol

A fenol

non

tanin

A

Tanin

Bs

(g) %BK BK

Tanin

(µg/ml) % tanin

Rata-

rata stdev

RG 1.745 0.659 1.086 0.2 96.43 0.19 28.88 0.15 0.15 0.003

RG 1.725 0.601 1.124 0.2 96.43 0.19 29.77 0.15

LSW 1.235 0.423 0.812 0.2 97.45 0.19 22.45 0.12 0.10 0.017

LSW 0.995 0.381 0.614 0.2 97.45 0.19 17.81 0.09

Rumus:

Kadar Tanin = Total fenol – Total fenol non tanin

6. Tanin Kondensasi

Sampel Absorbansi %BK % Tanin kondensasi rata-rata stdev

RG 0.115 96.42589 0.0933 0.094 0.001

RG 0.117 96.42589 0.0950

LSW 0.084 97.45401 0.0675 0.067 0.001

LSW 0.082 97.45401 0.0658

Rumus:

Tanin Kondensasi = Absorbansi 550 nm x 78,26 : %BK

y = 23.458x + 3.4066R² = 0.9689

0

10

20

30

40

50

60

0 0.5 1 1.5 2 2.5

Page 100: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...gan menggunakan 4 ekor kambing yang diberi dua jenis pakan, yaitu A (rumput gajah) selama dua minggu dan

85

7. Pertambahan Bobot Badan Harian (PBBH)

Perlakuan Bobot Hewan Uji (kg)

Kambing 1 Kambing 2 kambing 3 Kambing 4

Sebelum perlakuan 18.83 23.53 17.48 21.42

RG 18.46 21.54 17.11 19.82

RG + LSW 16.4 19.84 16.86 19.75

perlakuan PBBH (kg/hari) STDEV

RG 1 -0.0529 0.119713

2 -0.2843

3 -0.0529

4 -0.2286

RG + LSW 1 -0.2943 0.143792

2 -0.2429

3 -0.0357

4 -0.0100

Rumus:

PBBH = Perlakuan minggu ke−2 – Perlakuan Minggu ke−1

7

8. pH

Perlakuan Ulangan pH

Rumput Gajah 1 6.9

2 7.17

3 6.91

4 7.17

Rumput Gajah + Limbah Serai Wangi 1 7.14

2 6.7

3 6.99

4 6.7

9. Kadar Amonia

Perlakuan As. Borat Na2CO3 volume titrasi (ml)

vol sampel (ml) K 1 K2 K3 K4

RG 1 ml 1 ml 2.45 2.05 3.6 3.9 1

RG+LSW 1 ml 1 ml 2.05 1.65 4.7 4.6 1

Perlakuan N HCl N−Amonia (mM)

K 1 K2 K3 K4

RG 0.005014 12.2843 10.2787 18.0504 19.5546

RG + LSW 0.005014 10.2787 8.2731 23.5658 23.0644

Rumus:

N−Amonia (mM) = N HCl x V HCl x 1000

Page 101: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...gan menggunakan 4 ekor kambing yang diberi dua jenis pakan, yaitu A (rumput gajah) selama dua minggu dan

86

10. Protein Mikroba

10.1. Kurva Standar

Konsentrasi (g/ml) absorbansi

0.0000032 0.01

0.000016 0.028

0.00008 0.197

0.0004 0.737

0.002 1.404

0.005 2.287

perlakuan absorbansi konsentrasi (g/ml) rata-rata stdev

RG 1 2.105 0.0037

0.0037 0.0004 2 2.206 0.0040

3 1.861 0.0032

4 2.233 0.0040

RG + LSW 1 1.68 0.0028

0.0046 0.0020 2 3.157 0.0061

3 1.805 0.0031

4 3.342 0.0066

11. Biomassa Mikroba

W0 (g) W0 + bakteri (g) biomassa bakteri (g) mg/ml

RG 1 1.0074 1.0095 0.0021 3.0000

2 1.0016 1.0066 0.005 7.1429

3 1.0109 1.0132 0.0023 3.2857

4 1.0118 1.016 0.0042 6.0000

RG + LSW 1 1.0086 1.0103 0.0017 2.4286

2 1.0081 1.0134 0.0053 7.5714

3 1.0075 1.009 0.0015 2.1429

4 1.0052 1.0128 0.0076 10.8571

W0 (g) W0 + Protozoa (g) biomassa protozoa (g) mg/ml

RG 1 1.0051 1.0062 0.0011 1.3750

2 1.0078 1.0098 0.0020 2.5000

3 0.9932 0.9940 0.0008 1.0000

4 1.0095 1.0111 0.0016 2.0000

y = 440.84x + 0.2262R² = 0.9246

0

1

2

3

0 0.001 0.002 0.003 0.004 0.005 0.006

Ab

sorb

ansi

Konsentrasi (g/ml)

Kurva Standar

Page 102: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...gan menggunakan 4 ekor kambing yang diberi dua jenis pakan, yaitu A (rumput gajah) selama dua minggu dan

87

RG + LSW 1 1.0022 1.0033 0.0011 1.3750

2 1.0082 1.0117 0.0035 4.3750

3 0.9978 0.9984 0.0006 0.7500

4 1.0045 1.0082 0.0037 4.6250

Rumus:

Biomassa Protozoa= W0 + Protozoa – W0

Biomassa Bakteri = W0 + Bakteri – W0

12. Volatile Fatty Acid (VFA)

VFA Perlakuan

RG RG + LSW

As. Asetat (mM) 111.81 161.84

As. Propionat (mM) 18.79 47.51

As. Butirat (mM) 4.06 11.62

As. Isobutirat (mM) 0.88 1.96

As. Isovalerat (mM) 1.34 2.10

As. Valerat (mM) 0.85 1.76

VFA Total (mM) 137.74 226.79

13. Gas

13.1. Gas Metana

3 jam (%) rata-rata (%) stdev 6 jam (%) rata-rata (%) stdev

RG 1 0.1120 0.122 0.008 0.2595 0.270 0.025

2 0.1200 0.2410

3 0.1240 0.2980

4 0.1320 0.2795

RG + LSW 1 0.0803 0.081 0.003 0.2250 0.226 0.008

2 0.0840 0.2260

3 0.0807 0.2155

4 0.0770 0.2355

13.2. Gas Karbondioksida

3 jam (%) rata-rata (%) stdev 6 jam (%) rata-rata (%) stdev

RG 1 2.3

2.30 0.42

1.1

2.13 0.82 2 2 3

3 2.9 2.5

4 2 1.9

RG + LSW 1 1.3

2.05 0.61

1.9

1.88 0.49 2 2 2.5

3 2.8 1.3

4 2.1 1.8

Page 103: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...gan menggunakan 4 ekor kambing yang diberi dua jenis pakan, yaitu A (rumput gajah) selama dua minggu dan

88

14. Total Mikroba

Sampel Total Bakteri (cfu/ml)

Mikroba Selulolitk Proteolitik Lipolitik

RG 4.7E+16 5E+13 1.4E+13 1.2E+13

RG+LSW 1.9E+15 1.6E+13 1.3E+13 2E+13

Sampel Total Bakteri (cfu/ml)

Lignolitik Metilotrof Asetonotrof Hidregonetrof

RG 70000000 140000000 160000000 4700000

RG + LSW 50000000 7000000 60000 4800000

Sampel Log (cfu/ml)

Mikroba Selulolitk Proteolitik Lipolitik

RG 16.67 13.70 13.15 13.08

RG+LSW 15.28 13.20 13.11 13.30

Sampel Log (cfu/ml)

Lignolitik Metilotrof Asetonotrof Hidrogonetrof

RG 7.85 8.15 8.20 6.67

RG + LSW 7.70 6.85 4.78 6.68

Rumus:

Total Bakteri (cfu/ml) = Jumlah koloni x 10pengenceran ke- x Fp

Page 104: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...gan menggunakan 4 ekor kambing yang diberi dua jenis pakan, yaitu A (rumput gajah) selama dua minggu dan

89

Lampiran 5. Analisis Statistik

Tests of Normality

Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk

Statistic df Sig. Statistic df Sig.

PBBH RG .302 4 . .825 4 .154

PBBH RG + LSW .278 4 . .852 4 .231

pH RG .307 4 . .745 4 .035

pH RG + LSW .297 4 . .851 4 .229

NH3 RG .250 4 . .901 4 .435

NH3 RG + LSW .297 4 . .802 4 .105

Protein Mikroba RG .267 4 . .841 4 .199

Protein Mikroba RG + LSW .283 4 . .825 4 .155

Biomassa Mikroba RG .294 4 . .853 4 .236

Biomassa Mikroba RG + LSW .278 4 . .877 4 .328

Gas Metana 3 Jam RG .155 4 . .998 4 .995

Gas Metana 3 Jam RG + LSW .222 4 . .968 4 .828

Gas Metana 6 jam RG .157 4 . .990 4 .958

Gas Metana 6 jam RG + LSW .226 4 . .965 4 .812

Gas Karbondioksida 3 jam RG .260 4 . .827 4 .161

Gas Karbondioksida 3 jam RG

+ LSW .218 4 . .971 4 .848

Gas Karbondioksida 6 jam RG .177 4 . .984 4 .926

Gas Karbondioksida 6 jam RG

+ LSW .230 4 . .973 4 .860

a. Lilliefors Significance Correction

Bila nilai sig > 0,05 maka data berdistribusi normal

Bila jumlah sampel ≤ 50 maka digunakan Shapiro-wilk

Page 105: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...gan menggunakan 4 ekor kambing yang diberi dua jenis pakan, yaitu A (rumput gajah) selama dua minggu dan

Paired Samples Test

Paired Differences t df Sig.

(2-tailed) Mean Std. Deviation Std. Error Mean 95% Confidence Interval of the

Difference

Lower Upper

Pair 1 PBBH RG - PBBH RG + LSW -.0089286 .1895192 .0947596 -.3104959 .2926387 -.094 3 .931

Pair 2 pH RG - pH RG + LSW .15500 .36955 .18477 -.43304 .74304 .839 3 .463

Pair 3 NH3 RG - NH3 RG + LSW -1.2535000 3.8513265 1.9256632 -7.3818199 4.8748199 -.651 3 .561

Pair 4 Protein Mikroba RG - Protein Mikroba

RG + LSW -.0009250 .0016899 .0008450 -.0036140 .0017640 -1.095 3 .354

Pair 5 Biomassa Mikroba RG - Biomassa

Mikroba RG + LSW -1.9553500 4.0108498 2.0054249 -8.3375070 4.4268070 -.975 3 .401

Pair 6 Gas Metana 3 Jam RG - Gas Metana 3

Jam RG + LSW .0415000 .0101944 .0050972 .0252784 .0577216 8.142 3 .004

Pair 7 Gas Metana 6 jam RG - Gas Metana 6

jam RG + LSW .0440000 .0283637 .0141819 -.0011330 .0891330 3.103 3 .053

Pair 8 Gas Karbondioksida 3 jam RG - Gas

Karbondioksida 3 jam RG + LSW .25000 .50662 .25331 -.55615 1.05615 .987 3 .396

Pair 9 Gas Karbondioksida 6 jam RG - Gas

Karbondioksida 6 jam RG + LSW .25000 .83467 .41733 -1.07814 1.57814 .599 3 .591

Page 106: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...gan menggunakan 4 ekor kambing yang diberi dua jenis pakan, yaitu A (rumput gajah) selama dua minggu dan

91

Lampiran 6. Hasil Uji Kromatografi Gas

1. Kromatogram Standar

Page 107: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...gan menggunakan 4 ekor kambing yang diberi dua jenis pakan, yaitu A (rumput gajah) selama dua minggu dan

92

2. Perlakuan Pakan Rumput Gajah

Page 108: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...gan menggunakan 4 ekor kambing yang diberi dua jenis pakan, yaitu A (rumput gajah) selama dua minggu dan

93

3. Perlakuan Penambahan Pakan Limbah Serai Wangi

Page 109: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...gan menggunakan 4 ekor kambing yang diberi dua jenis pakan, yaitu A (rumput gajah) selama dua minggu dan

94

Lampiran 7. Dokumentasi Penelitian

1. Pengamatan mikroba pada cairan rumen

A B C

D E F

G H I

J K

A-B – Entodinium sp.; C-D – Isotricha sp.; E – Enoploplastron sp.; F – Eremoplastron sp.;

G – Eudiplodinium sp.; H – Metadinium sp.; I – Charonina sp.; J – Oligoisotricha sp.; K−

Eodinium sp

Page 110: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...gan menggunakan 4 ekor kambing yang diberi dua jenis pakan, yaitu A (rumput gajah) selama dua minggu dan

95

2. Rumput gajah dan serai wangi

Limbah serai wangi Rumput gajah

3. Uji Kadar Lemak dengan Ekstraksi Sokhlet

4. Uji Kadar Protein dengan Metode Kjedahl

Proses destruksi Destilasi Titrasi

Page 111: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...gan menggunakan 4 ekor kambing yang diberi dua jenis pakan, yaitu A (rumput gajah) selama dua minggu dan

96

Sebelum titrasi Sesudah titrasi

5. Uji Kuantitatif Tanin

6. Pengujian ammonia dengan difusi Conway

Proses titrasi Setelah titrasi terjadi perubahan warna

dari biru ke orange

Page 112: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...gan menggunakan 4 ekor kambing yang diberi dua jenis pakan, yaitu A (rumput gajah) selama dua minggu dan

97

7. Protein Mikroba

8. Total Plate Counter (TPC)

Total bakteri Proteolitik Metilotrof Selulolitik

Hidrogenotrof Lignolitik Lipolitik Asetonotrof

Page 113: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...gan menggunakan 4 ekor kambing yang diberi dua jenis pakan, yaitu A (rumput gajah) selama dua minggu dan

98

9. Pengambilan Sampel

Proses pengambilan cairan rumen

dengan selang vakum

10. Proses Penimbangan Bobot Badan

Page 114: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...gan menggunakan 4 ekor kambing yang diberi dua jenis pakan, yaitu A (rumput gajah) selama dua minggu dan

99

BIODATA MAHASISWA

IDENTITAS PRIBADI

Nama Lengkap : Chatamia Ramadhani Fitri

NIM : 11140960000038

Tempat/Tanggal Lahir : Jakarta/ 5 Februari 1997

Jenis Kelamin : Perempuan

Anak ke : 3 dari 3 bersaudara

Alamat Rumah : Perumahan Griya bukit mas, blok A6, Pancoran

mas, Depok, Jawa barat

No HP : 085782209869

Alamat Email : [email protected]

PENDIDIKAN FORMAL

Sekolah Dasar : SDN Joglo 10 Jakarta

Lulus tahun 2008

Sekolah Menengah Pertama : SMPN 206 Jakarta

Lulus tahun 2011

Sekolah Menengah Atas : SMAN 63 Jakarta

Lulus tahun 2014

Perguruan Tinggi : UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Masuk tahun 2014

PENDIDIKAN NON FORMAL

Kursus/Pelatihan

Sistem Managemen Mutu : No. Sertifikat LM/Sert-LabIndo/001/IV/18

Berbasis ISO 17025:2017

PENGALAMAN KERJA

Praktek Kerja Lapangan (PKL): Badan Tenaga Nuklir (BATAN) / 2017