ELECTROCHEMICAL SENSING ELEMENT Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah sistem pengukuran dan kalibrasi Kelompok 9 Wahyu Devi Hapsari Wijayanti 2409 100 067 Tri Winarto 2409 100 071 Hera Firdausa Katili 2409 100 073 JURUSAN TEKNIK FISIKA FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
ELECTROCHEMICAL SENSING ELEMENT
Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah sistem pengukuran dan kalibrasi
Kelompok 9
Wahyu Devi Hapsari Wijayanti 2409 100 067
Tri Winarto 2409 100 071
Hera Firdausa Katili 2409 100 073
JURUSAN TEKNIK FISIKA
FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI
INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER
2010
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Manusia merupakan makhluk hidup yang dianugerahi cipta, rasa dan karsa
untuk memanfaatkan dan mengelola lingkungannya. Dalam memanfaatkan dan
mengelola alam, manusia menggunakan produk-produk dari ilmu pengetahuan
yang dimilikinya, atau lebih familier kita sebut dengan teknologi. Teknologi, bagi
manusia, merupakan alat untuk mempermudah dan menunjang kehidupannya.
Dengan menggunakan teknologi, manusia telah berhasil mencapai hal-hal yang
tidak pernah dibayangkan berabad-abad sebelumnya. Misalnya saja pergi ke
bulan, membuat kereta super cepat, kultur jaringan, dan lain-lain.
Revolusi industry telah menyebabkan penurunan kualitas lingkungan hidup,
pencemaran terjadi baik pada udara, yang berakhir pada berlubangnya ozon;
tanah, yang menyebabkan tanah tidak mampu lagi ditanami; air, yang
menyebabkan ekosistem air rusak dan air tidak dapat dikonsumsi lagi oleh
manusia serta berbagai macam penyakit yang disebabkan oleh mutasi virus dan
bakteri. Sehingga beberapa decade ini, manusia mulai memfokuskan penggunaan
teknologinya pada isu lingkungan hidup, di samping tentang energy dan jaringan
informasi, yang berhubungan dengan bagaimana manusia merekayasa
lingkungannya agar daya dukung lingkungan terhadap kehidupan manusia tetap
terjaga.
Banyaknya zat pencemar baik di udara, air maupun tanah mendorong peneliti
untuk membuat alat-alat pendeteksi zat-zat pencemar tersebut yang berwujud gas,
cairan, padatan, atau benda hidup. Alat-alat dengan fungsi kerja seperti ini biasa
disebut sebagai sensor. Sensor secara umum didefinisikan sebagai alat yang
mampu menangkap fenomena fisika atau kimia kemudian mengubahnya menjadi
sinyal mekanik atau elektrik baik arus listrik ataupun tegangan. Sensor kimia
adalah alat yang mampu menangkap fenomena berupa zat kimia (baik gas maupun
cairan) untuk kemudian diubah menjadi sinyal elektrik. Untuk itulah perlu
dipahami tentang definisi, prinsip kerja, dan aplikasi dari electrochemical sensing
element.
1.2 Permasalahan
Permasalahan yang akan dibahas dalam makalah ini adalah :
1. Apa definisi dari electrochemical sensing element?
2. Bagaimana prinsip kerja dari electrochemical sensing element?
3. Bagaimana aplikasi dari electrochemical sensing elemet selama ini?
1.3 Tujuan
Tujuan dari penyusunan makalah ini adalah :
1. Untuk mengetahui definisi electrochemical sensing element.
2. Untuk memahami bagaimana prinsip kerja dari electrochemical sensing
element.
3. Untuk mengetahui aplikasi dari electrochemical sensing element selama ini.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
1.4 Pengertian Sensor
Secara umum sensor didefinisikan sebagai alat yang menerima dan merespon
sinyal atau stimulus. Pengertian ini terlalu luas karena mencakup hampir semua
hal, mulai dari mata manusia sampai pelatuk pistol.
Sensor natural, seperti yang ditemukan pada organisme hidup, mempunyai
karakter elektrokimia yang karakter fisiknya berdasarkan pada transfer ion, seperti
pada serabut syaraf. Pada sensor buatan manusia, informasi juga dikirimkan dan
diproses dalam bentuk sinyal elektrik, namun melalui transport electron. Sensor
yang digunakan dalam system buatan harus berbicara dalam bahasa yang sama
dengan peralatan yang berhubungan dengannya. Bahasa ini adalah bahasa elektrik
dan sensor artificial harus mampu merespon informasi yang dibawa oleh
perpindahan electron tersebut dibandingkan dengan ion. Sehingga, sensor tersebut
memungkinkan untuk dihubungkan dengan system elektronik melalui kabel
elektrik.
Oleh karena itu, dapat disimpulkan pengertian sensor dalam pengertian yang
lebih sempit :
Sensor adalah alat yang menerima stimulus dan merespon dengan sinyal elektrik.
Stimulus yang dimaksud di sini adalah kuantitas, sifat, atau kondisi yang
dirasakan dan dikonversi dalam bentuk sinyal elektrik. Sehingga fungsi sensor
adalah merespon input berupa sifat-sifat fisik dan mengubahnya menjadi sinyal
elektrik yang cocok dengan rangkaian elektronik. Atau dapat juga dikatakan,
sensor adalah penerjemah dari nilai-nilai non-elektrik ke nilai elektrik. Sedangkan
elektrik yang dimaksud di sini adalah sinyal yang dapat dihubungkan, dikuatkan,
dan dimodifikasi dengan menggunakan rangkaian elektronik. Output dari sensor
dapat berupa tegangan, arus atau hambatan.
1.5 Pengertian Sensor Kimia
Sensor kimia adalah alat yang mampu merespon stimulus berupa zat kimia
(baik gas maupun cairan) atau reaksi kimia untuk kemudian diubah menjadi sinyal
elektrik.
Dalam sains dan riset, sensor kimia digunakan di berbagai area, mulai dari
monitoring atmosfer dari emisi polutan sampai detector peledak. Sensor ini secara
rutin digunakan untuk mengkarakteristikkan sampel gas dari eksperimen
laboratorium dan untuk menelusuri sebaran limbah kimia berbahaya pada tanah di
daerah persawahan. Aplikasi terbaru termasuk menelusuri/menemukan lokasi
kumpulan hama serangga seperti rayap melalui gas buangan dari pencernaan
selulosa dan monitoring terhadap siklus menstruasi sapi untuk meningkatkan
efektivitas inseminasi buatan.
Di bidang industry, sensor kimia digunakan untuk proses dan kualitas control
selama pengolahan plastic dan produksi pengecoran logam dimana terdapat difusi
udara yang bercampur dengan logam dalam jumlah besar. Juga digunakan untuk
memonitor lingkungan bagi pekerja untuk mengontrol batasan kontak mereka
dengan bahaya dan resiko kesehatan.
They are used for environmental monitoring of workers to control their exposure
to dangers and limit health risks. Chemical sensors find many new applications as
electronic noses and are being used to test and control food spoilage, the
distribution of pesticides in agricultural applications, and to grade beverages.
In medicine, chemical sensors are used to determine patient health by monitoring
oxygen and trace gas content in the lungs and in blood samples. These sensors are
often used for breathalyzers to test for blood alcohol levels and as indicators of the
digestion problems of patients.
In the military, chemical sensors are used to detect fuel dumps and airborne
chemical warfare agents. Liquid chemical sensors are used to manage training
base operations by carefully monitoring groundwater contamination.
Combinations of liquid and gas sensors are used in experimental military
applications to monitor toxics produced from refineries and nuclear plants to
verify compliance with weapons treaties.
Most chemical sensors can be described using criteria and characteristics general
to all sensors such as stability, repeatability, linearity, hysteresis, saturation,
response time, and span (see Chapter 2), but two characteristics are unique and
meaningful as applied to chemical detection. Because chemical sensors are used
both for identification and quantification, they need to be both selective and
sensitive to a desired target species in a mixture of chemical species. Selectivity
describes the degree to which a sensor responds to only the desired target species,
with little or no interference from non-target species. Sensitivity describes the
minimal concentrations and concentration changes (then referred to as resolution)
that can be successfully and repeatedly sensed by a device. Note that for the
sensors described in the previous chapters, the term “sensitivity” is often used as a
synonym of “slope” when the transfer function of a sensor is linear. For the
chemical sensors, sensitivity is the synonym of resolution. This is a characteristic
that other sensors, like pressure and temperature, are rarely concerned with.
Therefore, one of the most important functions in the evaluation of a chemical
sensor’s performance is the qualification of its selectivity. It is common practice
to evaluate the response of a sensor only for increasing the values of activity
(concentration) to the primary target species. This is mainly due to the fact that it
is more convenient to prepare a continuously broad range of test concentrations by
adding increasing amounts of a concentrated (pure) primary species to the
background sample than vice versa. An absolutely selective sensor really does not
exist and there is commonly some interference present.
1.6 Klasifikasi Sensor Kimia
Karakteristik sensor ditentukan dari sejauh mana sensor tersebut memiliki
kemampuan yang baik dalam mengenali zat yang ingin dideteksinya. Kemampuan
mendeteksi zat tersebut ini meliputi: sensitivitas, selektivitas, waktu respon dan
recovery, stabilitas dan daya tahan. Berdasarkan teknologi yang digunakan untuk
mengubah zat kimia yang dideteksi menjadi sinyal elektrik, terdapat beberapa
jenis sensor yaitu jenis sensor optik, sensor elektrokimia, sensor elektrik, dan
sensor sensitif berat.
1. Sensor Optik
2. Sensor Elektrokimia
3. Sensor Elektrik
4. Sensor Sensitif Berat
BAB III
PEMBAHASAN
1.7 Definisi Electrochemical Sensing Element
Sensor elektrokimia adalah detector zat kimia (gas atau cairan) yang
mengukur volume zat target dengan mengoksidasi atau mengurangi target zat
pada elektroda dan mengukur arus yang dihasilkan. Sensor elektrokimia adalah
yang paling serba guna dan dikembangkan dengan lebih baik daripada sensor
kimia lainnya.
1.8 Konstruksi Electrochemical Sensing Element
Sensor berisi dua atau tiga elektroda, kadang-kadang empat, dalam kontak
dengan elektrolit. Elektroda biasanya digunakan untuk memperbaiki luas
permukaan logam mulia yang tingggi ke hidrofobik membran berpori. Kontak
elektroda kerja baik elektrolit dan udara akan dimonitor dan biasanya melalui
membran berpori. Elektrolit yang paling sering digunakan adalah asam mineral,
tetapi elektrolit organik juga digunakan untuk beberapa sensor.
1.9 Prinsip Kerja Electrochemical Sensing Element secara Umum
Teori mendasar dari sensor elektrokimia adalah selalu membutuhkan
rangkaian tertutup; artinya, arus listrik (baik DC maupun AC) harus dapat
mengalir agar dapat diukur. Karena syarat arus listrik dapat mengalir adalah
closed-loop, sensor tersebut membutuhkan paling sedikit dua elektroda, salah
satunya disebut sebagai return electrode. Harus dicatat, bagaimanapun, bahkan
jika di dalam potensiometrik aliran arus tidak dibutuhkan untuk pengukuran
tegangan, rangkaian harus tetap dalam keadaan tertutup agar tegangannya dapat
diukur.
Elektroda dalam system sensor ini sering dibuat dari logam katalis seperti
platina atau palladium atau logam yang dilapisi dengan carbon. Elektroda didesain
memiliki luas permukaan yang tinggi untuk bereaksi dengan sebanyak mungkin
zat yang dianalisis, agar sinyal yang dapat diukur dapat sebesar mungkin.
Elektroda dapat diatur (dimodifikasi) untuk mengembangkan tingkat reaksinya
dan memperlama rentang life-timenya. Elektroda kerja (working electrode/WE)
adalah dimana reaksi kimia yang menjadi target terjadi (gambar 3.1).
Gambar 3.1 Sistem Kerja Electrochemical Sensing Element
Sinyal elektrik diukur dengan reaksi counter/auxiliary electrode (AE) yang
tidak dirancang sebagai katalis, dan dalam kasus tiga elektroda, elektroda ketiga
adalah reference electrode (RE) dipakai untuk mengukur dan sebagai koreksi
potensial dari electrokimia yang dibangkitkan oleh masing-masing elektroda dan
elektrolit. Elektroda ketiga mengembangkan operasi dengan cara membuat
pembenaran dari error yang disebabkan oleh polarisasi dari elektroda kerja (WE).
Sensor elektrokimia yang terbaru menggunakan seperangkat elektroda film tipis
layar cetak agar pengolahan lebih sederhana dan lebih kuat.
Elektrolit adalah media yang mengangkut daya dengan menggunakan ion
daripada electron. Hal ini secara langsung membatasi reaksi yang terjadi dan
merupakan gerbang pertama seleksi dalam sensor elektrokimia. Susunan sensor
yang terdiri sekumpulan electrode dan elektrolit disebut sebagai sel elektrokinia
dan dapat dioperasikan dengan beberapa cara tergantung pada karakteristik
elektrik (resitansi, potensial, arus, kapasitansi, dll.) yang diobservasi.
Sensor elektrokimia cair (sel) menggunakan dua elektroda yang dicelupkan
dalam larutan elektrolit. Gas yang dianalisis seperti CO bereaksi dengan elektroda
kerja (WE) dan menghasilkan CO2 dan electron bebas. Muatan dan masing-
masing tipe muatan bergerak ke electrode lain dimana air diproduksi jika terdapat
O2 dalam reaksi tersebut. Reaksi tersebut mengubah CO menjadi CO2. Jika
elektroda tersebut dihubungkan dengan rangkaian resistor dan penurunan
potensial diukur akan sebanding dengan aliran arus, menghasilkan fungsi gas
yang dianalisis.
1.10 Klasifikasi Electrochemical Sensing Element
Berdasarkan cara kerjanya, dibedakan menjadi sensor yang mengukur
tegangan (potensiometrik), yang mengukur arus (amperometrik), dan yang handal
dalam mengukur conductivitas / resistivitas (konduktometrik). Dalam setiap
metode pengukuran tersebut, digunakan elektroda khusus, dimana terjadinya
reaksi kimia atau transfer daya dimodulasi oleh reaksi dari elektroda tersebut.
1.10.1 Sensor elektrokimia konduktometrik
Sensor elektrokimia konduktivitas mengukur perubahan konduktivitas dari
elektrolit di dalam sel elektrokimia. Sebuah sensor elektrokimia dapat melibatkan
impedansi kapasitif sebagai hasil dari polarisasi elektroda dan proses transfer
muatan.
Dalam larutan elektrolit homogen, konduktansi dari elektrolit
berbanding terbalik dengan , yang merupakan segmen dari larutan sepanjang
medan electron, dan berbanding lurus dengan , yang merupakan segmen daerah
lintasan yang tegak lurus dengan medan listrik :
Dimana adalah konduktivitas spesifik dari elektrolit dan
berhubungan secara kuantitatif dengan konsentrasi dan nilai dari muatan spesi
ionic.
Persamaan konduktansi dari larutan dalam berbagai konsentrasi, dalam
atau dalam satuan lainnya, dinyatakan sebagai :
dimana β adalah elektrolit dan sama dengan konduktansi dari eletektrolit
dengan pengenceran yang terbatas. Teknik pegukuran konduktansi elektrolit
dengan sensor elektrokimia konduktometrik hampir sama selama bertahun-tahun.
Biasanya rangkaian jembatan Wheatstone digunakan dengan sel elektrokimia
(sensor) membentuk salah satu lengan beban seperti yang ditunjuk pada gambar
3.2 berikut.
Gambar 3.2 Jembatan Weatstone untuk SnO2 (kiri) dan responnya untuk gas yang
berbeda
Bagaimanapun, tidak seperti pengukuran konduktivitas pada padatan,
pengukuran konduktivitas pada elektrolit seringkali dipersulit oleh polarisasi dari
elektroda pada saat tegangan bekerja. Proses transfer muatan (faradic) terjadi di
permukaan elektroda. Oleh karena itu, sensor konduktivitas harus bekerja pada
tegangan dimana tidak ada proses faradic yang terjadi. Anggapan penting lainnya
adalah susunan antara double layer berbatasan dengan masing-masing elektroda
ketika tegangan dikenakan pada sel. Yang dideskripsikan dengan impedansi
Warburg. Oleh karena itu, bahkan dengan absennya proses faradic, sangat penting
untuk memasukkan anggapan efek dari double layer selama pengukuran
konduktansi. Efek dari proses faradic dapat diminimalkan dengan mengatur
konsatanta high sel dari sensor sehingga resistansi sel terletak pada daerah
antara . Yang berarti menggunakan luas permukaan elektroda yang
sempit dan jarak antar elektroda yang berjauhan. Hal ini, bagaimanapun,
mengurangi sensitivitas dari jembatan Wheatstone. Seringkali larutan merupakan
penggunaan dari konfigurasi electrode secara berlipat ganda (multiple). Kedua
efek dari double layer dan proses faradic dapat diminimalkan dengan
menggunakan high-frequency low-amplitude alternating current (AC). Teknik
yang baik lainnya adalah menyeimbangkan kapasitansi dan resistansi dari sel
dengan menghubungkan kapasitor variable secara parallel dengan resistansi area
penghubung (bridge) dengan sel.
1.10.2 Sensor Elektrokimia Potensiometrik
Sensor ini menggunakan efek dari konsentrasi kesetimbangan pada reaksi
redoks yang terjadi pada antarmuka elektroda-elektrolit dalam sel elektrokimia.
Potensial listrik dapat berkembang pada antar muka ini aleh karena reaksi redoks
yang terjadi pada permukaan elektroda, dimana Ox melambangkan pengoksidasi
dan Red mengindikasikan pereduksi produk :
Reaksi ini terjadi pada salah satu elektroda (dalam kasus ini reaksi katoda)
dan disebut dengan reaksi sel setengah. Dibawah kondisi setengah kesetimbangan
thermodinamika, persamaan Nernst dapat diaplikasikan dan dinyatakan sebagai :
Dimana dan masing-masing adalah konsentrasi dari dan ,
adalah jumlah perpindahan electron, adalah konstanta Faraday, adalah
konstanta gas, adalah temperature absolute, dan adalah ponsial elektroda
dalam keadaan standard. Pada sensor potensiometrik, dua setengah reaksi akan
terjadi secara simultan pada masing-masing elektroda. Bagaimanapun, hanya
salah satu reaksi yang harus terlibat pada pusat perhatian proses sensing, setengah
reaksi sel diharapkan reversible, tidak diganggu gugat, dan diketahui.
Pengukuran potensial sel dari sebuah sensor potensiometrik harus dibuat
dibawah nol atau keaadaan quasiequilibrium, jadi penguat very-high-input-
impedance (disebut juga sebagai elektrometer) secara umum dibutuhkan. Ada dua
tipe dari antarmuka elektrokimia dari titik pengamatan transfer muatan : idealnya
terpolarisasi dan tidak terpolarisasi. Beberapa logam (Hg, Au, Pt) ketika kontak
dengan elektrolit berisi elektrolit inert saja (misal H2SO4) mendekati kelakuan
antarmuka terpolarisasi ideal. Meskipun demikian, bahkan dalam kasus tersebut,
hambatan transfer muatan yang terbatas terjadi dalam antarmuka dan kebocoran
kelebihan muatan berbanding lurus dengan time constant yang diberikan oleh
produk dari dua lapis kapasitansi dan resistansi transfer muatan .
Membrane selektif ion adalah komponen kunci dalam semua sensor ion
potensiometrik. Membrane tersebut menetapkan referensi bagi respon sensor
terhadap ion yang menjadi pusat pengamatan di tengah-tengah berbagai macam
komponen ion di dalam sampel. Membrane selektif ion tersusun dari antar muka
yang tidak terpolarisasi dengan larutan. Membran yang berfungsi dengan baik
(stabil, dapat direproduksi, tahan terhadap adsorpsi dan efek pengadukan, serta
selektif) mempunyai baik absolute yang tinggi dan massa jenis pertukaran arus
relative.
1.10.3 Sensor Elektrokimia Amperometrik
Contoh dari Sensor Elektrokimia Amperometrik adalah sensor oksigen
Clark yang ditemukan pada 1956. Prinsip kerja dari elektrodanya berdasarkan
pada penggunaan larutan elektrolit yang diisikan di dalam kumpulan elektroda
dengan transport oksigen dari membrane permeable oksigen ke katoda logam.
Arus katoda bangkit dalam dua langkah, proses reduksi oksigen dinyatakan
sebagai :
Gambar 3.3 (kiri) menunjukkan membran yang meregang berseberangan
dengan ujung elektroda, mengizinkan oksigen untuk berdifusi melalui lapisan
elektrolit tipis ke katoda. Baik anoda maupun katoda dikandung di dalam
kumpulan sensor dan tidak ada kontak elektrik yang terjadi dengan lingkungan
sampel. Model difusi orde pertama dari electrode Clark diilustrasikan pada
gambar 3.3 (kanan).
Gambar 3.3 elektrode Clark (kiri) dan model satu dimensi orde pertama (kanan)
dari distribusi regangan oksigen melewati system.
System membran-elektrolit-elektroda dianggap berkelakuan seperti system
difusi satu dimensi dengan tekanan parsial pada permukaan membrane sebanding
dengan kesetimbangan tekanan parsial dan pada katoda sebanding dengan nol.
Dapat ditunujkkan bahwa pada keadaan tunak arus elektroda adalah :
dimana adalah luas elektroda, adalah kelarutan oksigen dalam membrane,
adalah konstanta Faraday, dalah konstanta difusi, adalah ketebalan
membrane. Harus dicatat bahwa arus bebas terhadap ketebalan elektrolit dan sifar
difusi. Sebuah Membran Teflon® digunakan sebagai membrane permeable
oksigen. Sensitivitas sensor dapat didefinisikan sebagai rasio antara arus dengan
tekanan parsial oksigen :
Sebagai contoh, jika ketebalan membrane adalah 25 μm dan luas katoda adalah
, maka sensitivitasnya kira-kira adalah .
Sensor amperometrik tipe enzimatik dapat dibuat dengan sensor yang
mampu mengukur kekurangan oksigen relative yang disebabkan oleh reaksi
enzimatik dengan menggunakan dua elektroda oksigen Clark. Prinsip kerja sensor
ditunjukkan pada gambar 3.4.
Gambar 3.4 Skema sederhana dari sensor amperomatrik oksigen
Clark yang diaadaptasi untuk mendeteksi glukosa
Sensor terdiri dari dua elektroda oksigen identik, dimana yang satu (A)
dilapisi dengan lapisan pengoksidasi aktif dan yang lainnya (B) dengan lapisan
enzim tidak aktif. Contoh dari aplikasi ini adalah sensor glukosa, dimana
inactivation dapat berlangsung secara kimiawi, karena radiasi atau secara termal.
Sensor tersebut dibungkus dengan bungkus plastic dengan tabung gelas coaxial
mendukung dua katoda Pt dan satu anoda Ag. Dengan absennya reaksi enzim,
kerapatan (flux) oksigen di elektroda-elektroda tersebut dan arus pembatas difusi
kurang lebih sebanding. Ketika glukosa ada di dalam larutan dan reaksi anzimatik
terjadi, jumlah oksigen yang mencapai permukaan elektroda aktif direduksi oleh
jumlah oksigen yang dikonsumsi oleh reeaksi enzimatik, yang merupakan hasil
ketidak seimbangan arus.
1.11 Aplikasi Electrochemical Sensing Element
Sensor elektrokimia telah digunakan secara luas, misalnya pada bidang kimia
dan biomedis. Sebagai contoh, dalam mendeteksi kandungan gas dalam darah
(PO2, PCO2, dan pH). Banyak sensor enzim biomedis yang penting, termasuk
sensor glukosa, merupakan gabungan dari katalis anzimatik dan sensor
elektrokimia. Sensor Oksigenn tipe Clark [Clark, 1956] terkenal sebagai sensor
biomedis praktis yang menggunakan prinsip elektrokimia, alat amperometric.
Berikut ini adalah beberapa aplikasi sensor elektrokimia :
1. Sensor Elektrokimia oksigen (O2)
Sensor oksigen untuk fase cair dan pengukuran gas. Cepat dan tepat untuk
pengukuran oksigen. Sensor oksigen fleksibel dan cocok untuk pengukuran
oksigen di bawah keadaan yang sangat sulit. Sensor jejak untuk mengukur
tingkat saturasi baik in-line, off-line atau di-line dan cocok untuk kedua
dibubarkan dan aplikasi gas. Pelanggan minuman, listrik, air, farmasi,
semikonduktor, bioteknologi, dan kimia akan menemukan jawaban atas
kebutuhan mereka. Sebuah terobosan dalam pengukuran oksigen Dari produksi
untuk jaminan mutu, laboratorium dan pemeliharaan, pengguna akan
menemukan aplikasi yang sesuai dan higienis untuk sensor ini. Sensor yang
menyediakan pengukuran yang cepat, tepat dan akurat. Terintegrasi dalam
portabel atau in-line instrumen, dan memiliki manfaat tambahan yang sangat
rendah biaya pemeliharaan dan kepemilikan. Orang dapat mengukur baik atau
gas oksigen terlarut konsentrasi dan suhu medium.
2. Sensor Elektrokimia karbon monoksida (CO)
Karbon Monoksida sensor beroperasi menggunakan teknologi terkenal sel
bahan bakar. CO-BF berisi penyaring bahan kimia untuk menghilangkan
interferants lintas seperti Sox, Nox dan H2S dan tahan bocor. Perumahan
yang tahan bocor ini dibentuk dalam plastik berkode warna untuk
memudahkan identifikasi.
3. Sensor Elektrokimia klorin (Cl2)
Sensor untuk mengukur gas klor
- terdiri dari 3 elektrode sensor Aperometric elemen
- tidak rentan terhadap perubahan kelembaban yang mendadak
- keandalan yang tinggi
4. Sensor Elektrokimia nitrogen monoksida (NO)
Sensor elektrokimia Nitric Oxide sensor NO sudah dilengkapi dengan sensor gas
beracun rentang yang mencakup Monixide Karbon, Hidrogen Sulfida, Sulfur
Dioksida dan Klor. Sensor yang cocok untuk dimasukkan ke dalam instalasi tetap
merasakan kepala,instrumen keselamatan portabel dan tumpukan gas analysers.
Sensor katalis menggabungkan teknologi inovatif, yang mengurangi efek dari sejumlah
gangguan lintas Common gas sementara memastikan batch-to-batch konsistensi dan
stabil output. Sensor ini memberikan peningkatan yang signifikan dalam respon
stabilitas transien terhadap perubahan kelembaban relatif. Ketahanan fisik
memungkinkan sensor untuk digunakan dalam lingkungan yang paling menuntut.
5. Sensor Sulfur Dioksida
adalah sensor tahan bocor disediakan dalam tempat dengan kode warna merah
jelas cetakan. Mereka memiliki rentang operasi yang cocok untuk aplikasi
pemantauan keamanan pribadi. Tambahan sensor dengan operasi yang lebih
tinggi secara signifikan dan kelebihan rentang yang tersedia untuk memenuhi
kebutuhan pasar Stack Gas Analyser. Ini memberikan output linier untuk
5000ppm (bagian per juta) dengan overgas kapasitas sampai 10.000 ppm.
Sensor Sulfur Dioksida dapat diandalkan untuk digunakan dalam sejumlah
aplikasi volume tinggi. Sensor dirancang untuk digunakan baik dalam kepala
tetap dan portabel instrumentasi.
BAB IV
PENUTUP
Kesimpulan yang dapat diambil dari penyusunan makalah ini adalah :Definisi dari
electrochemical sensing element adalah detector zat kimia (gas atau cairan) yang
mengukur volume zat target dengan mengoksidasi atau mengurangi target zat
pada elektroda dan mengukur arus yang dihasilkan.
1. Elektro-kimia sensor beroperasi dan bereaksi dengan memantau gas dan
menghasilkan arus listrik yang linear sebanding dengan konsentrasi gas. Versi
sensor elektro-kimia didasarkan pada konfigurasi dua elektroda tetapi, untuk
mencapai stabilitas superior elektro-kimia, sekarang digunakan tiga sistem
elektroda. Elektroda ditumpuk sejajar satu sama lain, dipisahkan oleh lapisan
tipis ionik elektrolit yang menyediakan listrik kontak antara elektroda.
2. Adapun aplikasinya adalah sebagai sensor gas seperti Sensor Elektrokimia
oksigen (O2), Sensor Elektrokimia karbon monoksida (CO), Sensor